Sudah Saatnya

915 30 2
                                    

Paginya Mark pun terbangun saat sinar matahari pagi berhasil menembus hamparan korden putih yang membentang di jendela kaca.
Ia mencoba mengerjapkan mata perlahan dan beradaptasi dengan cahaya ruangan.
Ia langsung melihatku yang masih lelap dalam tidur pulasku.

Ia menggosok kedua matanya untuk mengusir rasa kantuk yang masih tersisa.
Mark pun bangkit dari sofa itu lalu melangkah ke luar kamar.
Ia pun mencari Felix di ruangannya.

"Aku titip Chiellyn, aku akan pulang sebentar." ujar Mark.

"Ya tentu saja." ujar Felix.

Mark pun pulang sejenak untuk mandi dan berganti pakaian.
Setelah makan ia pun memutuskan langsung ke rumah sakit untuk kembali menemaniku.
Ia putuskan membawa Michael kecil agar bisa memberiku semangat.
Saat ia berjalan di koridor rumah sakit, ia pun berhenti sejenak di sebuah mesin minuman.

Saat ia hendak membeli minuman dingin, tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang seakan-akan berbisik tepat di telinganya.

"Mark."

Suara itu memanggilnya.
Ia tertegun sesaat, namun ia mulai menyadari sesuatu saat ia menebak siapa pemilik suara itu.
Ia langsung menjatuhkan minuman kaleng dingin itu dan langsung berlari menyusuri koridor.
Michael kecil hanya bisa berlari kecil mencoba mengikuti aroma Mark.

Mark pun tiba di depan kamarku lalu ia langsung membuka pintu cepat.
Sesaat kedua matanya terpejam karena cahaya putih yang begitu silau dari ruangan itu.
Saat cahaya itu memudar dan ia bisa melihat lebih jelas, ia melihatku yang sedang duduk di samping ranjang.
Sambil menatapnya dan tersenyum.

Ada seorang malaikat yang berdiri di sampingku.
Ia memakai kain lenan putih halus.
Seluruh tubuhnya bercahaya.
Rambut peraknya yang panjang dibiarkan terurai dan nampak begitu halus.
Kedua matanya biru menawan seperti hamparan samudera.
Ia pun menoleh ke arah Mark dan juga tersenyum.

"Hai Mark." sapanya.

Mark hanya mendengus sinis lalu tertawa kecil.

"Sudah saatnya ya?" ujar Mark sambil melihat tubuh manusiaku yang masih terbaring lemah di ranjang.

"Kau dengar saat aku memanggilmu?" tanya malaikat itu yang tak lain adalah Michael.

"Tentu saja aku mendengarnya." ujar Mark sambil tertawa simpul.

"Hai kak." sapaku.

"Hai.
Sudah saatnya bagimu untuk pergi ya?" ujar Mark sedih.

"Yaahh...aku rasa begitu." ujarku sambil melirik tubuh manusia yang terbaring lemah di belakangku.

"Baiklah.
Setidaknya kau tidak akan pernah merasakan rasa sakit itu lagi bukan." ujar Mark sambil tersenyum renyah.

"Kau benar." ujarku sambil tersenyum lembut.

"Hai Mark? Apa kau tak merindukanku?" ujar Michael yang merasa di acuhkan.

"Ya tentu saja.
Aku sangat rindu mengerjaimu." ujar Mark sambil terkekeh geli.

"Cih...dasar kau ini.
Mark, terima kasih sudah menjaga Chiellyn untukku." ujar Michael tulus.

"Tak perlu berterima kasih untuk hal itu.
Karena menjaganya adalah keinginanku sendiri juga." ujar Mark.

"Tetap saja aku benar-benar berterima kasih padamu, kawan." ujar Michael.

"Yahhh...sama-sama." ujar Mark sambil menggaruk tengkuknya tanpa alasan.

Tiba-tiba terdengar suara gonggongan pelan.
Dan seekor anjing kecil masuk ke dalam kamarku.

"Michael!!" panggilku.

Michael menoleh ke arahku, namun aku tak memandangnya sama sekali malah menatap anjing kecil yang berdiri di samping kaki kak Mark.

"Hei! Kau memanggilku?" tanya Michael.

"Bukan.
Aku memanggilnya.
Kak Mark menamakannya sama denganmu." ujarku polos sambil menunjuk ke arah anjing kecil itu.

Michael menoleh geram ke arah Mark.
Mark dan aku hanya bisa tergelak melihat ekspresi Michael saat itu.
Ia benar-benar lucu hingga membuat kami terpingkal-pingkal.

"Kenapa kalian malah tertawa." ujar Michael kesal.

"Hahh...senangnya saat kita berkumpul bersama seperti ini." ujar Mark sambil menghembuskan nafas panjang.

"Hahaha...tenanglah Mark.
Aku sudah tanya pada pemimpin Surga, kau hanya akan menjaga satu Chrierist lagi setelah ini lalu kau bisa kembali ke Surga." ujar Michael.

"Benarkah?" tanyanya senang.

"Ya begitulah." ujar Michael.

"Tak sabar aku bermain dengan kalian lagi.
Seandainya saja Ekhziel juga masih ada." ujar Mark sedikit sedih.

"Aku harap begitu.
Baiklah sudah waktunya.
Kami harus pergi.
Kau jaga diri baik-baik di dunia selama kami tak ada." ujar Michael sambil menggenggam erat tanganku.

"Baiklah.
Selamat jalan kawan-kawanku." ujar Mark.

"Terima kasih kak Mark." ujarku sambil tersenyum lalu kemudian menghilang di telan oleh cahaya.

Di ruangan itu hanya tersisa tubuh manusiaku yang tak lagi menunjukkan adanya tanda-tanda kehidupan.
Mark hanya tersenyum.

Tiba-tiba Felix datang karena bunyi peringatan tentang ketidak stabilan kondisiku.
Ia melihat bahwa sudah tak ada lagi tanda detak sedikitpun dari jantungku.

"Ia sudah dijemput oleh Michael sendiri." ujar Mark memberitahunya.

"Begitukah." ujar Felix.

Mark pun melangkah keluar dari ruangan itu sambil menggendong Michael kecil.
Felix menarik selimut putih dan menutupi seluruh tubuh hingga kepalaku.

"Hai Michael, hanya kau sekarang satu-satunya kawan yang aku punya.
Kau tak akan meninggalkanku seperti mereka kan." ujar Mark sambil mengusap lembut kepala Michael kecil yang berada di pangkuan tangannya.

"Aufft! Auufft!!" sahut Michael kecil seakan mengiyakan.

"Baiklah.
Ayo kita pulang." ujar Mark sambil terus melangkah menyusuri koridor rumah sakit.

Di Surga,
Aku dan Michael duduk di bawah pohon rindang di sebuah padang rumput luas.
Bersama angin dan kicauan burung-burung kecil menemani kami kala itu.
Michael masih menggenggam tanganku erat.
Kami memejamkan mata untuk merasakan keindahan Surga.

"Dimana pun aku berada, kapan pun itu, aku akan selalu mencarimu.
Dan akan selalu melindungimu." ujar Michael berbisik di telingaku.

Aku menoleh ke arahnya, mengganguk pelan dan tersenyum.
Aku percaya padanya.
Bahkan kini pun ia berada di sisiku lagi.
Kebahagiaanku kini abadikah?
Aku rasa itu masih dalam rencana-Nya bukan.

Terima kasih Tuhan untuk semua hal ini.
Terima kasih.

THE END

Michael (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang