Rumah Sakit

968 84 1
                                    

"Membosankan." gumamku.

Sedari pagi aku menemani nenekku check up di rumah sakit.
Ia menderita diabetes dan jantung.
Sudah tiga jam aku di sini dan menunggu om Erros mengurus semua berkas-berkas rumah sakit.
Aku hanya duduk diam menemani nenekku sambil mendengarkan musik dari headset putih yang menggantung di kedua telingaku.

Tak lama kemudian om Erros datang dan duduk di sampingku.

"Sudah om?" tanyaku.

"Belum.
Masih banyak yang harus di urus dan masih ada urutan periksa lainnya.
Lihat ini." ujar om Erros sambil menunjukkanku sebuah berkas tagihan.

"Hanya ambil darah saja jumlahnya segini, kalau mau lebih lengkap biayanya juga lebih mahal." ujar om Erros.

"Lebih lengkap?" tanyaku.

Sejenak aku berpikir kalo lebih lengkap itu tak hanya diambil darahnya saja namun diambil semua organ tubuhnya untuk diperiksa.

"Lebih lengkap itu maksudnya semua pemeriksaan tak hanya darah tapi juga jantung, tekanan darah dan lainnya." kata om Erros menjelaskan.

"Oh..." ujarku mengerti.

Sejenak pikiranku tadi menakutkan sekali.
Aku pun menertawakan diriku sendiri.

"Om...aku ke kantin dulu ya beli kopi.
Ngantuk nih." kataku.

"Oke
.Jangan lama-lama." kata omku.

"Beres!" ujarku meyakinkan.

Aku beranjak dari tempat dudukku dan melangkah menuju tangga. Aku menuruni anak tangga lalu berbelok ke arah kiri.

Tiba-tiba aku melihat seorang pemuda yang sebelumnya pernah aku kenal sedang berjalan melintas di depanku sambil terus memandang handphone yang di pegangnya.

"Kak Mark?" sapaku tak yakin.

Pemuda itu menoleh ke arahku dengan cepat.

"Chiellyn? Lagi apa di sini?" tanya Mark yang melangkah menghampiriku.

"Aku lagi nemenin nenekku check up. Kak Mark sendiri ngapain di sini?" tanyaku penasaran.

"Aku sedang memantau pengobatan ibunya Boy." ujar Mark.

"Ibunya Boy? Sakit apa memangnya kak?" tanyaku penasaran.

"Leukimia." jawab Mark singkat.

"Astaga? Bagaimana keadaannya sekarang?" tanyaku sedih.

"Sedikit membaik akhir-akhir ini..." ujar Mark terputus karena tiba-tiba ada seseorang yang memanggil Mark.

"Mark." sapa seorang pemuda yang mengenakan seragam kedokteran berwarna putih.

"Hai Lix." balas Mark.

"Sudah lama kamu menungguku?" tanya dokter itu.

"Nggak juga kok.
Oh ya kenalin, ini adikku, namanya Chiellyn." kata Mark sambil menepuk pundak kananku.

"Oh...hai aku Felix." kata dokter itu sambil mengulurkan tangannya padaku.

"Chiellyn." jawabku singkat sambil menjabat tangannya dan tersenyum.

Felix adalah seorang dokter bedah yang mempunyai postur tubuh tinggi sejajar dengan Mark.
Kulitnya putih dan ia memiliki senyuman yang manis.
Rambut hitam tebalnya tampak rapi dengan potongan pendek.

"Ternyata kamu punya banyak adik ya Mark." ujar Felix.

"Hahaha...yach banyak saudara kan lebih baik." kata Mark sambil tertawa renyah.

"Kalau gitu aku segera ke ruangannya sekarang.
Aku tinggal dulu ya Mark, Chiellyn." ujar Felix sambil meninggalkan kami berdua.

"Oke." jawab Mark.

"Iya." jawabku singkat.

"Adik?" ujarku menyindir.

"Tak apalah.
Masa kamu tak mau punya kakak seganteng diriku ini?" ujar Mark sambil tertawa jahil.

"Cih...aku juga mau pergi kak." ujarku sambil melangkah menjauhinya.

"Eh...mau kemana?" tanya Mark.

"Ke kantin." jawabku.

"Ikut." kata Mark sambil berjalan mengikutiku.

"Sukanya ikut-ikutan aja." kataku sambil tertawa geli.

"Suka-sukaku lah." jawab Mark sambil merangkul pundakku dengan lengan kanannya.

Michael (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang