Sang Peramal (1)

530 40 0
                                    

Jackob dan beberapa anak buah Evil yang lain bergegas pergi ke sebuah bandara.
Mereka sudah mempersiapkan segalanya untuk pergi menuju Sergion dimana dikabarkan bahwa Dellion sang peramal berdiam di negara itu.

Mereka tak tahu bahwa ternyata Mark dan Michael sudah mendahului mereka.

Malamnya,
Michael, Mark dan Kenzi, mereka bertiga mengendarai Maserati Ghibli abu-abu menuju hutan Theros.
Melewati jalanan yang sudah tertutup dedaunan kering yang langsung berserakan saat roda-roda mobil yang mereka tumpangi melaju kencang menebas angin malam.

Tak lama kemudian mereka pun tiba di sebuah pondok kecil di ujung hutan.
Mereka menghentikan mobil tak jauh dari tempat itu.

"Gelap sekali di sini." ujar Michael sambil mengarahkan tangannya ke langit menunjuk bulan.

Dalam kegelapan yang pekat ia mengumpulkan sedikit cahaya bulan dan menjadikannya serbuk cahaya lalu menyebarkannya hingga ujung pintu pondok itu.
Serbuk itu berhamburan memanjang seperti sungai langit yang penuh akan taburan bintang.

Mereka bertiga pun melangkah di atas serbuk cahaya itu menuju ke pondok.
Tanpa mengetuk pintu, Kenzi langsung memutar knop pintu depan dan masuk ke dalam.

"Dellion, apakah kau ada di dalam?" tanya Kenzi dengan suara sedikit keras yang membuat gema pada seluruh isi ruangan.

"Apakah selama ini dunia manusia tak mengajarimu sopan santun tentang bagaimana bertamu ke rumah orang Kenzi." ujar suara berat dan sedikit serak dari balik kegelapan di dekat perapian yang menyala.

"Itu kau Dellion?" tanya Mark yang melangkah maju melewati Kenzi.

Tiba-tiba tangan Mark ditarik kuat oleh Kenzi.
Mark langsung menoleh cepat ke arahnya.

"Tunggu Mark." ujar Kenzi dengan mimik serius.

"Ada apa?" tanya Mark bingung.

Ia menarik tangan Mark keluar begitu juga ia memberi isyarat pada Michael untuk keluar dari sana.
Setelah itu Kenzi kembali menutup pintu masuk itu rapat-rapat.

"Ada apa Kenzi? Kenapa kamu membawa kami keluar?" tanya Mark serius.

Kenzi langsung mengarahkan tangannya ke arah pintu dan ia mulai membuat suara berulang.

"Tok tok tok."

Mark dan Michael melihatnya dengan tatapan heran.

"Maaf.
Aku tak mau disebut malaikat yang tak punya etika." ujar Kenzi sambil menyunggingkan senyum manisnya.

"Betul juga Ken." dukung Michael.

"Aisshh...kau dan Michael tak jauh berbeda ya.
Selalu buat aku kesal saja dengan tingkah konyol kalian." ujar Mark.

Dengan tidak sabar Mark kembali membuka pintu itu dan masuk ke dalam.
Ia sudah melihat Dellion sang peramal telah duduk manis di kursi kayu tua dekat perapian.
Cahaya dari perapian itu memperlihatkan seseorang yang telah berusia senja ditandai dengan keriput-keriput kasar yang menghiasi seluruh wajahnya.

Kedua bibirnya yang tak lagi kencang begitu setia mendekap batang cerutu yang menyala.
Kedua mata yang begitu sayu dan kumis serta janggut putih ikut serta ambil andil dalam perkembangan tubuh tuanya.

Namun ia masih bisa duduk tegap dan tidak terlihat lemah sama sekali.
Setelan baju dari kulit dan kain katun yang berwarna coklat terkombinasi apik sesuai dengan gaya jaman dahulu.
Dengan kaki yang disilangkan ia menghadap Mark dan menatapnya tenang.

"Aku sudah lama menunggumu Markhiel."

Michael (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang