Awan tua (2)

1K 91 1
                                    

Aku duduk santai di sofa ruang tamu rumahku sambil merengkuh sebuah bantal kecil berwarna peach.
Aku melihat cahaya di luar jendela dan tiba-tiba kedua sisi ujung bibirku tertarik dan terciptalah sebuah senyuman manis yang membuat lesung pipiku terlihat.

Aku teringat akan kisah awan tua yang diceritakan Michael padaku kemarin.

...

"Cerita yang bagus." ujarku.

"Tentu saja.
Awan tua itu pun menjadi awan besar dan bisa menurunkan hujannya sendiri." kata Michael sambil tersenyum.

Ia menoleh ke arahku, pandangan kami saling bertemu dan melekat beberapa saat.
Ia lalu tersenyum dan kembali menghadap langit.

"Kamu tahu makna dari kisah awan itu?" tanya Michael.

"Hmm...entahlah.
Menurutku pasti ada sangkut pautnya tentang kehidupan." jawabku sambil mengarahkan kembali pandanganku pada langit.

"Iya.
Kau benar.
Seperti apapun harapan kita.
Seperti apapun keinginan indah kita.
Jika Tuhan sudah berencana pada kehidupan kita, maka tak perlu kita mencoba bersandar pada orang yang lebih berkuasa dari kita.
Awan itu bagaikan orang kecil yang ingin menjadi sukses atau besar lalu mampu menurunkan hujan yang dalam arti membagi kebaikan.
Tak perlu memanfaatkan harta atau kekuasaan orang besar lainnya.
Karena jika Tuhan sudah berkehendak, disertai juga keyakinan dan kesabaran kita, maka Ia bisa membuat kita besar dengan sendirinya.
Dengan demikian kita bisa membagi kebaikan dari apa yang kita miliki sendiri." ujar Michael.

"Cerita hidup yang indah." kataku
memujinya.

"Masih banyak cerita hidup lain yang ingin aku ceritakan padamu.
Akan kuceritakan setiap kali kita bertemu.
Gimana?" tanya Michael.

"Yach...boleh juga." ujarku santai.

"Ngomongin apa sich kalian berdua?" tanya Mark penasaran yang tiba-tiba datang sambil duduk di sampingku lalu ikut merebahkan diri karena kelelahan usai berlarian dengan Boy dan Leo.

"Kepo." sahutku sambil tersenyum jahil.

"Apaan tuh kepo?" tanya Mark bingung.

"Hahahaha...kepo itu artinya pengen tahu aja.
Dasar malaikat jaman old." kataku sambil tertawa terbahak-bahak.

"Cih...makan ini kepo!" ujar Mark sedikit kesal sambil menyuapkan paksa sebuah roti keju ke dalam mulutku yang sedang terbuka karena tertawa.

Aku seketika menggigit roti itu.
Aku beralih ke posisi duduk lalu mengunyah lembut roti keju yang diberikan Mark.

"Enak." ujarku polos.

Mark terkekeh melihatku.
Michael juga langsung beralih ke posisi duduk dan melihatku yang sedang asyik melahap roti itu.
Mark juga beralih posisi duduk.
Ia pun dengan tertawa renyah mengobrak abrik rambutku.
Aku segera menghentikan acara makanku dan menatap Mark dengan tajam dan sinis.

Michael ikut tertawa renyah dan ikut mengobrak abrik rambutku hingga berantakan.
Aku terkejut dan langsung menghujamkan padanya tatapan dingin.

Aku letakkan rotiku dan kemudian kedua tanganku membalas mengobrak abrik rambut mereka.Tangan kananku pada rambut Mark dan tangan kiriku pada rambut Michael.
Aku pun menyebarkan tawa kemenangan.
Rambut mereka sama-sama berantakan.

Mark dan Michael pun saling berpandangan lalu keduanya menciptakan sebuah senyuman licik.
Seketika mereka pun mengobrak abrik rambutku bersamaan.

Aku pun spontan mendesis kesal.

"Aaa....apa-apaan sih kalian!" teriakku kesal sambil menampik tangan Michael dan Mark dari rambutku.

Tiba-tiba Boy dan Leo datang menghampiri kami dan ikut bermain bersama kami.
Kami pun tertawa bersama menghabiskan waktu indah hari itu.

Michael (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang