"Dia bisa saja orang yang berbahaya, Na. Maksud saya, bisa saja dia orang luar yang di tugaskan untuk memata-matai kita. Kita harus selalu tetap waspada, jangan menyepelekan hal-hal semacam ini lagi." Danu, nama seorang perawat berkumis tebal, dia sedang menyampaikan argumennya pada sang atasan sekaligus temannya itu. Saat ini mereka berdiri di tikungan koridor Rumah Sakit yang sepi.
"Orang itu tidak berbahaya," perempuan dengan rambut cepol itu menghela napas berat, sebenarnya dia sudah sangat lelah seharian di laboratorium, dan sekarang saat ingin istirahat pun Danu mencegahnya.
Danu mengernyit, melirik Delia yang merupakan teman kerjanya.
"Tapi menurut saya apa yang di katakan Danu itu memang ada benarnya juga, Na. Kita harus selalu waspada, kamu tidak lupa, kan? Kalau sejauh ini banyak orang luar yang berusaha menghancurkan kita."
"Ya, saya tahu. Tapi laki-laki itu bukan orang yang berbahaya, Del. Justru dia yang sedang dalam bahaya, dia datang kesini karena ingin meminta bantuan medis. Tujuannya hanya itu, tidak lebih. Terlebih, dia juga orang terdekat salah satu murid disini. Untuk lebih lanjutnya, besok pagi saya akan sedikit mewawancarai salah satu dari mereka, sekarang sudah larut malam akan lebih baik jika kita semua beristirahat. Dan saya ucapkan terima kasih pada kalian berdua yang sudah benar-benar mematuhi aturan dan setia dengan bisnis kita." Ujar Nana.
Danu dan Delia tersenyum hangat.
"Selain bisnis dan hobi, saya sudah menganggap orang-orang di Company ini sebagai keluarga. Terutama kamu, Na, tanpa bantuan dari kamu, mungkin saat ini saya hanya tinggal nama." Danu mengutarakan isi hati.
"Danu benar, tanpa kamu juga saya dan Danu tidak akan pernah bertemu seperti saat ini. Terima kasih, Na." Delia menatap Nana penuh kagum.
Nana membalasnya dengan anggukan dan senyuman tipis, lalu mereka pergi menuju arah yang berbeda. Tanpa mereka sadari, sejak tadi Getha menguping pembicaraan mereka, gadis itu berdiri tidak jauh dari posisi tikungan koridor, karena suasananya sudah malam dan sepi, membuat suara ketiga orang itu terdengar jelas.
Getha menghela napas, menyenderkan tubuhnya ke tembok sambil menatap kosong atap Rumah Sakit. Gadis itu hanya diam, bayangan kerusuhan tadi masih teringat jelas di dalam kepalanya. Arga yang tidak tahu apa-apa harus menanggung rasa sakit yang seharusnya tidak cowok itu dapatkan, Getha sangat berharap kondisi Arga bisa segera membaik.
Setidaknya Getha tahu jika besok pagi Nana akan mewawancarai-nya, dia bisa menyiapkan diri dari sekarang.
***
Saat ini pukul 10.18 pagi, Getha masih setia menunggu di depan ruangan rawat inap Arga. Gadis itu duduk pada kursi tunggu yang tersedia disana.
Getha menumpukan kedua tangannya ke atas paha, kepalanya menunduk dan matanya terpejam. Batinnya tak henti mengucapkan doa untuk Arga.
"Halo, selamat pagi?"
Spontan Getha berdiri, sedikit membungkukkan badan dan tersenyum tipis melihat kehadiran Nana yang berdiri di hadapannya.
"Hmm, selamat pagi." balas Getha.
"Bisa kita bicara?"
Getha mengangguk, "Hmm."
"Mari ikut saya,"
Getha berjalan mengikuti Nana, mereka masuk ke dalam salah satu ruangan yang ada di Rumah Sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH YOU
Fiksi Remaja[PROSES REVISI] Ini tentang Getha Nathalia dan dunianya yang berubah 180° semenjak bertemu dengan kedua orang tua kandungnya. Di saat kerumitan di dalam hidupnya di mulai, sesosok laki-laki bernama Reygan Argara membuat kerumitan hidup yang di ala...