White

645 58 0
                                    

Seminggu telah berlalu.
Hari ini pun tiba.
Aku akan mendatangi sebuah pesta mewah.
Itu sangat luar biasa bagiku karena hal ini adalah kesempatan langka bagiku.
Aku sangat jarang sekali menghadiri sebuah pesta apalagi pesta di sebuah hotel.
Bagiku itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan luar biasa.

Aku membuka lemari coklatku dan mengambil gaun putih pemberian paman Jonathan.
Gaun yang sangat indah.
Aku tak sabar untuk memakainya.

Kubelai lembut gaun sutra putih yang begitu halus itu.
Kuamati tiap lekuknya sambil tersenyum lalu kucubit kedua pipiku.

"Auww...aku gak mimpi kok.
Ini beneran punyaku? Astaga, cantik sekali.
Terima kasih Tuhan, aku sangat menyukainya.
Terima kasih sekali lagi.
Aku sayang Engkau." ujarku dalam hati sambil kurebahkan gaunku itu di atas tempat tidur.

Aku pun melangkah dari kamar menuju kamar mandi sambil bernyanyi-nyanyi kecil mewakili hatiku yang bahagia saat ini.

Sesaat kemudian setelah selesai mandi aku pun kembali ke kamar.
Merias diri apa adanya dengan dandanan sederhana dan natural.
Kupoles garis kelopak mata atasku dengan eye liner coklat dan kububuhi ujung mataku dengan eye shadow berwarna peach sedikit keemasan.

Kuoles liptint berwarna peach kemerahan pada bibir bagian dalam dan kubaurkan sedikit di bagian luar.
Sedikit ku torehkan blush on berwarna lembut di sepanjang rahang pipiku.

Suara handphone ku berbunyi di atas ranjang.
Aku segera mengambilnya dan mengangkat telepon itu yang tak lain dari Michael.

"Aku sudah di depan rumah nih." ujar Michael.

"Oke. Sebentar ya." jawabku sambil menutup telepon.

Aku pun langsung memakai gaun itu lalu memakai high heels berwarna senada juga tas rantai kecil yang juga berwarna putih.

Setelah berpamitan dengan om dan nenekku aku pun langsung berjalan santai menuju teras rumah dan membuka pagar.

Saat aku membuka pagar hitam itu aku melihat seorang pemuda dengan setelan blazer Sylver yang sangat rapi dan menawan.
Rambut coklatnya terlihat begitu halus diterpa sedikit angin.
Entah mengapa wajahnya nampak begitu bersinar.
Tatapannya begitu teduh dan menenangkan.

Ia pun tersenyum saat melihatku.
Bibir tipis nya yang membentuk senyuman itu seakan membuat sebuah kata
" Sempurna" untuk penampilannya saat ini.

Sesaat aku terpaku dan terdiam melihatnya.

"Astaga?
Michael tampan sekali? Apa aku gak mimpi kenal sama orang di hadapanku saat ini? " pikirku sambil termangu.

Michael melangkah pelan mendekatiku.
Ia tersenyum kecil saat melihatku.
Ia pun memandangku lekat dari jarak yang begitu dekat.
Aku mengerjapkan mata cepat tersadar bahwa jantungku berdetak tak normal.

"Kamu segitunya ngelihat aku? Aku ganteng ya?" tanya Michael narsis.

Aku mencoba sadarkan diri.
Aku pun mendengus sinis.

"Cih...pede banget sih." ujarku dingin.

"Hmm..kelihatan kali dari tatapanmu tadi.
Ya kan? Ya kan?" ujar Michael jahil.

"Akh...apa-apaan sih.
Iya iya kamu ganteng banget hari ini." ujarku malu-malu.

"Hmm...pakai banget ya." ujar Michael sambil tersenyum sendiri.

"Aisshhh...dasar." ujarku sedikit ketus.

"Eitss...tunggu. Kau kenapa begini?" tanya Michael sambil mengucek kedua matanya.

"A..a..apa? Aku kenapa? Apa ada yang salah sama dandananku?" tanyaku panik sambil menutupi kedua pipiku.

"Iya.
Kali ini kau sangat sangat ... berkilau." ujarnya sambil tersenyum padaku.

Seketika wajahku pun menghangat begitu juga jantungku langsung berdetak tak karuan.
Aku rasa pipiku pasti terlihat sedikit memerah.
Baru kali ini aku dipuji oleh seseorang dengan tulus.

Aku pun tersenyum sendiri sambil memandang langit.

"Udah kali GR nya. Ayo berangkat." jawab Michael sambil terkekeh dan berjalan menuju mobil.

Seketika senyumku berubah jadi cibiran sinis.

"Aisshh...dasar anak ini.
Pintar banget ya kalo buat orang terbang terus dijatuhin gitu aja." pekikku dalam hati sambil menghembuskan nafas berat.

Aku pun masuk ke mobil Michael dan kemudian kami memulai perjalanan malam itu.

Michael (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang