Luka

397 28 0
                                    

Saat kami mulai mendekati rumah Boy, kami melihat Boy sedang berdiri gugup di sisi jalan.

"Boy? Apa yang kamu lakukan di sini?" teriak Mark sambil menghentikan laju mobilnya.

Boy langsung menghampiri Mark dan naik ke mobil bersama kami.

"Aku takut kak.
Teman kak Chiellyn ada di rumah.
Aku takut sama dia kak.
Entah kenapa rasanya seperti dia itu bukan manusia." ujar Boy.

"Apa maksudmu Boy?" tanyaku bingung.

"Jangan-jangan dia..." ucapan Mark terhenti lalu ia langsung menginjak gas dan melaju cepat ke rumah Boy.

Sesaat sampai di depan rumah Boy tiba-tiba handphone Mark berbunyi.
Ia melihat sebuah nomor tak dikenal menghubunginya.
Ia pun berinisiatif mengangkatnya.

"Kau baru datang?
Padahal pertunjukan dimulai sedari tadi.
Hadiah yang kujanjikan untukmu telah datang." ucap suara berat di balik telepon sambil terkekeh.

"Apa maksudmu? Halo!" bentak Mark.

Telepon pun tertutup.
Mark langsung membuka pintu mobil dan memasuki rumah Boy.
Diikuti oleh Boy, aku juga kak Michael.

"Ibu...ada kak Mark da..." ucap Boy terhenti dan ia terkejut dengan apa yang dilihatnya di hadapannya.

Ia tak mampu lagi berkata apa-apa.
Mark, aku dan Michael pun tercengang dengan apa yang terjadi di hadapan kami.

Ibu Boy berdiri sambil membawa pisau yang sudah berlumuran darah.
Tak jauh di depannya adik Boy tergeletak lemah bersimbah darah segar.

"I...ibu..." ucap Boy terbata dengan air mata tergenang di kedua matanya.

"A..aku hanya ingin dia bahagia.
Aku tak mampu membuatnya bahagia di dunia ini.
Aku pun ingin bahagia.
Maafkan ibu Boy." ucap ibu Boy sambil mengarahkan pisaunya ke leher lalu mengirisnya perlahan hingga darah segar tersembur ke seluruh tempat di dekatnya.

Ibu Boy langsung terjerembab di tanah dan mengalami kejang karena banyaknya darah yang mengalir keluar.
Seketika itu juga rumah itu penuh dengan genangan darah segar.
Tubuh Boy bergetar.

"TIDAKK! IBUUUUUUU!" teriak Boy sambil menangis dan menghampiri ibunya yang bersimbah darah.

Ibunya hanya terdiam dan tak lagi menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Ia juga menoleh ke arah Leo adiknya yang sudah tak bernyawa.

"ADIIIKKKKK!!"

Tubuh Boy ikut bersimbah darah karena memeluk ibunya yang sudah tak lagi hidup.
Mark melihat kejadian itu dengan muka pucat.
Kedua matanya menghangat dan seketika aliran air mata mengalir di kedua sisi wajahnya.
Ia menghampiri Leo dengan langkah terbata.
Ia memeluk anak kecil tak berdosa itu yang tetap teguh dalam diamnya.

Ia melihat wajah Leo yang pucat dan darah beku juga menghiasi wajah mungilnya.
Terlihat dari bibir dan dagunya yang penuh  dengan bekas aliran darah segar.
Kini Leo hanya bisa terdiam dan tak bernafas.
Ia melihat Boy yang menangis dan terus memanggil ibu yang paling ia kasihi.
Boy terus mengusap lembut wajah pucat ibunya sambil terus berusaha membuatnya bangun kembali.

Aku juga tercengang melihat kejadian itu.
Tubuhku gemetar dan wajahku menghangat.
Air mataku mengalir tanpa mau kuhentikan.
Michael juga nampak pucat.
Ia begitu terpukul dengan apa yang disaksikannya kala itu.

Aku tak kuat menopang tubuhku.
Kakiku terasa lemas dan tanpa kusadari aku pun terduduk lemah di lantai sambil memandangi Boy memeluk ibunya juga kak Mark yang mendekap erat tubuh Leo sambil mengerang dalam tangis.

Michael lalu melihat sesuatu yang bergerak di ujung ruangan.
Ia melihat sesosok wanita cantik berbaju merah yang tertawa ke arahnya lalu menghilang dalam kabut hitam.

Michael (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang