35

462 82 13
                                    

Malam hari, sekitar pukul 21.30, rumah Raden didatangi oleh Tara, si tetangga sebelah. Selagi menunggu baterai HP Tara terisi, Raden menemaninya di ruang tamu. Mereka berbincang basa-basi pada umumnya. Sementara, Dhisa tak ikut bergabung di ruang tamu atas permintaan Raden. Sehingga, ia tetap berada di posisi terakhirnya, ruang TV.

"Oalah, berarti kita seumuran, ya, Mas?" ujar Tara setelah perbincangan singkatnya dengan Raden.

"Iya, panggilnya pakai nama aja gapapa, Tar" sahut Raden dan Tara mengiyakan.

"Baru pindah ke sini juga, Den?" tanya Tara yang matanya menilik keadaan rumah yang masih cukup lega karena belum terisi banyak barang.

"Ya, bisa dibilang gitu. Emang lo tadinya merantau di Jakarta udah berapa lama?" tanya Raden balik.

"Hampir sepuluh tahun, dari kuliah udah merantau ke sana. Ini balik ke Jogja karena pindah tugas dari kantor pusat ke kantor cabang di sini dan kebetulan juga istri gue ngga dibolehin tinggal jauh dari orang tuanya. Biasa, anak bungsu" jelas Tara.

"Oh. Berarti nikahnya baru?" tanya Raden.

"Udah mau sebulan lah. Lo juga baru nikah, ya? Besok gue ajak istri, deh, buat kenalan sama istri lo, biar ada teman di sini. Kemarin, gue kenalan sama tetangga sebelah kiri ternyata isinya anak-anak bujang, Den" jawab Tara.

"Eh? Tapi, gue sama cewek gue belum nikah, Tar" ujar Raden mengoreksi.

"Hah?" sahut Tara dengan raut wajah cukup bingung. Kemudian, pandangannya menangkap pakaian Raden yang mengenakan kaos agak kusut dengan celana selutut dan rambutnya yang sedikit acak-acakan.

"Oh. Ini di rumah cuma berdua?" tanya Tara lagi.

"I—iya" singkat Raden.

Suasana menjadi hening seketika.

"Den, ini udah berhasil beli token listriknya. Makasih banyak, ya" ucap Tara yang berdiri dari posisi duduknya.

"Iya, sama-sama" jawab Raden yang mengantar Tara sampai depan pintu rumahnya.

"Mbak, saya pulang dulu, ya. Sekali lagi, maaf udah ganggu malam-malam" pamit Tara pada Dhisa yang keberadaannya sedikit terlihat dari tempatnya berdiri.

"Iya, Mas" jawab Dhisa ramah.

"Hujan-hujan gini emang enak yang anget-anget, sih" celetuk Tara sebelum beranjak meninggalkan pekarangan rumah Raden.

"Gue pamit, ya, Den" ucap Tara lagi sembari berjalan meninggalkan rumah Raden dengan payungnya.

Raden hanya menganggukkan kepala, lalu mengedikkan bahunya. Mendadak, ia merasa aneh dengan sikap Tara, si tetangga barunya itu. Namun, ia menepis jauh-jauh perasaan ganjalnya dan bergegas kembali ke ruang TV menyusul Dhisa.

"Sayang, nontonnya udah selesai?" tanya Raden yang memposisikan duduknya di sebelah Dhisa.

"Belum. Aku ganti ke film komedi" jawab Dhisa meringis.

"Udah hampir jam sepuluh nih, apa mau aku antar aja pakai motormu?" ujar Raden. 

"Kalo pesan taksi online ada yang nyangkut ngga, ya?" tanya Dhisa.

"Bentar, aku coba pesan dulu" jawab Raden.

Raden meraih ponselnya di meja dan sibuk menjelajah di sana.

"Belum dapet, Sa" ujar Raden.

"Ya udah, aku chat Mas Dhika lagi" jawab Dhisa.

Raden mengiyakan sembari terus mencoba memesan taksi online.

"Eh, Sa, udah dapet, nih. Siap-siap, yuk" ujar Raden.

"Hah? Kamu ikut?" tanya Dhisa.

"Iya lah, udah jam segini, sayang. Mana kalo dilihat dari fotonya, si driver kayak masih muda" ucap Raden.

BINARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang