Selesai

24.4K 1.1K 28
                                    

"Astaga, Maura! Aku sangat mengkhawatirkanmu, sayang...," Ardan membisikan kalimat itu di telinga Maura.

Sejenak Maura melupakan kekecewaannya pada Ardan. Gadis itu terdiam dan cukup merasa aman saat Ardan memeluknya seperti saat ini.

"Sayang, kamu baik-baik saja?" Ardan kembali berbisik menanyakan keadaan Maura.

Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Maura membuat Ardan melepaskan pelukannya dan cukup terkejut dengan keadaan Maura. Terlebih pipi Maura yang sedikit bengkak dan juga luka gores yang menyerupai sabetan kuku tangan. Tangan besar Ardan menangkup pipi Maura dengan perlahan.

"Siapa yang melakukan ini padamu sayang? Beritahu aku, aku akan memberinya pelajaran!"

Ucapan Ardan justru membuat Maura kembali mengingat kejadian tiga haru yang lalu. Maura kembali mengingat kedekatan Ardan dengan gadis yang bernama Amanda itu, juga bagaimana Amanda mencercanya malam itu.

"Sayang? Maura...," Ardan memanggil Maura.

Maura tersentak saat tangan Ardan mengguncang bahunya perlahan. Menyadarkannya dari pemikirannya. Maura menggelengkan kepalanya kecil.

"Kita ke rumah sakit ya...,"

Tanpa menunggu jawaban Maura, Ardan langsung menggendong Maura menuju ke mobilnya dan membawa gadis itu ke rumah sakit. Maura hanya bisa mendengar Ardan memerintahkan Farrel dan Jim untuk cepat mengantar mereka ke rumah sakit. Untuk sejenak, Maura ingin beristirahat dalam rengkuhan kokoh seorang Ardan. Membiarkan parfum milik Ardan tercium oleh indra penciumannya.

"Sayang? Maura. Maura!" Hanya itu suara terakhir yang Maura dengar sebelum dia terjatuh dalam kegelapan.

.........

Ardan menunggui Maura di rumah sakit. Enpat jam yang lalu, dia sampai di rumah sakit ini dengan Maura yang tidak sadarkan diri. Bianca, istri dari pamannya memeriksa Maura dan memberitahu keadaan Maura pada Ardan. Seperti dugaan Ardan, luka di pipi Maura akibat sabetan kuku jari seseorang yang mungkin menggores pipi Maura saat orang itu menamparnya.

Ardan berdiri dan mengusap rambut Maura saat gadis itu melenguh kecil. Tak lama kemudian, kedua mata cantik itu terbuka.

"Maura, kamu sudah bangun, sayang?"

"Hn."

"Apa ada sesuatu yang kamu inginkan?"

"Tidak."

Ardan masih bingung dengan penyebab Maura meninggalkannya di butik tiga hari yang lalu. Dia juga bingung saat mendengar nada datar dan cuek dari mulut gadisnya saat ini.

"Biar aku panggilkan dokter sebentar...," ujar Ardan akhirnya.

Ardan membalikan badannya dan melangkah menuju pintu.

"Saya mau kita selesai," ucapan itu membuat langkah kaki Ardan terhenti.

Ardan membalikan badannya dan menatap ke arah Maura dengan raut datar dan tenang miliknya. Meski kenyataannya hatinya berkecamuk dengan hebat.

"Kamu bilang apa sayang?" Ardan bertanya.

"Saya mau kita selesai dan tolong jangan memanggil saya dengan kata sayang lagi."

"Tapi, kita akan menikah, sayang..."

Maura menggelengkan kepalanya.

"Pernikahan? Jangan bercanda! Tidak ada pernikahan di antara kita tuan Deo. Maaf. Tapi, semua yang pernah terjadi di antara kita, selesai sampai disini."

Ardan terkejut bukan main mendengar ucapan Maura. Sesuatu sudah terjadi di butik itu, dan kebodohannya menyebabkan masalah ini terus berlarut-larut sampai Maura mengatakan hal semacam ini padanya. Terkutuklah orang yang sudah menabraknya tiga hari yang lalu hingga dia tidak bisa menyelesaikan permasalahannya dengan Maura hari itu!

"Maura..."

"Maaf. Saya mau istirahat silahkan keluar."

Ardan berkeras diri. Dia tetap diam di tempatnya dan tidak beranjak. Maura baru mau berucap kembali namun, pintu kamar rawatnya terbuka dan dia langsung bisa melihat Alvaro datang bersama dua kembaran Ardan, Alesha, Natasha dan juga sepasang laki-laki dan perempuan yang seusia dengan Alvaro.

"Hai, Maura. Kamu sudah bangun? Apa ada yang sakit?" Tanya Alvaro pada Maura.

Maura tersenyum kaku. Arman dan semua yang baru saja masuk ke dalam kamar itu dapat merasakan atmosper di kamar itu sedikit canggung.

"Kak, kakak kenapa bisa kayak gini?" Tanya Alesha.

"Nggak pa-pa kok, Sha," Maura menjawab singkat.

"Tapi kan, kalau begini ceritanya, acara penikahan kakak sama kak Ardan harus diundur..."

Maura mendengus kecil dan tersenyum getir. Alesha yang melihat itu langsung menghampiri Maura dan berdiri di sebelah Maura.

"Kakak kenapa?" Tanya Alesha.

"Nggak pa-pa," Maura mencoba tersenyum hangat pada Alesha.

"Om maaf. Tapi, undangannya belum disebar, kan?" Maura menanyakan hal itu langsung pada Alvaro.

"Belum. Kita tunggu kamu sehat dulu, baru kita bicarakan masalah pernikahan kalian lagi."

"Nggak usah, om. Nggak perlu."

Jawaban itu membuat semua orang terkejut. Terlebih saat ini Ardan seperti patung hidup yang hanya menatap ke arah Maura tanpa berkedip sama sekali.

"Kenapa tidak perlu?" Tanya Alvaro.

"Karena... Maura sama Deo sudah selesai."

Bagaikan sebuah petir menyambar Ardan. Ardan tidak percaya gadisnya mengatakan hal itu. Sejak tadi pikiran dan hatinya terus berkecamuk, Ardano menyakini dirinya salah mendnegar ucapan Maura tadi. Akan tetapi, saat Maura mengatakan hal itu lagi, Ardan menyadari bahwa permasalahan diantara mereka sudah mulai menghasilkan rasa pahit baginya. Ardan tidak mau. Dia tidak mau berpisah dengan Maura.

"Setelah saya pikirkan lagi, sepertinya kami tidak cocok. Saya dan Deo tidak bisa memahami satu sama lain. Jadi, daripada kita bersama namun tidak sejalan, lebih baik saya dan Deo selesai sampai disini saja."

Alvaro baru saja mau berujar kembali namun,

"Kak Ardan!" Pekikan Alesha yang berbarengan dengan panggilan bernada kaget dari dua kembaran Ardan membuat Alvaro, Maura, Natasha dan dua pasang orang di ruangan itu menatap ke arah Ardan yang kini di sanggah oleh Arman dan Arsen.

"Kak, lo kenapa?" Tanya Arman khawatir.

"Kak! Hoy! Kak, napas kak! Napas!" Ujar Arsen meneriaki Ardan.

Ardan menahan napasnya tanpa sadar tepat ketika Maura menegaskan mereka tidak cocok dan Maura ingin mereka berpisah.

"Tidak tidak...," gumam Ardan.

Ardan mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Maura. Dia melepaskan pegangan Arman dan Arsen. Ardan berjalan mendekati Maura.

"Tolong bilang kamu bercanda, Maura!" Pinta Ardan.

Ardan melihat Maura menggelengkan kepalanya sebagai jawaban yang berarti dia tidak sedang bercanda.

"Ardan..."

[DS #1] His PossessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang