Setelah hujan mereda Getha pulang ke rumahnya, di ikuti oleh Mikha yang kini sedang duduk santai di halaman belakang rumah Getha yang di penuhi bunga-bunga bermekaran, mereka berdua membaca majalah fashion. Suasana disana sangat adem dan nyaman untuk bersantai. Apalagi aroma tanah yang terkena air hujan, menambah kesan betah bagi siapapun yang singgah ditaman buatan itu.
"Ge?" Mikha menutup majalahnya, berganti menatap Getha yang sedang fokus melukis di papan kanvas. Ya, melukis merupakan salah satu hobi Getha baru-baru ini. Getha itu sangat berbakat dalam berbagai bidang.
"Hm."
"Lo suka belanja minyak wangi merk Versace? kebanyakan duit ya kali lo!" Cerocos Mikha tanpa jeda. Merupakan keberuntungan bagi Getha karena Mikha selalu banyak menggunakan kosa kata jika bersamanya, lain dengan orang lain, Mikha senantiasa jutek dan selalu bicara seperlunya saja.
Jari lentik Getha berhenti melukis, matanya kini beralih menatap Mikha yang duduk di sampingnya. "Punya Kak Netha, lagian gue mana tahu merk begituan! gue tipe orang yang sayang duit, apalagi untuk barang mahal. Selama gue nyaman, pake baju harga 35 ribuan juga gue percaya diri."
"Owh gue kira punya lo."
"Bukan."
***
Dimas mengamati setiap sudut bahkan hampir setiap jengkal rumahnya. Ia baru ngeh jika Getha tidak ada di rumahnya. Kemana perginya Getha? Dimas tidak tahu. Ini semua pasti karena ulah para sahabatnya yang minum tidak lihat kondisi dan situasi.
Kaki cowok itu melangkah cepat menuju lift dan menekan tombol ke lantai dua. Sesampainya di sana Dimas langsung melempar stick billiard yang di pegang Fandi, setelah sebelumnya menendang kasar pintu lebih dulu.
"BEGO!!" Dimas memaki lantang. Semua mahluk yang ada diruangan itu terlonjak kaget sambil menunduk, tidak ada yang berani bersuara.
Urel yang melihat itu terpelonjat kaget melihat kemarahan orang yang di sukainya, malah sampai menutup mata saking takutnya melihat Dimas.
"Seharusnya kalian jangan BEGO!!" Dimas kembali memaki dengan mata melotot marah. Menatap para mahluk diruangan luas itu dengan tajam.
"Santai bro, lo kenapa? Kalo ada masalah ngomong baik-baik sama kita." Emil menghampiri Dimas berusaha mendinginkan suasana.
"Lo marah karena kita minum di hadapan cewek?! nggak usah lo pikirin lah Dim, toh yang lihat juga cewek bar-bar kayak mereka!" Celetukan Fandi berhasil membuat emosi Dimas tersulut. Cowok itu mengepalkan tangan, terlihat sedang menahan emosinya yang meledak-ledak.
"Yoi." Kevin menyahut.
"Siapa yang lo sebut CEWEK BAR-BAR HA?!" Dimas mendorong bahu Fandi, hingga cowok itu terbentur tembok.
"Eh jangan berantem dong! selesain masalahnya baik-baik jangan pake kekerasan gini," lerai Rica melepas cengkraman Dimas pada Fandi. "Lo pinter Dim, seharusnya lo selesain masalah pake kepala dingin! bukan malah baku hantam kayak gini!"
Urel menunduk ketakutan, sedangkan Metha sedang ada setoran di toilet.
Dimas menatap tajam semua temannya, terkecuali Urel yang menunduk ketakutan. "DIMANA GETHA?! HA!!" teriaknya marah.
Kini Urel mengangkat kepalanya tidak percaya, Dimas marah hanya gara-gara Getha tidak ada. Urel benar-benar geleng kepala. Tidak adanya Getha di ruangan ini, ternyata mampu membuat Dimas seperti orang yang hilang kendali atas dirinya sendiri.
"Bukannya Getha emang udah ngilang dari dia pertama dateng?" sahut Metha yang kini muncul dari balik pintu.
Dimas membalikan badan, menatap Metha tajam. "Sekarang dimana?"
"Mungkin sama Mikha, soalnya Mikha juga barusan keluar. Lo tahu kan, dimana ada Getha di situ ada Mikha."
"Barusan sih baca buku di perpustakaan pribadi punya lo, tapi nggak tahu deh sekarang dimana." celetuk Arga, muncul di belakang Metha yang masih berdiri di depan pintu. Cowok itu telihat sangat percaya diri menampilkan senyumannya.
"Sejak kapan lo ada di rumah gue?!" Dimas menatap Arga tajam.
"Sejak dua jam lalu, bukannya lo sendiri ya yang ngundang gue ke sini?" Arga membalas dengan santai.
Ah! Dimas baru ingat jika Emil menambahkan kontak Arga pada group WhatsApp mereka, dan tanpa Dimas sadar dirinya sudah mengundang Arga untuk ke rumahnya.
"Sepupu gue nggak ada sangkut pautnya sama ini," sahut Emil menepuk bahu Dimas, berusaha meredakan emosi sang sahabat.
"Terus sekarang Getha dimana? Aarggh!! seharusnya gue jagain dia tadi!" Dimas mengacak rambutnya frustasi. Cowok itu terlihat berantakan.
"Slow aja kali Dim, paling juga Getha di rumahnya. Kayak nggak tahu Getha aja, nggak bisa jauh-jauh dari rumah." celetuk Kevin, menaruh rokoknya pada asbak, lalu mengambil permen mint dari saku celana. Cowok itu mulai sadar setelah mabok whiskey tadi.
"Kevin bener." Emil menambahi.
"Lo kayaknya khawatir banget sama Getha, kayak semacam nggak mau jauh-jauh dari dia, lo suk------," Fandi berkilah dan Dimas pun segera membantah dengan tegas dan jelas.
"Khawatir cuma sebatas saudara, nggak lebih!" sahut Dimas memotong ucapan sang sahabat sebelum berlalu pergi sambil menendang kasar pintu.
"Gue baru tahu, segitu khawatirnya dia sama sepupunya, padahal Emil nggak sekhawatir itu kalo sama gue." Arga bergumam pelan, cowok itu memperhatikan kepergian Dimas yang sedang di penuhi amarah. Menurut Arga, Dimas kurang bisa mengendalikan emosinya sendiri, cowok itu cenderung cepat meledak dan bersikap kasar. Namun walaupun begitu, Dimas akan cepat kembali membaik baik setelah marah-marah seperti tadi. Emosinya memang cepat naik, namun juga cepat hilang.
***
Terima kasih telah membaca With You.
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH YOU
Teen Fiction[PROSES REVISI] Ini tentang Getha Nathalia dan dunianya yang berubah 180° semenjak bertemu dengan kedua orang tua kandungnya. Di saat kerumitan di dalam hidupnya di mulai, sesosok laki-laki bernama Reygan Argara membuat kerumitan hidup yang di ala...