Entah mengapa, bagi Dhisa, semakin ke sini rasanya semakin ingin berjumpa terus-terusan dengan sang kekasih. Tentunya, berbeda dengan beberapa bulan bahkan minggu yang lalu, apabila tak berjumpa dalam waktu satu minggu pun bukan hal besar baginya. Padahal, sewaktu bertemu dengan kekasihnya pun mereka tak mesti bepergian dan melakukan hal-hal baru serta seru. Ya, walaupun terkadang juga diisi dengan perdebatan, membahas hal random, bertingkah menyebalkan, dan melakukan kesibukannya masing-masing. Namun, baginya saat ini, melakukan hal-hal sederhana bersama Raden adalah hal spesial. Asalkan di dekatnya masih ada Raden, maka dirinya merasa tenang. Kira-kira seperti itu.
Pukul 14.45, Dhisa sudah selesai dengan urusan pekerjaannya yang lebih cepat dari biasanya. Sesuai ucapannya kemarin, ia akan main ke bengkel Raden. Masih ada kesempatan sebelum memasuki waktu tutup bengkel, yaitu pukul 16.00. Maka, ia segera berkemas untuk meninggalkan kantor. Tak sampai 15 menit, ia sudah pergi dengan menunggangi motor matic kesayangan.
Karena kondisi jalanan masih terbilang kondusif, maka hanya dalam waktu kurang dari 20 menit, dirinya sudah tiba di bengkel Raden. Sebelumnya, ia sempatkan mampir untuk membeli ayam goreng cepat saji sebanyak lima porsi. Berhubung Dhisa tak memberi kabar bahwa dirinya akan menuju tempat Raden. Jadi, sesampainya Dhisa di bengkel cukup membuat Raden terkejut. Untungnya, Raden sedang tak menangani motor di bengkel, melainkan ia sedang mengurus sesuatu di ruangan pribadinya.
Raden berdiri dari duduknya untuk menghampiri Dhisa di balik pintu ruangannya. "Sayang, kok ngga kasih kabar kalo jadi ke sini?"
Dhisa melesak masuk ke sela-sela rentangan tangan Raden. "Gapapa, biar cepet."
Raden terkekeh pelan. "Gimana tadi kerjaan di kantor? Lancar?"
"Tadi pagi ada meeting sama direksi, terus siangnya masih dilanjut sebentar karena ada kendala sedikit. Tapi, sekarang udah aman, kok," jawab Dhisa.
"Good job, Sa!" ucap Raden membelai halus kepala Dhisa.
"Kamu gimana?" tanya Dhisa balik.
"Ya, lancar aja kayak biasanya," jawab Raden.
Dhisa tersenyum lebar. "Ok, laporan selesai. Bentar, aku mau numpang ke toilet dulu, Den. Tadi dari kantor buru-buru, jadinya ngga sempat."
"Iya. Kamu nanti tunggu di sini dulu, ya? Aku harus ke depan," ujar Raden.
"Ok." Dhisa meletakkan tasnya di sofa bed, lalu berjalan ke toilet.
Di depan pintu ruangan Raden, saat sekembalinya Dhisa dari toilet, ia melihat seorang laki-laki yang gayanya terlihat feminin sedang berbasa-basi dengan Putra dan Sholeh, pegawai Raden. Sementara, Raden terlihat sibuk sendiri dengan kegiatannya. Seketika, ingatannya terbawa ke momen di mana Raden menceritakan mengenai orang salon di sebelah bengkel. Dengan rasa penasaran, Dhisa bergerak mendekat ke arah kerumunan itu.
"Nah, ini Mbak Bos," ujar Putra yang menyadari kehadiran Dhisa.
Dona, si laki-laki feminin itu melihat ke arah Dhisa dengan seksama. "Oh, ini."
"Kenapa, Put?" tanya Dhisa bingung.
"Ngga, Mbak. Ini ada orang yang lagi kepo," ujar Putra.
Mata Dhisa mulai memperhatikan penampilan Dona. "Oh, ya udah. Saya permisi mau ke dalam dulu."
"Monggo, Mbak," kata Putra.
Raut Dona tampak dongkol. "Sombong banget." Suara lirih Dona tak begitu terdengar.
"Sayang," panggil Raden.
"Iya?" jawab Dhisa.
"Nanti pulang bareng aku aja, ya," pintanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BINAR
FanfictionDhisa adalah seorang wanita single yang menyukai traveling. Ya, bisa dibilang travelingnya masih yang dekat-dekat aja, sih, di sekitar Pulau Jawa. Dhisa memiliki saudara sepupu yang akrab sejak kecil sampai saat ini, yaitu Noura. Noura ini memiliki...