"Aku jawab pertanyaanmu tapi, tidak disini. Aku akan menjawab dan menunjukan semua buktinya padamu, sayang." Ujar Ardano.
Maura menyandarkan badannya dan memejamkan matanya. Kepalanya terlalu pusing untuk memikirkan semua itu. Maura tiba-tiba merasakan rangkulan erat seseorang pada badan mungilnya dan entah sejak kapan, dia sudah berpindah ke pangkuan pria yang memporak porandakan hatinya.
"Maafkan aku." Ujar Ardano berbisik.
Maura memejamkan matanya kembali dan menyandarkan kepalanya di dada Ardano. Dia mencari posisi yang nyaman untknya terlelap dan begitu dia menemukannya dia benar-benar terlelap.
"Jim.."
"Ya, Tuan."
"Urus dan siapkan pernikahan untuk kami. Secepatnya."
"Baik tuan."
Malam itu selama perjalanan, Maura terlelap dengan nyenyaknya di dalam dekapan Ardano. Begitu pula dengan Ardano yang menikmati kedekatannya dengan Maura. Berusaha menghilangkan kekalutan yang tadi melandanya.
.........
"Pagi, sayang..." sapa Ardano saat melihat Maura mengerjapkan matanya.
Maura terbelalak kaget dan bangun dari tidurnya. Dia menoleh ke samping dan melihat Ardano ada di sebelahnya.
"Kenapa nggak anter aku ke kontrakan?" Tanya Maura.
"Aku kan mau kasih bukti ke kamu, sayang. Ini aku abis ambil buktinya."
"Kenapa nggak bangunin aku kemarin malam?"
"Kamu tidurnya pulas banget. Aku nggak tega bangunin kamu."
"Ya tapi, kan nggak harus sekamar juga Ardan..."
"Aku nggak apa-apain kamu kok."
Maura mendengus kesal. Dia turun dari ranjang milik Ardano. Maura berjalan menuju ke dapur milik Ardano disusul pemilik Apartment itu di belakangnya.
"Kamu mau memasak, sayang?"
Maura mendongakan kepalanya dan sedikit mengangguk. Dia membuka kulkas dan isinya hanya minuman dingin juga beberapa minuman bersoda.
"Kamu tidak menyimpan bahan makanan disini?"
Ardano menggelengkan kepalanya. Maura menghela kecil. Dia mengambil sebotol air mineral dari kulkas dan meminumnya.
"Kamu punya mie instant, kan?"
Ardano langsung berjalan ke arah dapur dan membuka salah satu laci. Dia memberikan dua bungkus mie instant itu pada Maura. Mau segera memasaknya dan menyajikannya di meja dapur.
Mereka memakan sarapan seadanya dan Maura merapikan piring-piring bekas mereka pakai.
"Sini sayang." Ujar Ardano.
Maura menghampiri Ardan yang sudha kembali duduk di atas ranjangnya.
"Kenapa?"
Ardano mengeluarkan sebuah map cokelat kepada Maura. Maura menatap Ardan heran.
"Ayo baca!" Ujar Ardano.
Maura membuka map itu dan membaca setiap lembar di dalamnya berikut beberapa foto yang ada disana.
"Maksudmu dia selingkuh begitu?" Tanya Maura.
"Hn. Bisa dibilang begitu."
"Bagaimana kamu bisa bertemu seseorang seperti dia?"
"Dia datang begitu saja padaku."
Maura mengerutkan keningnya heran.
"Dulu aku kuliah bisnis di Harvard dan aku juga kuliah hukum disana. Lalu, salah satu temanku berulang tahun dan merayakannya di sebuah bar."
"Kau bertemu dengannya disana?"
Ardan mengangguk.
"Aku sedikit mabuk dan begitu pula dia. And then, something happen... you know what I meant..."
Maura sedikit mengangguk.
"Kami tidak marah?"
Maura menggelengkan kepalanya.
"Untuk apa aku marah? Oh, come on, Ardan! Siapa yang tidak tahu bagaimana bebasnya gaya hidup di US?"
Ardan mengangguk.
"Ya, aku pikir aku jatuh cinta padanya karena dia baik dan perhatian. Tapi, belakangan aku tahu dia hanya memanfaatkan kekayaan papi. Dia tahu perusahaan papi berkembang dan sedang merambah Eropa yang artinya papi memiliki banyak uang. Dan aku adalah anak sulung papi yang dia pikir akan memegang kekuasaan perusahaan papi."
"Lalu?"
"Aku melamarnya. Saat itu aku tahu dia mengandung. Karena tanpa sengaja aku melihat testpack miliknya. Aku pikir anak itu anakku. Karena itu aku melamarnya. Dan sialnya dia malah mementingkan karirnya di bidang modeling. Dan tak lama setelahnya aku baru tahu kalau selain tidur bersamaku dia juga tidur bersama pria lain. Dan pria itu adalah manajernya."
Maura mengernyit saat mendengar itu.
"Aku baru meminta tolong pada sahabatku untuk mencari tahu tentangnya."
"Hasilnya anak itu bukan anakmu?"
Ardan mengangguk.
"Karena itu, aku memilih kembali ke Indonesia daripada menetap disana. Aku menghindarinya. Dan dia dengan bodohnya mengira aku masih menunggunya."
Maura mengangguk kecil. Dia menyimpan kembali surat-surat itu ke dalam map.
"Ayo kita menikah, sayang!"
Maura terkejut sampai menjatuhkan map di tangannya saat Ardan mengucapkan kalimat itu.
"Maaf?"
"Ayo kita menikah!"
"Ardan, pernikahan itu tidak seperti sebuah permainan dan lagi butuh waktu untuk menyiapkan semuanya..."
"Aku tidak main-main sayang. Aku sangat yakin. Persiapannya sudah dimulai sejak kemarin malam oleh Jim. Tempat, surat-surat yang harus diajukan ke pemerintah dan semuanya."
"Hah?"
Ardan menarik tangan Maura dan menggenggamnya. Dia mengecup punggung tangan Maura.
"Aku tidak pernah seserius ini sebelumnya, Maura. Aku ingin menikahimu. Sungguh, aku ingin setiap pagi saat aku bangun, kamu orang pertama yang aku lihat dan juga menjadi orang yang aku lihat sebelum aku terlelap. Aku benar-benar ingin menjalani hidup denganmu Maura."
"Ardan..."
"Aku akan bilang ke papi. Hari ini juga. Beserta bukti-bukti itu untuk berjaga-jaga."
Maura menatap Ardan dengan tatapan tidak percaya.
"Maura Raditya Calvin, maukah kamu menikah dengan pria yang kasar dan tidak berperasaan sepertiku dan menjadi ibu dari anak-anakku kelak?"
Maura menatap Ardan dengan mata berkaca. Maura mengangguk kecil. Dan Ardan langsung menariknya ke dalam dekapan hangat pria itu. Dia menghujani puncak kepala Maura dengan kecupan-kecupan sayang.
"Kita menikah tiga hari lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
RomanceCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...