11

630 69 7
                                    

Sesaat setelah Dhisa membalas pesan dari Raden, notifikasi panggilan telepon masuk muncul. Dhisa menekan tombol hijau pada layar handphone-nya.

"Halo, Sa, lo lagi dimana?" tanya Raden yang mengawali obrolan.

"Lagi di Gumuk Pasir. Ikut Noura, dia lagi motret di sini," jawab Dhisa

"Oh, sorry ganggu, Sa. Maaf sebelumnya, ya. Jadi gini, gue mau ajak lo ke kondangan teman gue, tapi kalo ngga bisa juga gapapa, Sa. Kira-kira lo keberatan ngga?" tanya Raden lagi.

"Hah? Kapan?" tanya Dhisa kaget.

"Besok Minggu, tapi di Magelang. Ini teman kantor gue dulu. Maaf banget ya, Sa. Soalnya mau ngga dateng, gue juga ngga enak. Mana dari dulu dia udah baik ke gue. Dan sebenarnya, gue juga lagi malas ditanya-tanya, sih, makanya mau ajak lo aja biar cepat di sana," ucap Raden yang merasa tak enak.

"Ih, Magelang, ya? Tapi gue boleh request ngga?" pinta Dhisa.

"Apa, Sa?" tanya Raden.

"Habis kondangan ajak gue keliling di sekitaran Magelang, ya, Den," ucap Dhisa yang terdengar meringis.

"Iya, boleh, besok pagi gue jemput, ya. Makasih, Sa," ucap Raden merasa lega.

"Iya, santai aja, Den," sahut Dhisa.

"Asli tadi gue sempet deg-degan buat ajak lo kayak gini. Takut gue," keluh Raden.

"Den, apa gue batalin aja, ya, ini?" ujar Dhisa tiba-tiba.

"Sa, Serius? Gue udah lega loh ini," tanya Raden dengan nada pasrah.

Sedangkan suara tawa Dhisa mulai terdengar. "Ya udah, besok lo kabarin aja, ya, kalo udah mau jalan."

"Iya, iya. Bye, Sa," pamit Raden dan mengakhiri panggilan teleponnya.

***

Senja mulai menampakkan diri saat Noura dan Dhisa sudah dalam perjalanan pulang. Kali ini, Noura sedang mengendarai mobil ayahnya karena lokasinya yang terbilang cukup jauh dan ia juga memprediksi akan pulang saat petang. Suasana di dalam mobil hanya terdengar alunan musik yang sengaja Noura nyalakan untuk menemani perjalanan malam Minggu yang padat ini. Di samping itu, Dhisa dan Noura juga sama-sama terlihat lelah.

"Ra, telepon tuh dari Oman," kata Dhisa yang melihat ponsel Noura bergetar dan layarnya yang menyala.

"Tolong angkatin dong, Sa," pinta Noura yang tak lama langsung menyambar ponselnya dari tangan Dhisa yang membantunya menerima panggilan telepon.

"Halo, Sayang. Kamu udah selesai?" Suara Oman terdengar.

"Udah, ini masih di jalan mau pulang. Kamu gimana? Udah pulang dari antar istrinya Pak Cokro?" tanya Noura.

"Udah, Sayang. Ini lagi nongkrong sama Raden. Oh iya, aku mau tanya mumpung orangnya lagi ke toilet. Emang beneran Raden sama Dhisa lagi dekat? Perasaan kamu aja kali, Yang. Tadi bocahnya aku tanya, tapi diam doang," ujar Oman dengan santai.

Mendengar itu, Dhisa dan Noura saling melempar pandang. "Sayang, nanti lagi, ya, aku mau lanjut nyetir dulu." Noura sedikit panik seperti habis tertangkap basah.

"Ok. Hati-hati, ya. Nanti aku telepon lagi," jawab Oman.

Dhisa yang menunjukkan ekspresi terkejut itu mulai memicingkan matanya dan mengambil ancang-ancang untuk mencecar Noura.

"Ra, lo yang bener aja. Udah sampai mana ghibahan lo sama Oman itu?" tanya Dhisa.

"Sa, maaf," jawab Noura meringis sambil mengangkat dua jari.

BINARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang