Wolf Child's Problem

17.1K 951 7
                                    

Dugaan Ardan dan Maura benar. Sesuatu terjadi pada Arman dan Natasha. Untuk dua hari, Natasha tidak datang ke rumah sakit untuk menengok Arman. Kini sudah hampir dua minggu tanpa kedatangan Natasha dan Arman sendiri selalu berdiam dengan tatapan kosong di matanya.

"Apa yang terjadi sebenarnya?" Tanya Ardan pada Arman.

Saat ini mereka berada di kamar rawat Arman dan Ardan mendesak adik kembarnya itu untuk berujar sesuatu.

"Tidak ada,"

"Lalu, kenapa Natasha tidak pernah kesini lagi?"

"Mungkin dia sibuk. Atau dia sudah lelah,"

"Kamu mengusirnya?"

Arman diam. Dia tidak bisa mengelak. Di dunia ini ada empat orang yang tidak bisa dia bohongi. Ayahnya, kakaknya, dan kedua adiknya. Arman diam saja dan menghela kecil.

"Dia akan lebih baik tanpaku, kak,"

"Siapa yang mengatakan itu? Kamu atau dia sendiri?" Tanya Ardan.

"Kak lihat aku. Bahkan untuk menjaga dia saja aku tidak bisa. Jangankan menjaga dia, mengurus diriku sendiri pun aku tidak bisa!" Ujar Arman.

"Dia akan baik-baik saja tanpaku. Dia akan menemukan pria lain yang lebih pantas untuknya," sambungnya.

"Dan kamu rela melihatnya bersama pria lain?"

"Ya. Jika dia bisa bahagia dengan pria itu,"

Ardan semakin merasa bersalah. Penyesalannya tidak pernah berhenti. Setelah Alesha sekarang Arman. Ardan tidak mengerti kenapa dia terus membawa masalah untuk adik-adiknya? Bukankah itu artinya lebih baik dia tidak berada di dunia ini? Ah, tidak... Ardan tidak boleh berpikir seperti itu sekarang. Maura membutuhkannya. Saat ini, Ardan hidup untuk Maura-nya.

"Maaf. Kalau waktu itu kamu tidak mencari tahu tentang Carrel hal ini tidak akan terjadi," ujar Ardan pelan.

"Kak,"

"Jangan menyalahkan dan menyiksa Natasha karena kesalahanku, Arman! Kalau kamu mau kamu bisa memakiku,"

"Kak, ini bukan-"

"Lalu apa?"

"Aku merasa aku sudah tidak pantas untuknya kak,"

Ardan terdiam. Dia melirik jam dinding dan mengangguk kecil.

"Istirahatlah. Ini sudah larut,"

Arman menurut. Dia memejamkan matanya dan perlahan jatuh terlelap. Ardan menatap adiknya dan memilih keluar untuk mencari udara segar. Mata Ardan melebar saat melihat Natasha datang.

"Kak," sapa Natasha padanya.

"Hai, kamu mau menjenguk Arman?"

Natasha mengangguk. "Apa dia sudah istirahat?"

Ardan mengangguk kecil. "Akan aku bangunkan kalau kamu ingin bicara padanya,"

Natasha tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya. "Tidak usah, kak. Biar dia istirahat saja. Aku juga tidak lama, kok,"

Ardan mempersilahkan Natasha masuk. Saat Natasha sudah di dalam, Ardan mengeluarkan ponselnya dan memasang earphone di telinganya. Ardan mendengarkan apa yang dibicarakan Natasha di dalam melalui alat penyadap yang dia letakan di sisi nakas.

"Gio... terima kasih. Terima kasih sudah pernah menjadi pria yang sangat baik untukku. Aku bersyukur pernah bertemu denganmu,"

Ardan terus mendengarkan tiap kalimat yang keluar dari bibir Natasha sampai akhirnya ucapan pamit itu keluar dari bibir Natasha. Ucapan pamit yang menurut Ardan sangat janggal. Natasha seolah pamit pada Arman untuk terakhir kalinya. Seolah dia akan pergi ke tempat yang sangat jauh dan tidak akan pernah kembali lagi.

Ardan masih mendengarkan ucapan gadis itu. Dari suaranya saja, Ardan tahu betapa Natasha sangat menyayangi Arman dan membutuhkan Arman. Dari suara itu pula Ardan tahu Natasha menderita akibat pengusiran Arman padanya. Ucapan pamit itu membuat Ardan takut sesuatu yang buruk akan terjadi lagi.

Ardan melepaskan earphone-nya dan menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya. Tak lama kemudian, Natasha keluar dari ruangan itu dengan mata sedikit sembab. Namun tetap saja, Natasha tersenyum padanya.

"Kak, Natasha titip Ar- maksud Natasha Gio ke kakak. Kalau dia nakal kakak omeli saja dia. Lalu, kalau nanti Gio menemukan seseorang yang baru, tolong katakan padan orang itu untuk menjaga dan membahagiakan Gio,"

"Nat,"

"Natasha cuma bisa menemani Gio sampai disini kak. Gio sendiri yang meminta Natasha untuk menjauh darinya. Tapi, Natasha pikir, Natasha harus pamit ke kakak dan ke Gio juga. Jadi, Natasha datang malam ini. Lalu, Natasha titip salam juga untuk Maura, Alesha, kak Arsen dan juga om Alvaro. Tolong sampaikan terima kasih Natasha ke om Alvaro atas semua kebaikan om pada Natasha,"

"Nat, kamu mau kemana?"

Natasha hanya tersenyum kecil. Ardan bisa melihat mata Natasha kembali berkaca.

"Selain Gio, di dunia ini sudah tidak ada yang menginginkan Natasha, kak,"

Ardan terkejut saat mendengar ucapan Natasha. Ardan ingin menyela ucapan gadis itu akan tetapi, Natasha keburu melanjutkan ucapannya.

"Tapi, Natasha rasa masih akan ada orang yang butuh Natasha. Jadi, Natasha pamit sama Gio untuk membuka lembaran baru,"

Ardan tidak merasa lega meski dia sudah mendengar ucapan Natasha. Entah kenapa, bagi Ardan sesuatu yang buruk akan terjadi lagi. Dan Ardan hanya berharap dia bisa menghentikan yang satu ini.

"Ini sudah malam, kak. Natasha pamit pulang ya kak,"

Ardan menarik Natasha ke dalam pelukannya. Untuk sejenak dia berusaha menenangkan kekasih dari adik kembarnya itu.

"Jangan pernah menyerah, Nat! Arman hanya anak bodoh yang suka bicara seenaknya. Dia tidak pernah bermaksud menyakiti kamu,"

Natasha mengangguk kecil. "Terima kasih kak," ujarnya.

Ardan melepaskan pelukannya dan membiarkan Natasha pergi. Dia langsung mengirim Jim untuk mencari tahu tentang Natasha. Sementara dirinya berdiam di sebelah adiknya.

"Benar-benar kamu! Gadis sebaik Natasha kamu buat menangis sampai seperti itu! Kalau sampai terjadi sesuatu padanya, kamu akan menyesal Arman!"

"Dasar anak serigala yang merepotkan!"

[DS #1] His PossessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang