With You - 45

505 25 7
                                    

Nagara bersama Fandi serta Kevin dan Mikha tetap berada di rumah Dimas guna melanjutkan penelusuran lebih lanjut melalui komputer. Jasmine juga ada disana, wanita itu menatap penuh harap pada puteranya. Sedangkan Dimas dan Urel pergi berbelanja membeli teknologi baru yang lebih canggih. Sedangkan Arga dan Metha serta Rica bergegas ke SMA Merdeka guna menanyakan beberapa pertanyaan penting pada Bu Sica.

Mobil yang Arga kemudi memasuki lingkungan sekolah SMA Merdeka yang suasananya sudah lumayan sepi. Mereka bertiga keluar dari mobil dan berjalan tergesa melintasi koridor menuju ruangan Bu Sica. Beruntung beliau masih ada disana, jadi mereka bertiga bisa langsung bertanya.

Arga mengetuk pintu dengan sopan, saat sudah mendapat izin barulah mereka bertiga masuk ke ruangan.

"Sebelumnya saya minta maaf, Bu, karena sudah menganggu waktunya. Kedatangan kami bertiga kesini ingin menanyakan beberapa hal terkait Getha." Arga langsung menjelaskan.

Rica menganggukan kepala sedangkan Metha terlihat sudah sangat siap untuk menanyai Bu Sica. Respons pertama yang Bu Sica tampilkan pun mengernyitkan dahi. Beliau menatap ketiga muridnya bingung.

"Langsung saja ke inti, jadi gini, Bu, Ibu tahu enggak sekarang Getha ada dimana?" Metha bertanya serius.

Bu Sica dengan reflek langsung menggelengkan kepalanya, "Tidak."

Rica menghembuskan napas gelisah.

Arga terlihat sedang berpikir.

Sedangkan Metha menatap Bu Sica dengan penuh harap. Suasana di dalam ruangan pun mendadak senyap, Bu Sica berdehem guna memecah hening.

"Memangnya kenapa dengan Getha? Kenapa kalian terlihat sangat panik?" Beliau menatap ketiga muridnya secara bergantian dengan bingung.

"Jadi gini, Bu, sebenarnya selama hampir dua bulan ini kami tidak tau dimana keberadaan Getha. Bahkan keluarganya sekalipun sama sekali tidak ada yang tahu dimana perginya gadis itu. Sejauh ini kami berusaha mencari keberadaannya, namun hasilnya selalu nihil. Barang kali Bu Sica pernah bertemu dengan Getha atau berbincang dengannya, kami sangat membutuhkan informasi itu." Kelakar Arga berusaha menjelaskan.

"Benar sekali, Bu. Kami sangat berharap Ibu mau berbicara jujur pada kami, karena informasi dari Ibu akan sangat berguna untuk kelanjutan penelusan kami." Ujar Rica.

"Kami juga belum mengetahui secara pasti apa penyebab pasti yang membuat Getha mendadak hilang seperti ini." Ucap Metha berusaha menjawab apa yang sedang di pikirkan oleh guru berwajah Asia Timur itu.

Bu Sica mengangguk-angguk, beliau nampak sedang mengingat-ingat sambil sesekali mengetukan pulpen ke atas meja. Ketiga remaja itu pun diam menunggu dengan penuh harap.

"Hm, seingat saya.., Getha memang pernah kesini untuk menemui saya dan juga para staf sekolah. Tapi itu hanya satu kali, tujuannya pun ingin mengajukan surat perpindahan."

"Hah?" Kompak Metha dan Rica.

Arga mengernyit berusaha mencerna kalimat yang di ucapkan oleh Bu Sica.

"Oh, oke. Jadi maksud Ibu, Getha datang kesini hanya untuk mengurus dokumen dan surat pindah sekolah?" Tanya Arga.

Bu Sica mengangguk membenarkan, "Iya. Saat saya tanya alasannya kenapa, Getha bilang kalau dirinya sudah cukup lama menderita penyakit serius. Dengan alasan memulihkan kesehatan itulah saya akhirnya mau membantu Getha mengurus semua dokumen kepindahannya. Padahal Getha itu salah satu murid kesayangan saya di sekolah ini, sebenarnya saya juga tidak rela Getha pindah sekolah. Tapi ya mau bagaimana lagi, kan? Saya dan pihak sekolah pun tidak bisa melarang keputusan murid terbaik kami."

"Kapan Getha datang menemui Ibu?"

"Kalau tidak salah sih saat sekolah kita sedang mengadakan turmanen besar-besaran tempo itu." Balas beliau.

Metha dan Rica diam menyimak sedangkan Arga terus saja bertanya.

"Oh, oke." Arga mengangguk-angguk tanda paham. Karena kalau di ingat di momen kala itu, suasana sekolah memang sedang sangat ramai kedatangan tamu dari berbagai sekolah. Mungkin saat Getha datang, Arga sedang berada di halaman belakang sekolah bersama teman-temannya. Di turnamen itu, Arga memang kerap ikut serta bermain di pertandingan basket mewakili sekolah.

"Tolong Ibu jawab dengan sejujur-jujurnya pada saya, apakah Bu Sica tahu Getha pindah ke sekolah mana? Di dalam atau luar negeri?"

Bu Sica menghela napas panjang, lalu menggeleng lemas. "Tidak. Saya dan semua jajaran staf tidak ada yang tau, ini memang agak terdengar konyol, tapi Getha memang tidak mau memberi tahu apapun ke pihak sekolah mengenai sekolah barunya."

"Memangnya pihak sekolah tidak memberi ketegasan pada Getha?"

Bu Sica kembali menghela napas, "Getha itukan merupakan bagian dari keluarga Clinton. Seperti yang kalian tahu, Ferondy Clinton adalah pendiri sekolah ini. Getha memanfaatkan powernya dalam menangani hal ini. Saya dan pihak sekolah pun tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti keinginan Getha yang tidak ingin memberi tahu tentang sekolah barunya. Saya harap kalian memahami perkataan saya barusan." Jelas beliau.

Arga mengangguk, "Baiklah, Bu. Saya cukup mengerti. Sekali lagi saya minta maaf karena sudah menganggu waktu luang Ibu. Hm, dan terlepas dari itu, saya juga sangat berterimakasih karena Ibu sudah mau bersedia menjawab pertanyaan saya barusan." Ujarnya.

Bu Sica tersenyum tipis, "Sama-sama Arga. Saya juga merasa senang kalau jawaban saya tadi bisa membantu kalian untuk menemukan titik terang dan inti dari semua masalah ini."

Arga bangkit berdiri dari kursi, "Kalau begitu saya akan pergi sekarang. Sekali lagi terimakasih banyak ya, Bu. Mari," Arga mengangguk pelan lalu melangkah keluar dari ruangan itu.

Metha dan Rica bersalaman terlebih dahulu pada Bu Sica. "Terimakasih ya, Bu. Saya dan Rica pamit pergi sekarang." Ujar Metha sangat sopan.

Bu Sica tersenyum, beliau juga mengangguk. Merasa sangat senang karena murid didiknya berperilaku sopan. "Iya. Kalian bertiga hati-hati ya."

"Makasih ya, Bu. Mari," Rica tersenyum sambil sedikit membungkukkan tubuhnya sebelum benar-benar keluar dari ruangan guru kesayangan SM itu.

***

Di sisi lain, tepatnya di sebuah mansion yang luas dan mewah, seorang pria sedang sibuk bertelepon disana.

"Bagaimana pun caranya kamu dan anak buahmu harus secepatnya melacak keberadaan gadis itu. Temukan dia lalu serahkan pada saya."

"Saya ingin kalian yang lebih dulu menangkap gadis itu. Dan tugas kalian yang paling penting saat ini, kalian harus menghambat pencarian Jasmine dan para remaja bau kencur itu. Sejauh ini mereka belum melibatkan polisi dalam pencarian ini. Mungkin, mereka merasa dapat menyelesaikan masalah ini dengan cepat." Kelakar Pusaka.

"Kali ini harus saya sendiri yang akan menghabisi Getha. Gadis itu memang benar-benar parasit yang harus secepatnya di basmi. Tugas kalian hanya perlu membawanya menghadap saya." Setelah selesai mengatakan tujuannya pada sang anak buah, Pusaka mematikan telepon sepihak.

Pria itu tersenyum sinis, "Saya benar-benar tidak sabar ingin memotong lehermu..., Getha."

"Ahahahaha."

***

Jumat, 10 Januari 2020

Terimakasih sudah membaca Cerita With You jangan lupa vote dan share ya! Oke, see you next part guys ♥♥

Maaf ngaret update. And.. Selamat Tahun Baru teman-teman 🎆🎇❇🎉 *walaupun telat ngucapain

WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang