Ardan terkekeh kecil dan saat itu juga sebuah telapak tangan yang hangat menyentuh keningnya.
"Kamu sakit ya?"
Ardan menunduk dan menggeleng kecil. Dia menarik gadis di depannya ke dalam pelukannya. Memeluk gadis itu dengan sangat erat.
"Tidak. Aku sehat," ujar Ardan.
"Kenapa ketawa-ketawa sendiri?"
"Karena ada hal lucu yang papa beritahu tadi di dalam,"
"Papa? Sejak kapan-"
"Sejak kamu pulang ke rumah grandpa. Papa menyuruh aku memanggilnya papa. Jelas karena kita akan menikah beberapa bulan lagi, sayang,"
"Astaga! Papa itu!" Gerutu Maura.
Ardan terkekeh. Dia mengecup pelipis Maura dengan penuh sayang.
"Terima kasih," gumam Ardan pada Maura.
"Untuk?"
"Sudah mengajarkanku untuk mempertahankan sesuatu yang aku miliki,"
Maura mengerutkan keningnya sebelum akhirnya dia mulai memahami maksud ucapan Ardan.
"Papa memberitahu sesuatu padamu?"
Ardan mengangguk.
"Apa?"
Ardan menatap langit biru di depannya. Dia mengingat kembali percakapan dengan Raditya Calvin Reinner.
"Papa bilang, kamu sebenarnya sudah bersedia menjadi istriku,"
Wajah Maura merona dengan cepat. Ardan melihat itu dan terkekeh. Dia mengecup kening Maura dengan mesra.
"Mulai hari ini, siap-siap untuk melihat sisi asliku, sayang," ujar Ardan.
"Maksudnya?"
"Ardan yang kemarin tidak akan sama dengan yang saat ini berdiri di depanmu. Siap-siap saja untuk menerima perubahanku,"
Maura bergidik ngeri. Bayangan di otaknya akan perubahan yang Ardan maksud adalah sesuatu yang sangat kejam. Entah itu, Ardan menjadi kasar, suka memukul atau hal-hal seperti itu. Namun, lain otak lain dengan hatinya. Hati dan perasaan Maura mengatakan Ardan tidak akan menyakitinya, hanya Ardan akan melakukan segala hal untuknya, untuk mereka berdua.
"Aku tunggu kalau begitu," ujar Maura Akhirnya membuat seringaian di bibir Ardan nampak.
Ardan merangkul pinggang Maura dan berjalan memasuki rumah besar milik keluar Reiner. Keluarga Maura.
"Ardan,"
"Hm?"
"Memangnya benar, papa sama om Varo-"
"Papi, Maura. Papi aku itu papi kamu juga dan papa kamu adalah papa aku," ujar Ardan meralat ucapan Maura.
"Hn. Jadi, beneran papa sama papi itu temenan?"
"Iya, kata papa. Karena mama dan mami temenan lalu, Harry dan aku juga dua kembaran aku temenan, papa sama papi jadi ikutan temenan,"
Maura mengangguk. Mereka berdua saat ini sedang mengikuti langkah pelayan di rumah besar itu. Yang katanya sih, mengarah ke kamar untuk mereka beristirahat.
"Ini kamar tuan muda dan nona," ujar pelayan itu membuat Maura terkejut.
"Satu kamar?" Tanya Maura.
"Ya, nona. Tuan dan nyonya besar sudah meminta saya menyiapkan satu kamar saja untuk tuan muda dan nona,"
Maura baru mau memprotes, namun, bibirnya keburu ditutup oleh Ardan dengan telapak tangan Ardan yang besar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
RomanceCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...