Selesai membuat kopi untuk Pusaka, Getha pun segera meninggalkan dapur lalu melenggang masuk ke dalam lift menuju lantai dua mansion dimana ruangan Pusaka berada. Gadis itu berjalan menyusuri lorong sepi mansion sambil sesekali tersenyum tipis menanggapi sapaan dari beberapa pelayan yang ada di sana.
Kedua tangan Getha membawa secangkir kopi, walaupun kondisi tangan kanannya masih terdapat beberapa luka yang belum sepenuhnya kering, gadis itu memaksakan diri karena kuatir jika Pusaka akan marah besar padanya. Mengingat fakta jika pria itu sangat membenci dirinya.
Getha berdiri didepan pintu setinggi empat meter berwarna cokelat tua mengkilat dengan berbagai ukiran.
Getha pun mengetuk pelan daun pintu.
"Masuk!"
Getha memejamkan matanya sesaat, cukup terkejut dan agak sedikit gemetaran mendengar suara Pusaka.
Getha pun berusaha rilex, menghela napas panjang lalu mendorong knop pintu dengan gerakan pelan.
"Ini kopinya, Pa." Ucap Getha sembari menundukan kepala saat menaruh secangkir kopi ke atas meja Pusaka.
Pusaka masih terlihat sibuk berkutat dengan laptop dan beberapa map, pria itu mendongak menatap sinis Getha yang masih berdiri di depan mejanya. "Posisi kamu disini sama dengan pelayan, jangan harap saya akan menganggapmu sebagai anak!"
Getha pun semakin menundukan kepalanya, tidak berani membalas.
Pusaka berdehem pelan, lalu mulai menyeruput secangkir kopi. Pria itu langsung menyemburkan kopi yang baru di minumnya ke lantai ruangan.
"Apa-apaan ini?! Kamu sama sekali tidak becus." Pusaka melotot, menyiram kopi yang masih panas tadi ke tubuh Getha, tepat mengenai pakaian dan lengan kiri gadis itu.
Lengan kiri Getha terasa panas dan sedikit melepuh, gadis itu memejamkan mata sambil terus menunduk, kedua matanya sudah berkaca-kaca menahan tangis yang sudah di pelupuk mata.
Luka di jari-jari tangannya yang belum sepenuhnya kering pun kini semakin terlihat menyedihkan dan basah.
Pusaka bangkit berdiri, melangkah menghampiri Getha. Menatap gadis itu dengan tatapan jijik dan merendahkan, Pusaka pun mencengkeram kuat dagu Getha hingga gadis itu mendongak. Getha merintih lirih, berusaha untuk tidak menangis di hadapan Pusaka.
PLAK!
Pusaka menampar Getha hingga kepala gadis itu bergerak ke samping. Getha terus menunduk tanpa berniat melawan, dia juga memegangi pipi kirinya yang baru saja kena tampar.
"Saya sudah memperingatkan kamu kemarin, kan? kenapa kamu masih ada disini? Haruskah saya menggunakan cara kasar untuk mengusir kamu secara paksa, hah?!" Pusaka menatap tajam, nada suaranya pun terdengar sinis.
"Jangan salahkan saya jika kamu akan mendapatkan perlakuan buruk setiap harinya. Sejak awal kedatangan kamu ke mansion, sudah memicu keributan besar pada keluarga saya." Ujarnya.
"Sebelumnya saya mengira jika kamu sudah mati, tapi dugaan saya meleset jauh. Kamu hidup karena Frans membawamu pergi dariku saat itu, andai saja Frans tidak ikut campur dalam masalah ini, saat ini kamu tidak akan ada di dunia ini." Katanya.
Sekali lagi, Getha hanya menunduk diam tanpa mengeluarkan sedikitpun suara. Gadis itu tidak berniat membalas ataupun melakukan perlawanan, benar-benar pasrah.
"Jika kamu masih percaya diri tinggal di mansion ini, jangan terkejut jika kamu akan mendapatkan banyak kejutan misteri dari saya setiap hari."
Pusaka melepaskan cengkramannya dengan kasar, menghempaskan kepala gadis itu sampai tulang lehernya mengeluarkan suara. Pusaka menampilkan smirk, mendorong tubuh Getha hingga tersungkur di lantai tepat di depan kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH YOU
Teen Fiction[PROSES REVISI] Ini tentang Getha Nathalia dan dunianya yang berubah 180° semenjak bertemu dengan kedua orang tua kandungnya. Di saat kerumitan di dalam hidupnya di mulai, sesosok laki-laki bernama Reygan Argara membuat kerumitan hidup yang di ala...