"Mana Maura?"
Itu pertanyaan pertama yang Ardan tanyakan pada kedua kembarannya. Alvaro tidak datang menjenguk karena, kedua anak kembarnya tidak mengabarinya selain itu Alvaro sendiri memang sedang keluar kota. Kedua kembar itu mengatakan kalau Maura pulang kemarin malam tapi, pagi ini Maura belum menjenguknya.
"Mau aku suruh Farrel dan Jim menjemputnya kesini?" Tanya Arman.
Ardan mengangguk kecil. "Suruh mereka menjemputnya."
"Tumben sekali, biasanya kakak tidak pernah mau kami menjemput seseorang..." sindir Arsen.
"Dia tidak bisa dihubungi sejak semalam aku bangun Arsen!"
Arsen dan Arman cukup terkejut. Pantas saja kakaknya menyetujui usulan Arman. Arman langsung keluar dan menemui Jim. Tak berapa lama Arman kembali dan pamit pada kakaknya. Dia harus ikut meeting di kantor dan tidak bisa diwakilkan.
"Arsen juga ke kamar pasien dulu ya kak. Nanti Arsen balik lagi."
"Hn."
Ardan berdiam di kamar rawatnya sendiri. Sudah hampir tengah hari dan Maura tidak datang menemuinya. Bahkan, nomor Maura tidak dapat dihubungi. Ardan gusar. Hatinya sejak semalam gelisah. Dia mungkin tidak bisa tidur jika bukan obat bius yang mempengaruhinya kemarin malam.
.......
"Apa kau bilang?!!"
Ardan membentak dengan sangat keras suaranya sampai terdengar ke seluruh koridor.
"Bagaimana dia bisa tidak ada di rumahnya?"
"Maaf tuan. Akan tetapi, nona Maura dikabarkan sudah keluar dari kontrakannya sejak semalam. Lalu, pemilik kontrakan mengatakan kalau nona sudah memulangkan kunci kontrakannya kepada pemilik rumah."
Ardan langsung memijat keningnya perlahan. Memang dia hanya ditempeli perban pada bagian sudut keningnya saja. Ardano menghembuskan napasnya berat. Saat itu dia mendengar pintu kamarnya terbuka dan menampilkan sepupunya disana. Amanda.
"Cari dia sampai ketemu Jim. Kalau dia belum ketemu jangan menemuiku!"
"Baik tuan, saya permisi."
Jim keluar bersamaan dengan Arsen yang masuk ke dalam kamar kakaknya. Wajah Arsen sedikit mengeras saat melihat Amanda. Arsen memilih memeriksa keadaan Ardan dan menanyakan keluhan-keluhan yang mungkin dia lihat.
"Kenapa kak?" Tanya Arsen akhirnya setelah dia sempat memeriksa denyut nadi kakaknya dan mendapati denyut nadi itu sedikit lebih cepat.
"Maura hilang."
"Hah?!"
"Maksudku, dia tidak ada di kontrakannya. Kata Jim, dia sudah memulangkan kunci ke pemilik rumah."
Amanda tersenyum senang sementara Arsen melirik ke arah Amanda dan mendengus keras.
"Lalu, bagaimana?"
"Aku meminta Jim mencarinya."
Arsen mengangguk. Tak berapa lama seseorang dengan usia yang sama dengan sang ayah memasuki kamar rawat Ardan bersama seorang wanita cantik berjubah putih. Pamannya dan bibinya.
"Hai tante..." sapa Arsen.
"Hai, Sen. Kamu masih disini? Itu pak Gani sudah diperiksa belum?"
"Sudah tan. Tadi, Arsen sudah kesana."
Wanita cantik yang memiliki profesi yang sama dengan Arsen itu tersenyum. Sementara sang paman duduk di sisi ranjang Ardan.
"Kamu kenapa? Kelihatannya sedang kesal."
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
RomanceCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...