Keesokan harinya sebelum pergi ke kantor, Dhisa menyempatkan diri untuk membereskan kamarnya. Ia memunguti printilan-printilan yang tercecer di meja dan lantai, lalu meletakkan kembali ke tempat seharusnya. Tak lupa ia juga merapikan tas-tasnya. Dibukanya satu per satu tasnya, hanya memastikan kalau-kalau di dalamnya ada sampah tisu atau kertas maka ia akan membuangnya dan menyusunnya kembali dengan rapi di rak tas.
Dhisa membuka tas selempang hitam yang biasa ia pakai untuk pergi main. Memilah isinya supaya bersih dan rapi. Namun, di kantong kecil bagian depan tas terdapat sebuah kertas kecil. Ia membacanya sambil mengingat-ingat.
"Oh, kartu nama Raden." Hampir saja dibuang oleh Dhisa karena disangkanya hanya kertas yang sudah tak terpakai. Dengan sigap, Dhisa menyimpan kartu nama itu di meja kamar. Lalu melanjutkan sesi beres-beresnya yang tinggal sedikit. Dan setelah itu, ia akan bersiap-siap pergi ke kantor.
***
Malam harinya, saat Dhisa sedang bersantai di kamar, ia ingin melanjutkan kembali menyusun rencana solo trip ke Malang. Ia bergegas ke meja belajar di kamarnya untuk membuka laptop. Setelah laptop menyala, ia menyiapkan buku catatan kecil untuk menulis beberapa hasil browsing-nya.
Setelah dirasa cukup untuk menjelajahi internet, sekarang ia mulai mempunyai gambaran untuk rencananya besok. Kemudian hal yang Dhisa lakukan adalah mengecek jadwal keberangkatan kereta sekaligus jadwal kepulangannya. Dhisa memutuskan akan berangkat pada Jumat dini hari dan kembali pada hari Minggu pagi pada pekan depan. Sesuai rencana awalnya yang hanya akan melakukan perjalanan singkat. Menurutnya, selama ia dapat menjaga mood-nya dengan baik maka perjalanan akan terasa menyenangkan walaupun hanya sendirian karena ia pun sudah melakukan hal ini beberapa kali.
Lelah memilah destinasi, penginapan, transportasi, dan segala macamnya, Dhisa berniat untuk mengistirahatkan dirinya. Ia menutup laptop dan buku kecilnya, lalu bergegas ke ranjang. Namun, saat ia berdiri dari bangku belajar, matanya menangkap kertas kecil yang ada di atas tumpukan buku pada meja belajar. Lalu Dhisa segera meraih kertas kecil itu beserta telepon genggamnya untuk mengetikkan nomor yang tertera di sana. Kertas yang diambilnya itu adalah kartu nama Raden yang didapat beberapa waktu lalu. Usai menyimpan nomor Raden, ia coba untuk mengirimkan pesan pada pemilik nomor.
Raden, ini gue Dhisa yang dua minggu lalu di Legend Coffee bareng Oman & Noura
Raden (Teman Oman)
Iya, Sa. Gue save ya nomor lo
Btw lo belom jadi main ke bengkel gue nih. Sini lah, gue tungguHehe sorry gue lupa
Kartu nama lo aja baru gue temuin tadi di tas ✌🏻😅
Raden (Teman Oman)
Duh, ternyata gue ga se-berkesan itu ya di mata lo, sedih sih gueAh lebay lo
Eh tapi pas bgt nih den, motor gue udah harus diservis sama ganti oli
Besok Sabtu gue ke bengkel lo ya
Raden (Teman Oman)
Siap. Gue prioritasin deh besok, spesial buat kedatangan loKan. Mulai lagi deh lo 😒
Dahlah gue cape + ngantuk ngadepin yg modelan begini
Raden (Teman Oman)
Wkwk ya udah, tidur sana
Jgn dibales lagi.Setelah dirasa cukup untuk membalas pesan, Dhisa kali ini benar-benar bergegas untuk tidur. Ia sudah ngantuk berat. Pikiran serta badannya juga butuh istirahat. Dan seperti biasanya, Dhisa menyalakan lampu tidur sebelum ia berbaring dan terlelap.
***
Keesokan harinya, Dhisa sedang mendapat jadwal WFH. Seperti biasa, ia selalu ditemani oleh kucing kesayangannya, Beno. Ia duduk di meja belajarnya sambil memangku Beno. Sesekali Dhisa menjahili kucingnya karena merasa gemas. Dan sesekali pula ia sambat pada Beno saat ada hal yang membuatnya kesal walaupun hanya perihal kecil.
Layar hp Dhisa menyala, memunculkan notifikasi pesan dari Noura. Noura menanyakan apakah besok Sabtu sehabis subuh Dhisa bersedia menemaninya pergi ke suatu tempat untuk pemotretan. Sebenarnya, Dhisa sudah pernah dua kali menemani Noura saat ada jadwal pemotretan di hari weekend. Tapi Dhisa teringat kalau harus ke bengkel pada Sabtu paginya. Jadi, kali ini Dhisa menolak dengan alasan ingin servis motor dan sedang tak sanggup kalau harus bersiap-siap sedari subuh untuk ikut dengannya. Dan untungnya Noura dapat mengerti.
***
Sabtu pun tiba. Pagi harinya, Dhisa akan pergi ke bengkel. Ia telah bersiap-siap untuk segera berangkat. Setelah berpamitan kepada orang tuanya, ia duduk di atas motor yang terparkir di garasi rumah sambil memantau maps untuk melihat rute yang akan dilewati ke arah Den's Garage, bengkel Raden. Perjalanan sekitar 17 menit dari rumahnya. Setelah memahami rute, Dhisa mulai mengendarai motornya.
Sesampainya di depan Den's Garage, ia memarkirkan motor dan melangkah memasuki area dalam bengkel. Di sana, terlihat Raden sedang berbincang dengan seorang pelanggan. Setelah pelanggan itu pergi, Dhisa tersenyum pada Raden sambil melambaikan tangannya.
"Eh, Sa, dateng juga lo," sapa Raden.
"Iya, untung aja gue nemu kartu nama lo. Mana pas banget lagi gue harus servis motor. Oh iya, nih kunci motor gue," sahut Dhisa sambil mengulurkan kunci motor pada Raden.
"Asik, pelanggan baru, nih. Tenang aja, lo ga perlu antri lama," ujar Raden dengan kekehan.
"Servis yang bener ya lo, gue belom siap berpisah sama motor gue," ucap Dhisa.
"Udah, ah, bawel. Lo tunggu di ruangan gue aja, adem ada AC-nya," jawab Raden sambil berjalan ke arah ruangan dengan sekat kaca gelap. Ia mengajak Dhisa untuk mengikuti ke ruangan Raden.
"Eh, emang ngga apa-apa gue masuk ruangan lo?" tanya Dhisa sungkan.
"Lah, gapapa lah. Santai aja, dari pada lo nunggu di ruang tunggu depan cuma kipasan, banyak pelanggan yang ngerokok lagi," jawab Raden santai yang akhirnya disetujui oleh Dhisa.
Mereka mulai bergegas memasuki ruangan Raden. Dhisa mengamati ruangan pribadi Raden. Di dalamnya terdapat meja kerja, beberapa rak tinggi, TV, meja kecil, sofa bed, kulkas, dan beberapa printilan lainnya. Ruangannya pun cukup wangi berkat pengharum ruangan otomatis. Lalu Raden mulai menyalakan AC yang tadinya mati. Setelah itu, Raden mempersilahkan Dhisa untuk duduk di sofa bed.
"Yang nyaman aja ya, Sa, di sini. Kalo haus ambil minum di kulkas situ. Sambil nonton juga boleh. Gue keluar dulu, ya, mau bedah motor lo," ucap Raden yang tersenyum.
"Iya, makasih, ya, Den. Gue beneran berasa jadi pelanggan prioritas kalo begini," jawab Dhisa yang membalas candaan Raden. Raden pun terkekeh, lalu beranjak dan menutup kembali pintu ruangannya.
Dhisa yang berada di ruangan Raden itu berniat untuk menyalakan TV, lantas ia mengambil remot TV yang berada di meja kerja Raden. Matanya menangkap dua bingkai foto berukuran sedang. Yang satu berisikan sepasang suami istri dan anak laki-lakinya yang menuju remaja itu. Bingkai foto yang kedua berisi foto keluarga, ada orang tua, satu anak laki-laki, dan satu anak perempuan. Dhisa menyimpulkan foto-foto itu merupakan foto keluarga lama dan keluarga baru Raden. Karena mama Raden telah meninggal dunia saat Raden kelas satu SMP. Ia mengetahui sekilas saat pertemuan terakhir mereka di cafe.
Dhisa sedang menonton tayangan YouTube di layar TV ruangan Raden. Siaran itu menayangkan suatu siniar. Dhisa duduk dan bersandar di sofa, sedangkan matanya mulai fokus pada layar TV. Sesekali ia menanggapi dengan tawanya. Namun, setelah 45 menitan lamanya, matanya mulai terasa berat dan tanpa sadar ia tertidur.
Satu jam berlalu, Raden mengetuk pelan pintu ruangannya. Tetapi tak ada sahutan dari dalam. Ia mengintip sekilas dari sekat kaca ruangan yang gelap. Terlihat Dhisa dengan posisi duduknya yang bersandar nyaman. Raden membuka sedikit pintu ruangannya dan melihat Dhisa yang ternyata sedang memejamkan mata dengan layar TV yang menyala. Raden merasa tak enak jika harus membangunkan Dhisa. Ia kembali menutup pintu ruangannya. Biarlah Dhisa puas dulu tertidur di ruangannya, pikir Raden. Dan tanpa sadar, Raden tersenyum saat memperhatikan Dhisa tadi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BINAR
FanfictionDhisa adalah seorang wanita single yang menyukai traveling. Ya, bisa dibilang travelingnya masih yang dekat-dekat aja, sih, di sekitar Pulau Jawa. Dhisa memiliki saudara sepupu yang akrab sejak kecil sampai saat ini, yaitu Noura. Noura ini memiliki...