Baik-Baik Saja

513 23 0
                                    

Saat hari mulai beranjak petang, aku pun mulai tersadar.
Pengaruh obat bius seakan mulai memudar.
Kukerjapkan mataku perlahan dan kugerakkan jemariku yang terasa berat.
Ternyata jemariku masih dalam genggaman erat tangan kak Mark.

Mark yang tadinya sempat tertidur kemudian merasakan suatu gerakan di tangannya dan ia pun mulai terjaga.
Ia menatapku sambil tersenyum.

"Kau sudah sadar?" tanya Mark lembut.

"Iya." jawabku lirih masih menahan sakit pada sekujur tubuhku.

"Mengapa selama ini kau tak bilang padaku? Bahwa kau masih merasakan rasa sakit itu?" tanya Mark sedikit kesal.

"Untuk apa aku harus bilang padamu tentang rasa sakitku?
Kalaupun ada yang harus kubagi padamu itu pasti senyumanku bukan rasa sakitku.
Supaya kau tak merasakan semua rasa sakit yang kurasa namun kau bisa tersenyum seperti senyumanku." ujarku.

"Bagaimana bisa kau menyimpan semua itu sendiri? Bukankah aku sudah bilang kalau aku akan menjagamu dan tak akan membiarkanmu terluka lagi." ujar Mark sedih.

"Maaf kak Mark.
Inilah keegoisanku.
Dimana aku lebih mementingkan orang lain daripada diriku sendiri." ujarku.

"Cih...dasar kau ini.
Ngomong-ngomong apa kau marah?" tanya Mark.

"Marah?" tanyaku bingung.

"Iya.
Marah pada Ekhziel yang menyebabkanmu menjadi seperti ini." ujar Mark.

"Hahaha...aku rasa tidak.
Karena aku sudah memaafkannya." ujarku santai.

"Bagaimana bisa secepat itu kau memaafkannya? Dia sudah membuat hidupmu penuh rasa sakit.
Dia juga yang sudah memisahkanmu dengan Michael bukan?" ujar Mark.

"Soal itu...entahlah.
Hanya saja aku memang sudah memaafkannya.
Aku benar-benar tulus memaafkannya.
Untuk apa aku menyimpan benci dan amarah bukan?
Itu hanya membuatku semakin terpuruk dalam rasa sakit.
Masalah rasa sakit yang kurasakan kini, itu adalah hal biasa bagiku.
Sebelum bertemu dengan Michael dan juga kak Mark, aku sudah terbiasa dengan rasa sakit.
Seakan sudah menjadi makananku sehari-hari.
Kalau boleh aku tahu, apakah kau marah pada Evil?" tanyaku penasaran.

"Ya sepertimu juga.
Entah bagaimana aku juga sudah memaafkannya.
Lagipula nama sebenarnya adalah Ekhziel bukan Evil." ujar Mark sambil tertawa kecil.

"Begitu ya." ujarku lirih.

"Kau harus istirahat.
Jangan terlalu banyak bergerak.
Toh kau juga habis dioperasi." saran kak Mark.

"Apa yang mereka katakan tentangku? Apa semuanya baik-baik saja?" tanyaku.

Mark hanya terdiam sesaat.
Ia kemudian mengusap lembut kepalaku sambil tersenyum.

"Jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja." ujar Mark.

Aku pun terlelap kembali dalam tidur panjangku.
Sedangkan kak Mark menemaniku malam itu sambil tidur di sofa dekat jendela kaca.

Michael (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang