"Kita berdua balik duluan ya, Ge. Bye." Rica dan Urel kompak melambaikan tangan pada Getha saat pelajaran terakhir usai beberapa menit lalu.
"Hm, hati-hati di jalan." Balas Getha, lalu kembali membaca sebuah buku tebal untuk persiapan materi di semester depan. Getha memang pribadi yang sangat ambisius.
"Ge, nanti tolong bilangin sama Dimas ya kalo gue nggak bisa lihat dia latihan sore ini. Soalnya Mama gue nyuruh pulang cepat, katanya sih ada acara keluarga mendadak." Perjelas Urel sebelum benar-benar pergi meninggalkan kelas bersama Rica.
Getha menengok sebentar, lalu mengangguk mengiyakan saja.
Kini di dalam kelas hanya ada Getha dan juga si anak kembar bernama Metha dan juga Mikha. Metha si biang rusuh di SMA Merdeka sedangkan Mikha sang langganan juara umum.
"Lo nungguin Dimas latihan lagi, Ge?" Mikha bertanya penasaran.
Getha mengangguk, "Iya." Balasnya tanpa mengalihkan fokusnya dari buku. Getha terlihat serius membaca.
"Oh gitu, gue duluan ya? Kelas ekskulnya sebentar lagi mau mulai."
Getha menutup bukunya, lalu mendongak menatap Mikha. "Lo masih jadi anggota di ekskul Seni, kan?" Tanya Getha sambil menaikan sebelah alis, menatap kepo Mikha.
Mikha mengangguk. "Iya, kenapa?"
"Nggak apa-apa sih, cuma mau iseng tanya aja." Dengan tanpa dosa, Getha kembali fokus membaca bukunya lagi. Mengabaikan Mikha yang terlihat sedang cemberut dan menahan kesal.
"Dasar," gumam Mikha, lalu beranjak pergi meninggalkan kelas XI IPS-1.
"Itu anak kebiasaan banget kalo pergi nggak pamitan dulu sama gue."
Getha menengok ke bangku belakang, samar-samar bisa mendengar suara gerutuan Metha yang tidak santai.
"Oy, Ge! lo mau ke lapangan basket sekarang atau mau disini aja sama buku tebal yang membosankan itu?" Saat ini Metha berdiri di samping bangku Getha sambil bersedekap dada, menatap judes cewek pintar itu.
Getha terkekeh, "Iya." Balasnya.
"Iya apa nih?" Cibir Metha.
Getha memasukan buku tebal tadi ke dalam tas, lalu bangkit berdiri. "Kita ke lapangan basket sekarang, Met."
"Yuk," Ajak Getha.
"Seharusnya lo ngajak gue dari tadi, Ge. Supaya gue nggak lama-lama duduk di belakang nungguin Lo!" Metha protes sambil cemberut.
Getha tersenyum tipis sambil geleng-geleng kepala melihat Metha.
Kedua gadis berbeda karakter itu beranjak pergi meninggalkan kelas, mereka menyusuri koridor sekolah yang sudah lumayan sepi. Tujuan mereka adalah ke lapangan outdoor khusus lapangan basket yang jaraknya cukup jauh dari kelas mereka. Sesekali mereka mengobrol membahas banyak hal secara random guna menghilangkan suasana canggung.
***
"Uhuy penyemangat akhirnya datang juga! daritadi kemana aja sih? Gue nungguin lo datang kok lama banget?" Melihat kedatangan Metha, Fandi langsung saja melemparkan bola basket yang ada di tangannya ke sembarang arah. Cowok itu melompat tidak jelas sambil tersenyum lebar, lalu berlari kecil menghampiri Metha.
"Mau heran, tapi dia si Fandi." Dimas geleng-geleng kepala melihat tingkah laku Fandi saat berinteraksi dengan Metha. Cowok itu pun menghela napas panjang, lalu segera menghampiri Getha yang sedang berdiri di pinggiran lapangan. Raut-nya terlihat cuek.
"Sudah lama menunggu?" Dimas bertanya, kini cowok itu sudah berdiri tegak di samping Getha Nathalia.
"Enggak kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH YOU
Teen Fiction[PROSES REVISI] Ini tentang Getha Nathalia dan dunianya yang berubah 180° semenjak bertemu dengan kedua orang tua kandungnya. Di saat kerumitan di dalam hidupnya di mulai, sesosok laki-laki bernama Reygan Argara membuat kerumitan hidup yang di ala...