"WOI HARI INI KITA BAKAL PULANG CEPET!! AYO TEPUK TANGAN, YANG NGGAK TEPUK TANGAN GUE SUMPAHIN TANGAN KALIAN KAPALAN SEGEDE CILOKNYA MANG JUSTIN!" Rica berteriak heboh, gadis itu berdiri diatas kursi guru dengan gulungan buku digenggaman tangan.
Bagaikan sihir di siang bolong, semua murid di dalam kelas XI IPS-1 bertepuk tangan meriah. Rica tersenyum merekah melihat itu, gadis itu dadah-dadah tidak jelas di atas kursi.
"Emang kata siapa kita bakalan pulang cepet?" tanya Messi, dengan posisi kedua kaki yang berada diatas meja persis seperti bocah yang disunat.
Rica melompat turun dari atas kursi, berdiri didepan papan tulis. "Tadi gue dengar sendiri saat lewat ruang kepala sekolah. Pemilik sekolah katanya bakal dateng kesini sekitar jam sepuluhan, dan kita BAKAL DI PULANGKAN... YUHUUUUUUU!" Rica kembali heboh dengan tingkah absurdnya, bergerak bringas tidak jelas didalam kelas.
"Yoi, gue yang jadi saksi matanya. Pas lewat ruang kepala sekolah gue sama si Sambel nggak sengaja denger pembicaraan kepala sekolah sama wakasek kesiswaan tentang informasi ini, dan sebagai murid yang berbudi pekerti yang luhur, gue sama si Sambel berinisiatif nguping pembicaraan itu." Metha tiba-tiba muncul dan berdiri disamping Rica yang sedang heboh.
Rica berdecak pinggang, "Nama gue RICA. dan gue nggak suka kalo elo manggil gue SAMBEL. Stop bacot!"
"Suka-suka gue dong. Mulut-mulut gue, bwek."Metha menjulurkan lidah berniat meledek lalu kembali berkata, "Lagian nama lo mirip sama rasa mie instan sih, elo taukan Indomie goreng sambal rica rica? Nah, bukannya nama elo dicantumin ya dijudul mie itu? Jangan salahin gue dong, karena gue tidak salah sama sekali." Metha berkilah lantang penuh percaya diri.
"SETUJU! HIDUP METHA!!" teriak Rogi dan Messi secara bersamaan. Rica melotot tidak terima. Rica menatap marah pada Messi dan juga Rogi.
"Setau gue nama elo itu Berliana Ricardo. Terus kenapa bisa di panggilnya Rica? heran deh gue sama manusia jaman sekarang, namanya apa di panggilnya apa? sama aja tuh kayak mahluk ndeso di kelas kita!" Cerocos Messi, tentu saja dengan tujuan ingin menyindir Gusi si gadis cantik nan montok pindahan dari desa didaerah terpencil. Usut punya usut, Gusi adalah mantan pertama Messi dan banyak rumor yang beredar jika Messi gagal move on dari Gusi.
Rica mendengus kesal, gadis dengan perawakan mungil itu berjalan menuju bangkunya diurutan paling belakang, tepatnya dipojokan kelas.
"Anu ada anu! anu mau ke kelas kita!" Urel berucap dengan napas tidak teratur. Para penghuni kelas menatap bingung pada Urel yang saat ini sedang berdiri di ambang pintu kelas XI IPS-1.
Buk
Metha melempar kotak pensil dan berhasil mengenai kepala Urel. Lemparan Metha memang mantap, karena saat SD dulu dia atlet voli.
"Lo apa-apaan sih, Met?" Urel mendengus, menatap kesal Metha.
"Ada juga elo yang apa-apaan, Rel? ngomong nggak jelas anu anu apaan? Nggak jelas banget." cibir Metha dengan mata yang terfokus pada layar ponsel dengan bahu yang menyandar pada tembok kelas. Metha adalah penggemar game yang sedang viral.
Suasana kelas hening, tidak ada yang berani bersuara sama sekali. Senyap.
"Pemilik sekolah mau masuk ke kelas kita, guys. Dia kayak mau berkunjung atau apa gue gak tau, tapi yang jelas dia bakalan masuk ke kelas kita." kata Urel masih berdiri diambang pintu.
Situasi kelas yang tadinya hening kini berubah heboh dan berisik hanya dalam sekejap, hanya gara-gara suara melengking milik Urel saat berbicara.
"SIAPA YANG NGGAK ADA DI KELAS?! CEPET SURUH MASUK! PANGGIL COWOK-COWOK YANG MASIH NONGKRONG DI KANTIN, CEPAT!!!" Perintah Ezra sang ketua kelas, berteriak dengan suara tegasnya.
Messi dan Rogi mengangguk, dua cowok itu berlari menuju kantin sesuai intruksi dari sang ketua kelas.
Dalam waktu kurang dari lima menit, cowok-cowok sudah masuk ke dalam kelas, begitupun dengan para cewek bandel yang hobi melabrak adik kelas, semua cowok maupun cewek di kelas XI. IPS-1 sudah terkumpul semua.
Kini giliran Ezra yang berdiri didepan papan tulis. "Oke guys, berhubung pemilik sekolah akan masuk ke kelas kita alangkah baiknya jika kita bersihkan kelas ini terlebih dahulu. Nggak usah di-pel, cukup disapu aja biar gak ada debu. Bersih-bersihnya bisa kita mulai sekarang, kita masih punya waktu sekitar sepuluh menitan lagi sebelum pemilik sekolah sampai dikelas kita." Ezra mulai memberi intruksi, para mahluk penghuni kelas XI IPS-1 pun melakukan apa yang Ezra perintahkan dengan lantang tadi.
Anak-anak cewek di tugaskan untuk menyapu sedangkan yang cowok ada yang menghapus tinta sepidol di papan tulis dan ada juga yang bergantian menyapu jika ada cewek manja yang tidak mau melakukan apa-apa.
Metha dan Rica hanya menyapu area tempat duduk mereka saja. Keduanya tidak mau repot-repot ikut menyapu seperti mahluk hidup dikelas mereka.
Dalam waktu enam menit, kelas sudah bersih tanpa debu, dan jangan lupakan aroma harum semerbak karena tadi Rogi dan Ezra menyemprot setiap sudut kelas dengan pewangi ruangan.
Tepat saat kelas sudah rapi dan bersih, sang pemilik sekolah menginjakan kakinya ke dalam kelas XI. IPS-1. Suasana kelas langsung senyap, suara ketukan langkah sepatu menggema merdu didalam ruangan kelas mereka.
"Selamat Pagi." Beliau menyapa ramah.
Para penghuni kelas kompak menjawab 'Pagi' dengan semangat.
"Gila! gue baru tau kalau pemilik sekolah kita masih muda banget. Udah gitu ganteng banget lagi." Rica mencondongkan tubuhnya pada Metha, berbisik menyampaikan komentarnya kepada gadis nakal itu. Metha pun menanggapi ucapan kawan sebangkunya dengan anggukan.
Getha dan Mikha juga melotot kaget, saat yang masuk ke dalam kelas mereka adalah seorang pemuda tampan. Jangan tanyakan bagaimana reaksi Urel, gadis itu dengan tidak malunya membuka mulut lebar-lebar saat melihat tampang pemilik sekolah.
"Siapa ketua kelasnya disini?" tanya pemilik sekolah sambil berjalan menuju meja guru dipaling depan.
Ezra mengacungkan tangannya. "Saya, Pak!" ucapnya sopan dan tegas.
Pemilik sekolah mengangguk sambil mengusung senyuman singkat. Hanya satu kata yang dapat dijabarkan ketika melihat visual beliau, tampan banget!
"Mungkin kalian semua bingung, kenapa seorang pemilik sekolah ini adalah seorang pria muda seperti saya." katanya membuka suara, para murid pun hanya diam menyimak.
"Nama saya Arvano Marvelio. saya adalah cucu dari pemilik sekolah kalian yang dulu dan sekarang saya sudah resmi menjadi kepala sekolah di SMA Merdeka ini menggantikan kakek saya yang tahun ini akan pensiun."
"Ada yang ingin di tan--" ucapan Arvan terpotong saat mendengar kaki seorang gadis menendang kasar daun pintu. Suasana yang tadinya damai dan tentram kini berubah berutal.
BRAK!!
Si pelaku masuk ke dalam kelas dengan percaya diri, kedua tangannya di lipat di depan dada dengan kedua lengan baju yang di gulung dan dua kancing teratas terbuka. Rok abu-abunya lima centi di atas lutut dan rambutnya di cepol asal dengan kalung hitam berbandul silet tajam yang bertengger di lehernya. Rautnya terlihat seperti tokoh antagonis di sinetron, yakni sinis dan super judes.
***
Siapakah pelaku penendang pintu?
Terima kasih sudah membaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH YOU
Teen Fiction[PROSES REVISI] Ini tentang Getha Nathalia dan dunianya yang berubah 180° semenjak bertemu dengan kedua orang tua kandungnya. Di saat kerumitan di dalam hidupnya di mulai, sesosok laki-laki bernama Reygan Argara membuat kerumitan hidup yang di ala...