With You - 24

633 26 0
                                    

BUGH.

Arga kembali meninju Nagara. Cowok itu pun kembali terpental ke tembok, sudut bibirnya sobek dan mengeluarkan darah. Pelipis Nagara juga mengeluarkan darah, cowok itu langsung bangkit berdiri menatap Arga dengan tatapan datar dan dingin.

Nagara berusaha mengendalikan emosinya. Tidak ingin hilang kendali apalagi baku hantam dengan Arga.

"Maksud kamu apa? memukul saya tanpa sebab dan alasan yang jelas. Kamu pasti sering bolos pelajaran PPKN disekolah, sampai seberani itu main hakim sendiri kepada saya."

Mereka semua diam menyimak sambil menundukan kepala kecuali Arga. Nagara pun kembali berucap, "Saat ini kamu sedang bermain hukum. Bisa saja saya melaporkan kamu ke pihak berwajib atas tindakan kurang ajar yang baru saja kamu lakukan."

"Maksud lo apa bawa-bawa hukum segala, HAH?!" balas Arga membentak.

Nagara tersenyum tipis lebih tepatnya adalah sebuah sunggingan smirk. "Maksud saya? tentu saja saya tersinggung dengan perilaku kamu yang main hajar seperti tadi. Saya hanya ingin kamu mempertanggungjawabkan perbuatan kamu. Pilih masuk penjara sendiri atau mau menunggu saya laporkan dulu ke kantor polisi?" kelakar Nagara.

Arga mendengus sinis lalu meludah sembarangan. "Cuih! gitu doang ngadu. Laki jantan bukan sih lo? cupu! dasar banci lembek nggak guna." cibir Arga.

Pada dasarnya Nagara memang berwatak sangat pendiam. Namun kali ini emosi Nagara sudah mencapai ubun-ubun, dia tersinggung dengan perkataan Arga yang terlalu menohok. Mulut Arga itu busuk dan toxic parah.

"Saya pria asli." tekan Nagara datar.

Arga mengangkat satu tangannya, hendak memberi pukulan ketiga pada Nagara. Namun niatnya terhenti oleh Dimas yang menghalangi. "Udah, Ga!" Dimas menarik Arga agar mundur.

"Mph, yaudah deh kalo gitu. Makasih banyak atas informasinya ya, Kak." Metha membungkuk sopan lalu memberi kode pada Kevin dan juga Fandi untuk menyerat Arga pergi dari  daerah teritorial Nagara Stewart.

Fandi dan Kevin mencekal kedua lengan Arga yang terus saja memberontak kuat. Duo cowok itu menyeret Arga menjauhi rumah itu. Metha berjalan memimpin dipaling depan. Sedangkan Dimas sedang berbincang singkat dengan Nagara, mereka berdua memang cukup akrab walaupun aslinya tidak terlalu dekat.

"Maafin tingkah dan ucapan sahabat saya barusan ya, Kak." ucap Dimas.

Nagara mengangguk malas. "Iya."

"Yang soal penjara itu?" cicit Dimas.

"Oh, itu. Saya hanya menggertak."

Dimas mengangguk sambil mengulum senyum kecil. "Kalo gitu saya pamit ya, Kak. Maaf sudah membuat kegaduhan dan menganggu waktu, Kak Gara."

Nagara diam tanpa respons. Dimas pun berbalik badan hendak pergi menyusul para sobatnya yang sudah berjalan jauh keluar dari hutan yang rimbun.

"Kalian kesini ingin mencari Getha?"

Langkah Dimas terhenti. Cowok itu berbalik badan dan kembali menghampiri Nagara Stewart. "Kak Gara tahu dimana keberadaan Getha sekarang nggak?" tanyanya serius.

"Kalau sekarang sih saya tidak tahu, Dim. Tapi kemarin sore Papa saya menyelamatkan Getha yang hampir terbawa ombak besar, beliau membawa Getha kemari untuk makan malam bersama saya sekeluarga. Namun saat tengah malam Getha pamit pergi, dia tidak memberitahu ingin kemana. Ingin melarang pun bingung, makanya saya dan keluarga hanya mengiyakan keputusan Getha."

Dimas mengangguk paham tanda kalau dia mengerti dengan apa yang Nagara ceritakan barusan. "Sebenarnya Getha kabur dari rumah, Kak. Orangtuanya juga panik cari dia sana-sini makanya saya dan teman-teman saya berpencar membantu mencari Getha."

"Kabur kenapa?"

Dimas menggeleng. "Gue nggak tahu pasti sebabnya apa, Kak." balas Dimas.

"Kamu cari tahu dulu sebabnya apa. Nanti saya akan berusaha membantu sumber dari akar masalahnya."

Dimas tersenyum lalu mengangguk.

"Gue sama yang lain cabut, ya."

"Bye." Nagara bersedekap dada.

•••

Setelah selesai berkunjung ke salah satu pulau pribadi keluarga Stewart yang ada di Maluku Tengah, Dimas dan keempat temannya memilih untuk kembali ke Jakarta. Dan tepat pukul 05.30 pagi mereka sampai ke kota.

Mereka semua memutuskan untuk berkumpul dirumah Dimas. Sudah sejak lama rumah cowok itu menjadi basecamp untuk mereka semua.

Malam ini saja rencananya mereka akan menginap dirumah Dimas sambil membahas persoalan Getha.

"Terus gimana nih?" tanya Emil.

Saat ini mereka sedang duduk melingkar disebuah karpet bulu lembut. Beberapa diantara mereka ada yang duduk atau rebahan diatas sofa empuk yang ada diruangan itu.

"Mau lanjut nyari lagi atau gimana?" kali ini Mikha yang bertanya hal itu.

Dimas menghela napas berat lalu bangkit berdiri dan menatap para sobatnya. "Gua mau mandi dulu. Kalian kalo mau makan pesan go-food  atau minta masakin sama Bi Nur."

Fandi mengacungkan jempol.

Urel dan Rica tidur saling menyender disofa. Metha sedang garuk-garuk kepala sambil bermain game online.

Mikha sibuk bermain rubik.

Kevin tengkurap diatas karpet.

Emil diam-diam sedang merekam Mikha yang sedang asyik bermain rubik. Emil sudah lama suka Mikha.

Fandi bermain game online bersama Metha. Sesekali mereka berdua heboh membuat Urel dan Rica berjingkut.

Arga duduk menyender disofa, menatap langit-langit rumah Dimas. Mata cowok itu menyorot malas, Arga mengusap wajahnya dengan kasar.

"Lo dimana, Ge? gue tahu kita belum terlalu akrab ataupun dekat. Tapi entah gimana ceritanya, gue merindukan lo."

"Galau, lo?" Emil tergelak.

"Lo lagi ngebucin, Ga?" ledek Kevin.

Fandi dan Metha sibuk nge-game.

Urel dan Rica sudah terbangun.

"Laper," Urel menggeliat.

"Micin? siapa yang makan micin?" Rica mengucek mata lalu tanpa sengaja menginjak perut kevin yang kebetulan sedang terlentang dibawah sofa. Kevin berteriak heboh, cowok itu menjitak kepala Rica. Rica tidak terima dan mereka berdua pun ribut bergelut.

"Ribut terus lo. Pacaran gih!" Emil mengulum senyuman misterius.

"Bacot." kompak Kevin dan Rica.

"Alexanderio Kevin dan Berliana Ricardo. Dari namanya aja udah cocok banget tuh, cepet jadian gih. Terus nanti jangan lupa PJ-nya, ya!"

Rica pun balas nyinyir. "Mik, lo tahu nggak ada cowok yang selama ini diem-diem suka sama lo?" Rica memulai aksi kompor dan Kevin bersiul senang melihat Emil gugup.

Mikha menggeleng. "Iya, tahu."

"Nggak sinkron lo, Mik." kilah Kevin. Lalu dia dan Rica pun tergelak bersama. Emil sudah bergerak-gerak salah tingkah melirik ke arah Mikha.

"Menurut lo cowok itu siapa, Mik?" pancing Rica, Kevin bersiul nakal. Walaupun baru bangun tidur, Rica memang sangat aktif meledek berbeda dengan Urel yang saat ini masih mengumpulkan nyawanya.

"Emil?" tebak Mikha ragu.

"CIE CIE CIE!!" Rica dan Kevin heboh.

Emil sudah kabur entah kemana.

Arga menutup lubang telinganya menggunakan tissue milik Dimas.

Fandi membanting bantal sofa sambil berseru, "MIL, MIKHA UDAH PEKA."

Metha hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah absurd sobatnya.

***

Kamis, 20 Juni 2019

Masih dengan pembahasan yang sama, yakni tentang kepergian Getha. Huhuhuy~ see you next part.

WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang