Ramalan

768 72 0
                                    

"Siapa Dellion?" tanya Michael.

"Dia malaikat yang dulu membantu Ekhziel.
Kawan lamamu itu." ujar Mark menjelaskan.

Michael menghampiri Mark dan duduk di sampingnya. Ia menatap Mark yang sedang serius berkutik dengan handphone ditangannya.

"Apa urusanmu dengannya?" tanya Michael.

"Hhhh...Dia adalah malaikat pengintai yang sudah lama dikirim ke bumi.
Ada beberapa pertanyaan yang ingin aku tanyakan mengenai perkataannya padaku waktu itu." ujar Mark.

"Perkataan soal apa?" tanya Michael.

"Dia mengatakan bahwa suatu saat nanti akan ada seorang pemimpin malaikat yang akan diutus ke dunia untuk melindungi seorang Chrierist.
Ia juga bilang bahwa malaikat itulah yang akan menghentikan tindakan malaikat pemberontak yang tak lain adalah Ekhziel yang kini kita panggil sebagai sang Evil." ujar Mark.

"Malaikat itu aku?" tanya Michael.

"Sepertinya." ujar Mark tak yakin.

"Memangnya apa rencana Evil kali ini?" tanya Michael.

"Entahlah.
Aku juga tak tahu." ujar Mark.

"Lalu haruskah juga aku mendapat tugas menjaga seorang Chrierist hanya karena aku akan menghentikan perbuatan Evil?" tanya Michael.

"Dia juga bilang kalau ada urusan masa lalu yang belum selesai antara kau dan Chrieristmu." ujar Mark.

"Urusan apa?" tanya Michael.

"Aku juga tak tahu.
Kalau kau bertemu Dellion tanyakan sendiri padanya." ujar Mark sedikit sinis sambil beranjak dari sofa dan melangkah menjauh meninggalkan Michael.

"Kau mau kemana?" tanya Michael.

"Ke kamar mandi, kenapa? Ikut?" tanya Mark.

"Cih...siapa juga yang mau ikut denganmu?"
...

"Kau kenapa terus melihatku sih?" tanyaku risih saat Michael tak berhenti mengamati wajahku.

"Apa sebelumnya kau pernah bertemu denganku?" tanya Michael penasaran.

"Tentu saja." ujarku sambil menyesap hot green tea favoritku.

"Benarkah? Di mana?" tanya Michael penasaran.

Angin berhembus melewati helaian-helaian rambutku.
Ku taruh cangkir kopi yang kusesap kembali di atas meja.
Ku tatap kedua mata Michael tajam.

"Kemarin.
Di rumahku." jawabku singkat.

Bibir tipis Michael menyeringai sinis.

"Cih...bukan itu maksudku." ujar Michael sambil memainkan straw dan mengaduk aduk Frappucinonya.

"Memangnya kau berharap jawaban apa dariku?" tanyaku bingung.

"Entahlah.
Bahkan sampai saat ini aku juga tak tahu mengapa kamu jadi Chrierist yang harus aku jaga." ujar Michael.

"Gak mau nih ceritanya njaga aku? Katanya udah jadi kawan?" ujarku jahil.

"Bukan begitu.
Hanya saja ada sesuatu dalam hati seorang manusia yang bisa membuatnya menjadi seorang Chrierist." jawab Michael.

"Entahlah.
Aku juga tak tahu apa yang ada di dalam hatiku.
Bagaimanapun rasanya semua ini seperti mimpi saat ternyata aku memiliki malaikat penjaga." ujarku sambil memandangnya.

"Yach...pasti suatu hari nanti akan kutemukan jawabannya." jawab Michael sambil mengobrak-abrik rambutku.

"Apaan sih. Rambutku berantakan nih." ujarku sedikit ketus sambil menampik tangannya dari kepalaku.

"Kenapa sih kau ini selalu kesal saat aku melakukan itu padamu.
Aku jadi semakin gemas melihatmu." ujar Michael sambil tertawa.

"Hhh...gemas? Dasar!" gerutuku kesal.

"Aneh deh. Padahal kamu itu sedikit nyebelin loh.
Kok bisa ya jadi Chrierist?" tanya Michael.

"Cuma kamu aja tuh yang bilang aku nyebelin.
Kamu sendiri aneh." jawabku.

"Oh ya? Emangnya apa yang aneh dariku?" tanya Michael.

"Semuanya." jawabku singkat.

Michael (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang