Minggu pagi, di rumah keluarga Dhisa sudah terlihat adanya aktivitas di area dapur. Dhisa, Noura, dan Mama Dita sedang memasak untuk sarapan. Sebenarnya, Dhisa tak begitu jago memasak, ia sekedar membantu-bantu saja. Sementara Noura dapat dibilang memiliki skill memasak meskipun belum sehebat itu. Setidaknya, Noura lebih pandai daripada Dhisa dalam urusan dapur seperti saat ini.
"Sa, panggil Papa sama Mas Dhika. Sarapannya udah siap," ujar Mama Dita kepada Dhisa. Dan Dhisa pun langsung bergegas keluar dari dapur untuk memanggil para lelaki di rumahnya, sesuai perintah Mama Dita.
Suasana di meja makan yang diisi oleh keluarga Dhisa itu terasa hangat. Dentingan sendok pada piring, obrolan ringan di pagi hari, dan gurauan yang saling dilontarkan memenuhi ruang makan di rumah itu. Menu masakan rumahan yang selalu menjadi andalan sedikit lagi sudah ludes. Tak lupa, segelas air putih yang diletakkan di hadapan mereka masing-masing.
"Mas Dhika, nikahnya bulan depan, ya?" tanya Noura.
"Iya, Ra. Doain lancar sampai hari-H, ya," jawab Mas Dhika.
"Oh iya, Ra. Nanti ikut aja, yuk. Kita mau pergi cari beberapa keperluan buat acara nikahan lagi habis ini," lanjut Mas Dhika.
"Ih, mau banget. Aku izin Bunda sama Ayah dulu, Mas," sahut Noura.
"Tadi Papa udah sempat chat Ayah kamu, kok, Ra. Tapi kamu tetap kasih kabar aja ke Ayah sama Bunda, ya," sambar Papa Adi, papanya Dhisa.
"Iya, Pa," singkat Noura yang terburu-buru bergegas mengambil telepon genggamnya untuk segera mengabari orang tuanya.
***
Setelah puas dan lelah berkeliling ke beberapa tempat, akhirnya mereka tiba di rumah pada sore harinya. Tadi pagi setelah sarapan dan bersiap-siap, mereka pergi menuju toko kain di Jalan Solo. Nantinya kain-kain yang dibeli itu akan dibagikan kepada keluarga dekat. Lalu siangnya mereka melanjutkan ke tujuan selanjutnya yang merupakan toko perhiasan. Kemudian lanjut ke tempat terakhir, yaitu Pasar Beringharjo. Dan dari sana mereka kembali pulang ke rumah.
Dhisa, Noura, Mas Dhika, dan papa sedang menurunkan barang-barang hasil berburu hari ini. Sedangkan, Mama langsung menuju ke dapur untuk memasak menu simple untuk makan malam agar tak perlu menunggu terlalu lama. Setelah barang sudah tersusun rapi di ruang tengah rumah Dhisa, mereka mulai merebahkan diri dan papa yang mendudukkan diri di atas sofa. Lelah tapi menyenangkan. Hitung-hitung, Dhisa dan Noura sedikit belajar perihal mengurus serba-serbi pernikahan.
"Makasih, ya, Sa, Ra. Kalian jadi ikut repot buat bantu pilih-pilih. Lagian Mas, kan, juga ngga begitu paham sama selera atau model yang lagi tren sekarang," ucap Mas Dhika pada kedua adiknya.
"Iya, Mas. Aku malah seneng tau, seru. Tapi capek juga sih," sahut Noura.
"Eh, Mas, tapi orang kalo mau nikah emang bakalan seribet ini, ya?" tanya Dhisa dengan posisi bersandar di sofa sambil menatap langit-langit ruang tengah.
"Ya, emang gini, Sa. Makanya nikah itu harus benar-benar siap segala sesuatunya. Kalo ngga mau ribet, ya, jangan nikah dulu," jawab Mas Dhika santai.
"Nih, minum dulu, kasian pada lemes-lemes banget." Mama Dita datang untuk menyuguhkan minuman dingin yang diletakkan pada meja panjang.
"Makasih, Ma," jawab mereka satu per satu. Mama segera kembali ke dapur karena ia meninggalkan masakan dengan kompor yang menyala.
"Dek, kamu belum kepikiran buat menikah, kan?" tanya Papa Adi yang ikut masuk pada obrolan anak-anaknya.
"Belum, Pa, masih mau santai-santai dulu. Mas Dhika aja baru mau nikah. Minimal nunggu punya keponakan dulu lah, ya," sahut Dhisa meringis.
"Iya, Dek. Papa juga belum rela kamu ikut pergi dari rumah ninggalin Papa sama Mama," ujar Papa Adi lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
BINAR
FanficDhisa adalah seorang wanita single yang menyukai traveling. Ya, bisa dibilang travelingnya masih yang dekat-dekat aja, sih, di sekitar Pulau Jawa. Dhisa memiliki saudara sepupu yang akrab sejak kecil sampai saat ini, yaitu Noura. Noura ini memiliki...