Setelah perang dingin usai berbelanja di supermarket, Dhisa dan Raden kembali membicarakan unek-unek dari keduanya sesampainya di rumah. Dhisa yang suasana hatinya mulai mereda dan lebih tenang berkat sikap Raden yang menenangkannya selama di mobil tadi akhirnya berani mencurahkan isi pikiran dan perasaannya pada Raden. Raden pun mendengarkan dengan kepala dingin.
"Tapi cowok yang tadi di cafe itu teman-teman sekolah aku dulu, Den. Namanya Angga sama Raihan. Tadi aku ikut gabung mereka karena memang udah lama ngga ketemu. Terus juga daripada aku duduk sendirian sambil nunggu kamu, kan," jelas Dhisa.
Raden masih diam mencerna penjelasan Dhisa.
"Ngga usah curiga gitu. Lagian mereka udah punya pasangan masing-masing, kok," sambung Dhisa yang memandangi kekasihnya dengan raut curiga.
"Iya, Sa. Aku percaya." Suara berat nan halus itu tampak menenangkan perempuan di di hadapannya. Tangannya yang juga membelai lembut kepala si perempuan yang dilapisi dengan kain jilbabnya.
"Maaf, ya, sekali lagi. Aku ngga ada maksud buat bikin rusak mood kamu," lanjut Raden.
"Iya, makasih juga udah mau dengar penjelasanku dan ngerti sama perasaanku," jawab Dhisa.
"Sama-sama, Sa."
***
Raden sedang mengantar Dhisa dan Noura ke stasiun pada Jumat sore. Kedua perempuan itu akan menyusul Mama Dita dan Papa Adi ke Surabaya untuk menilik keponakan yang telah hadir setelah penantian sembilan bulan kurang satu minggu. Bayi itu lahir lima hari yang lalu dengan berjenis kelamin perempuan dan dalam keadaan sehat meskipun lahir dengan keadaan prematur.
Kereta tujuan Surabaya dijadwalkan berangkat pada pukul 17.15. Tepat pukul 16.45, Raden sudah membawa mobilnya ke parkiran stasiun. Masih ada sisa waktu yang cukup sebelum waktu keberangkatan itu tiba. Raden membantu membawa barang yang tak banyak dari kedua perempuan itu. Ia hanya mengantar sampai ke pintu batas pengantar.
"Aku sama Noura langsung masuk, ya." Tangan Dhisa menyentuh lengan Raden.
"Iya. Hati-hati, ya. Semoga selamat sampai tujuan." Raden tampak biasa saja tak ada raut menggelikan seperti yang Dhisa bayangkan. Baguslah, pikirnya.
"Kamu juga hati-hati pulangnya. Besok Minggu kalo ngga bisa jemput juga gapapa, kok," ujar Dhisa.
Raden merangkul pundak sang kekasih. "Iya. Masuk sana, udah jam segini biar ngga buru-buru jalannya."
"Alah, ngga usah malu-malu Mas kalo mau peluk. Apa perlu aku masuk duluan?" Noura menunjukkan senyum miringnya dan tangannya yang bersedekap.
Raden memegang tengkuknya dengan tangan sebelahnya yang tak dipakai untuk merangkul Dhisa.
"Apa sih, Ra? Udah, yuk, masuk aja." Dhisa mulai menggandeng tangan Noura yang menganggur.
Raden memastikan kedua perempuan itu benar-benar masuk dulu, lalu ia beranjak menuju parkiran.
***
Semalam, Dhisa dan Noura sudah tiba di rumah Mas Dhika dan Mbak Eva. Berhubung adik bayi sudah terlelap dalam tidurnya, Dhisa dan Noura tak berniat mengganggunya dulu. Lagi pula, badannya juga sudah merasakan lelah setelah seharian beraktivitas. Biar keesokan paginya saja ia berjumpa dengan Ameera, nama anak dari Mas Dhika dan Mbak Eva.
Saat ini, Dhisa dan Noura sudah menongkrong di kamar tempat adik bayi berada. Setelah Ameera berjemur, mandi, dan mendapat ASI, lalu kini giliran tante-tantenya yang bermain dengan si bayi. Dhisa dan Noura merasa gemas dengan makhluk kecil di hadapannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
BINAR
FanfictionDhisa adalah seorang wanita single yang menyukai traveling. Ya, bisa dibilang travelingnya masih yang dekat-dekat aja, sih, di sekitar Pulau Jawa. Dhisa memiliki saudara sepupu yang akrab sejak kecil sampai saat ini, yaitu Noura. Noura ini memiliki...