Pertemuan

1.8K 151 0
                                    

"Aku sudah mencari latar belakang Chrieristmu.
Itu tak sulit bagiku saat manusia menciptakan banyak teknologi canggih pada masa ini," ujar Mark pada Michael.

"Jadi?" tanya Michael.

"Apanya yang jadi?" tanya Mark kembali.

"Jadi apa saja informasi yang kau dapat tentangnya?" tanya Michael sambil berdecak kesal.

"Sedikit.
Aku rasa dia hanya gadis sederhana yang sedang bekerja di sebuah perusahaan kecil," kata Mark sambil menghela nafas panjang.

"Sekarang beritahu saja bagaimana caranya aku bisa bertemu dengannya," tanya Michael tegas.

"Itu soal mudah.
Mengingat ia begitu ramah pada orang lain, cukup kau beri salam saja.
Hahahaha... " ujar Mark sambil tergelak.

"Hei Mark! Aku serius!" gertak Michael.

"Oke.
Dia baru saja kehilangan salah satu pamannya.
Mungkin sekarang ia masih dalam masa berkabung.
Temui dia dan hibur dia sekarang," saran Mark.

"Dimana dia sekarang?" tanya Michael.

Siang hari dimana matahari sedang bersemangat-semangatnya untuk bersinar.
Di sebuah pusat perbelanjaan di pusat kota, aku melangkah pelan sambil mengamati berbagai macam toko-toko yang berjajar menjual berbagai macam barang.

Sudah satu bulan berlalu sejak aku kehilangan pamanku Edo.
Ia meninggal karena penyakit darah tinggi yang akhirnya menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otaknya.

Aku pun ingin menghibur diri dengan berjalan-jalan sendiri di mall besar ini.
Aku ingin pergi ke toko buku dan membaca banyak cerita.
Aku ingin pergi ke salah satu cafe dan menikmati sajian kopi hangat penenang jiwa.
Aku ingin melakukan banyak hal sendiri.
Ya, sendiri.

Aku terus melangkah santai dan membiarkan kaki-kakiku ini pergi membawaku melalui waktu.

Entah apa yang kurasakan saat ini.
Pertama kali aku mendengar kabar tentang ketiadaannya, rasanya kedua kelopak mataku ini tak mau berhenti untuk mencairkan air mata.

Setiap hari yang telah kami lalui, dimana setiap pagi suara nyanyian keras dari suaranya yang sedikit merdu, sedikit saja, mampu membangunkan orang-orang di satu rumah termasuk diriku.

Paman yang biasanya suka ramai sendiri dan berkata hal-hal kocak.
Seorang paman yang sudah banyak membantu mama juga adikku saat mereka bahkan aku tengah menghadapi masalah.
Seorang paman yang memiliki loyalitas terhadap waktu dan orang-orang di sekitarnya.

Akhir-akhir ini, setiap pagi tak ada lagi yang membangunkan kami dengan nyanyian yang suaranya sedikit parau itu.
Setiap malam pun tak kudengar hal-hal konyol pengundang tawa.
Suasana sedikit berubah hening.

Anehnya, aku maupun keluarga yang telah ia tinggalkan, diberkati rasa ikhlas dan tabah yang cukup tinggi.
Jadi meskipun ia telah tiada, kami masih mengenangnya tanpa harus merasakan kehilangan.

Ia adalah sosok paman yang baik meskipun terkadang cara bicaranya agak menyinggung hati.
Namun dalam semua ucapannya itu adalah nasehat baik untuk kami.

Ia pasti bahagia di dunia sana,vkarena sekarang kami tak lagi mampu meneteskan air mata namun lebih sanggup mengingat semua tentangnya dalam doa dan senyuman.

Di sinilah aku.
Berjalan-jalan seorang diri tanpa tahu arah tujuan.
Hanya sedikit mengusir rasa penat juga sedikit menghibur diri saat sebersit kenangan melayang tanpa sengaja di depan mata.

Aku menoleh ke arah samping melihat baju-baju modis yang dipajang apik di balik dinding kaca, kemudian aku kembali menghadapkan pandanganku ke depan.

Langkahku terhenti seketika saat aku melihat seorang pemuda tampan yang sedang berdiri memperhatikanku.

Hanya berjarak dua meter dariku ia terus menatapku tajam.

Ia mengenakan kemeja biru langit yang kedua lengannya ia lipat sampai siku kemudian dua tangannya ia sembunyikan di kedua sisi saku depan celana hitamnya.

Ia langsung meregangkan kedua ujung bibirnya menciptakan senyuman renyah.
Tatapannya tajam menghujamku.

"Akhirnya aku bertemu denganmu, Chrieristku," bisik Michael dalam hati.

Michael (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang