Undangan

789 76 1
                                    

Mr.Robert sibuk dengan berkas-berkas yang berserakan di meja kerjanya.
Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar dari luar dan menggema keras di dalam ruangan.

"Masuk." ujar Mr.Robert dengan suara yang lantang.

Sesaat kemudian daun pintu terbuka perlahan.
Mark melihat Mr.Robert sambil tersenyum lalu melangkah pelan menghampirinya.

"Apa yang sedang anda kerjakan Mr.Robert?" tanya Mark sambil duduk di kursi yang berada berseberangan dengan tempat duduk Mr.Robert.

"Oh tuan Mark.
Saya sedang mengurus dokumen perusahaan untuk kepemilikan sebuah Resort di pulau Mallow." jawab Mr.Robert.

"Apa ada masalah?" tanya Mark.

"Tidak. Semua terkendali dengan baik." ujar Mr.Robert.

"Oh ya Mr.Robert, aku ingin bertanya sesuatu padamu." ucap Mark dengan kesan serius.

"Ada apa tuan Mark?" tanya Mr.Robert.

"Apakah anda tahu dimana Dellion sekarang berada?" tanya Mark.

"Akh...soal itu.
Saya akan mencoba mencari tahu.
Sudah agak lama saya tidak mendengar kabar tentangnya." ujar Mr.Robert.

"Baiklah Mr.Robert.
Jika ada kabar tentangnya tolong beritahu aku.
Ada urusan yang harus aku selesaikan dengannya." ujar Mark sambil beranjak dari tempat duduknya.

"Baik tuan Mark." jawab Mr.Robert.

...

"Apa ini?" tanya Michael sambil mengacungkan sebuah amplop tebal berwarna hitam dengan berbagai ukiran emas yang menghiasinya.

"Ini undangan.
Tetanggaku akan menikah." ujarku menjelaskan.

"Terus kau mengajakku?" tanya Michael dengan wajah yang berharap.

"Itupun kalo kamu sedang gak sibuk." ujarku santai.

"Tentu saja. Aku selalu punya banyak waktu untukmu." ujar Michael senang.

"Ck...Dasar kau ini.
Baiklah kau boleh ikut menemaniku." kataku sambil mencubit kedua pipinya.

"A...apa yang kamu lakukan?" tanya Michael dengan wajah yang sedikit memerah.

"Apa? Aku hanya mencubit pipimu." ujarku sambil mengulangi hal itu lagi.

"Kalo gitu aku ingin mencubit hidung mungilmu itu." kata Michael sambil mencubit ujung hidungku.

"Auwww...ck dasar.
Mentang-mentang hidungmu bagus seenaknya saja kau mencubit hidung imutku ini? Sini kau!" ujarku sambil mencoba menggapai hidung Michael untuk balas dendam.

"Hahahahaha...coba saja kalo bisa." kata Michael sambil terus berkelit agar tanganku tak bisa menyentuh hidungnya.

Aku terus mencoba menggapai hidung tajam itu namun Michael sangat pintar menghindar.
Aku mencobanya dari belakang.
Ku sergap dengan kedua tanganku namun Michael berhasil menangkap kedua tanganku.
Ia pun menoleh ke arahku yang tanpa kami sadari wajah kami berjarak sangat dekat.

Aku bisa melihat kedua mata cokelatnya yang teduh dengan jelas.
Hidung mancung tajamnya, juga bibir tipisnya yang bersemu merah.

Entah mengapa itu membuat jantungku berdegup sangat kencang.
Wajahku seakan menghangat karenanya.
Michael juga tertegun sesaat melihatku.

"Ah...sudah ah. Capek." ujarku membuyarkan suasana.

Michael hanya mengerjapkan mata polos tanpa merasakan apapun.
Berbeda denganku, aku masih merasakan kegugupan dalam diriku sampai detik ini.

"Oke.
Aku akan jemput kamu." ujar Michael sambil membawa undangan hitam itu dan berjalan menjauh.

"Yaaa...." jawabku malas.

Michael memasuki mobil putihnya.
Ia membuka kaca jendela lalu tersenyum padaku.
Aku melambaikan tangan padanya.
Tak lama kemudian ia pun pergi menjauh.

Michael (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang