With You - 7

1.2K 59 4
                                    

Kini ruangan dilantai dua rumah berlantai tiga milik Dimas di penuhi banyak kepulan asap rokok serta bau alkohol yang menyengat. Mereka semua sedang bersenang-senang dengan cara yang kurang sehat.

Setelah bosan bermain billiard, salah satu pelayan di rumah Dimas membawakan whiskey khusus untuk Fandi yang di belinya sebelum ke rumah Dimas. Awalnya hanya Fandi saja yang minum, lama kelamaan Kevin, Dimas serta Emil juga ikutan minum. Tapi tidak sebanyak Fandi dan Kevin. Dimas dan Emil hanya minum satu teguk ukuran gelas kecil saja.

"Gila aja sih, pagi buta kayak gini mabok!" cibir Metha melirik Fandi yang sedang menghisap rokok.

"Kalo mau ambil aja Meth, nggak usah pake kedok ngomelin gue segala!" kilah Fandi sarkastik. Kedua matanya sudah merah tapi masih lumayan sadar.

"Yoi!" pekik Kevin setengah tepar.

"Sorry gue nggak level!" jawab Metha.

"Ha-ha-ha! lagi cari muka sama Mikha biar di anggap udah tobat? eh, Keceplosan gue. Padahal dulu-dulu sering banget main ke club la-la-la." racau Kevin dengan mata setengah terpejam. Saat ini Kevin berbaring diatas sofa, hoodie abu-abu yang dikenakan cowok itu tersibak sampai ke atas pusar, menampilkan perut kotaknya yang keren dan seksi.

Metha menatap Mikha yang duduk di sudut ruangan. "Mik, jangan dengerin omangan tuh bocah mabok! gue nggak kay-----" Metha langsung terdiam.

"Gue tahu!" sahut Mikha cepat, lalu keluar dari ruangan itu dengan acuh.

"Mikha?!"

"Udahlah Meth, lo sama dia beda. Lo nggak usah jelasin ataupun mencoba samain karakter lo kayak dia. Cukup lo jadi diri sendiri, dan mau berubah jadi lebih baik, gue pasti dukung!" Rica menepuk bahu Metha. "Kita sama-sama di pandang sebelah mata, dan gue tahu rasanya kayak gimana, gue juga berusaha memperbaiki diri gue pribadi menjadi lebih baik." Rica pun tersenyum di akhir kalimat.

Metha diam menunduk.

Metha menunduk, mencerna kembali ucapan Rica tadi. Ternyata Rica bisa bijak juga. Batinnya bermonolog.

***

Mikha menuruni anak tangga dari lantai dua menuju lantai satu, matanya tidak sengaja melihat Getha yang sedang duduk santai di sofa sambil memakan keripik singkong di temani siaran berita pada televisi yang menempel di dinding ruangan itu.

"Hai Ge, ternyata lo di sini?" Ujarnya sambil duduk disofa samping Getha.

Getha melirik. "Seperti yang lo lihat." ujarnya sambil memasukan keripik ke dalam mulut sambil lanjut nonton.

"Diatas cowok-cowok lagi pada mabok, nggak tahu deh sama yang ceweknya!" Mikha menyenderkan kepalanya pada sofa. "Mungkin ini terakhir kalinya gue mau ikutan kumpul kayak gini."

Getha menatap Mikha yang duduk di sampingnya. "Jangan gitulah Mik, pamali tahu!" Mikha terkekeh mendengar ucapan sahabatnya.

"Gue nggak suka ngabisin waktu buat lihat orang mabok kayak tadi, berasa jadi orang kurang kerjaan!" curhatnya pada Getha. Mikha menghela napas.

Getha tersenyum. "Pemikiran kita sama Mik," Balasnya menyetujui.

Mikha mengangguk pelan dengan mata terpejam. "Gue tahu itu, Ge."

"Tadi juga gue sempet keluar pas baru beberapa menit di sana, rasanya setengah kesel gitu. Di paksa suruh kumpul pagi-pagi, eh pas udah di sini malah dikacangin dan sibuk masing-masing! katanya mau curhat sambil ngomongin banyak hal, eh tau ujungnya bakal begini gue tidur lagi aja." Curhat Getha sambil menekuk kakinya diatas sofa, matanya terlihat fokus menatap layar besar televisi.

"Oh, pantes tadi di dalam gue nggak lihat lo." Balasnya. "Emang tadi lo kemana? gue nggak percaya kalo lo di sini dari tadi." Mikha bertanya, menatap sahabatnya penuh selidik.

"Ngg anu, gu gue anu, itu di toilet. Iya di toilet, hehe." Getha nyengir kikuk.

"Keliatan banget bohongnya." Mikha terkekeh. "Gue tahu lo bohong." Mikha tersenyum misterius. Getha pun merasa terintimidasi oleh Mikha.

"Iya deh, yang jadi Cenayang mah bebas baca pikiran orang." beo Getha melirik Mikha yang sedang memejamkan mata disampingnya.

Mikha terkekeh. "Harus berapa kali gue bilang, gue bukan Cenayang atau apapun itu!" sarkas Mikha cepat.

Getha menyangkal cepat. "Tapi tebakan lo selalu bener, Mik. Gue jadi mikir kalo lo itu beneran asli dukun."

"Pemikiran konyol!"

"Ajarin gue kayak lo dong, yang bisa tepat kalo masalah tebak-menebak. Gue jadi curiga kalo lo keturunan Cenayang." Getha mulai ngawur.

"Asli, kecurigaan lo konyol banget!"

"Yeee, ya kan siapa tahu aja." sahut Getha tidak mau kalah membual.

"Kuncinya lo harus peka sama sekitar lo. Dan lo ngatain gue Cenayang lah, keturunan dukun sakti lah nggak tau aja kalo gue sebenernya bidadari tak bersayap." gurau gadis itu tersenyum.

"Yeee ujung-ujungnya malah berimajinasi, jadi di sini siapa yang konyol?" cibir Getha lalu terbatuk pelan karena saat ini sedang mengunyah keripik singkong kemasan.

"Pak Hiu?" Mikha berujar asal.

"Sejak kapan kita ngobrol ngalor-ngidul gini?"Getha berbisik pelan, ia merasa untuk pertama kalinya membicarakan hal yang tidak jelas arahnya bersama dengan Mikha.

Mikha mengangkat bahu lebih memilih menonton siaran berita di televisi lalu mereka berdua terdiam tanpa suara.

***

Terima kasih telah membaca With You.

WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang