With You - 28

596 30 4
                                    

Getha terisak pelan, penerangan yang minim membuat gadis itu lebih leluasa untuk melepas tangisnya yang tertahan.
Suasana dalam kamar sangat gelap, tak ada cahaya lampu, gordeng jendela tertutup rapat begitupun dengan pintu yang sudah dikunci dari dalam.

"Kenapa hidup gue gini banget? Asal usul gak jelas, nggak punya orangtua kandung, semua kisah hidup gue nggak ada yang menarik. Sialnya lagi, gue baru tau sekarang kalo gue bukan anak kandung keluarga Clinton." Getha mengusap kasar airmatanya.

"Gue yang terlalu bego, apa mereka yang terlalu pinter sembunyiin masalah ini?" Getha terus berceloteh.

"Gue bego! Nggak berguna!" Getha memukul dirinya sendiri, gadis itu membenturkan kepalanya ke tembok.

"Aaaaarrggh!" Getha menjambak rambutnya frustasi, dengan derai airmata yang terus saja menetes.

"Nggak mungkin gue terus-terusan kabur menghindar dari mereka, ada saatnya gue harus maju hadepin mereka semua." Kini Getha beringsut duduk dipojokan kamar, kondisinya terlihat acak-acakan dan kacau.

"Gue harus temuin mereka sekarang, pasti mereka masih di depan." gadis itu bangkit berdiri. Langkahnya terhenti saat melihat seorang cowok yang sedang berdiri didepan pintu kamarnya. Cowok yang Getha kenal.

Saat Getha membuka knop pintu kamarnya, tiba-tiba saja seorang cowok tampan berdiri tegak disana.

Tepat dihadapan wajahnya.

"Ngapain lo disini?"

"Jemput lo."

"Bacot. Mendingan lo pergi deh!"

"Kok Getha yang sekarang ngomongnya agak kasar sih? Mana Getha yang dulu? Yang selalu irit ngomong dan selalu tampil flat?"

Getha memukul daun pintu cukup keras, lalu beberapa detik setelahnya dia menunduk menatap lantai sembari bergumam, "Getha yang dulu udah mati. Ini gue yang sekarang."

"Gue sayang sama lo, Ge." Cowok itu memeluk Getha yang berdiri mematung dalam dekapan hangatnya.

Arga mengusap lembut puncak kepala Getha, mengusap lengan dan juga punggung gadis itu dalam diam. Ya, cowok itu adalah Reygan Argara. Arga berusaha menenangkan Getha, berusaha membuat gadis itu rilex menghadapi masalah pribadinya.

"Lupain semua masalah yang selama ini lo pikirin, Ge. Gue siap jadi tempat lo bersandar. Jangan pernah merasa sendiri apalagi kesepian. Gue akan selalu ada bersama lo, kapanpun dan dimanapun." Ucap Arga perhatian.

"Kita bisa cari inti masalah dan juga jalan keluarnya. Lo gadis yang cerdas dan kuat, gue yakin lo bisa segera menyelesaikan semua masalah lo. Kalau lo merasa sendiri, ingat gue! Karena gue akan selalu bersama lo."

Perlahan tapi pasti Getha membalas pelukan Arga, walaupun agak kaku. Sekadar informasi saja, ini pertama kalinya bagi Getha membalas pelukan seorang cowok. Singkatnya, Arga adalah cowok pertama yang Getha peluk. Bahkan Dimas pun tidak pernah mendapatkan pelukan Getha.

"Nangis aja kalo lo mau nangis, Ge."

Getha mengeratkan pelukannya. Kedua remaja itu berpelukan didepan pintu kamar Getha. Untung saja keadaan panti sedang sepi, jadi tidak akan ada anak-anak yang melihat adegan bombay kedua remaja itu.

"Hm, eum makasih banyak." Kedua tangan Getha melingkar erat dipinggang Arga, wajahnya terbenam didada bidang cowok blasteran itu.

Arga tersenyum, "Sama-sama."

Kini mereka berdua duduk lesehan dilantai, lebih tepatnya didepan pintu kamar panti Getha. Arga memangku Getha, sedangkan Getha masih terlihat nyaman berada dalam pelukan Arga. Mereka berdua diam tanpa kata, Getha yang sedang sesenggukan dan Arga yang setia mengusapi puncak kepala gadis itu.

WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang