Extra Part - Anthony 3 (end)

21K 755 45
                                    

"Aw!"

Entah sudah berapa kali ringisan keluar dari bibir Tony. Sejak sebulan lalu, dia sudah mulai mencoba duduk dan hasilnya merepotkan. Akhirnya, dia tidak lagi mendebat ayahnya soal dia ingin duduk.

"Sudahlah Tony. Biar mama suapi,"

"Tidak mau, ma. Tony mau coba sendiri..."

Maura menggelengkan kepalanya. Dari sekian banyak sifat dan tingkah Ardan yang menurun kepada anak-anak mereka, kenapa harus ada sifat keras kepala yang mengalir di darah anak-anak mereka. Tony sama keras kepalanya seperti Ardan. Anak itu sejak setengah jam lalu sibuk mendebat Maura untuk membiarkannya makan sendiri. Meski pada akhirnya, dia meringis-ringis sendiri.

"Ada apa ini?" Tanya Ardan.

Maura langsung menoleh dan menunjuk Tony dengan dagunya. Ardan menatap ke arah putranya dan menghela kecil.

"Tony, biar papa suapi kamu. Nanti kalau tulangmu sudah sembuh sepenuhnya, papa akan izinkan kamu makan sendiri,"

"Pa..."

"Please, kamu membuat papa dan mama khawatir,"

"Tapi, Tony mau sendiri, pa,"

"Tony..."

Tony menghela napasnya. Akhirnya dia mengangguk. Ardan mengambil alih mangkuk bubur di tangan istrinya. Dia menyendokkan bubur di mangkuk dan menyuapkannya pada Tony.

"Besok Tony mau minta soto babat, pa,"

"Hm?"

"Tony bosan makan bubur polos tanpa rasa terus..."

"Baiklah. Besok papa belikan soto. Tapi, makannya tetap pakai bubur bukan nasi,"

"Nggak apa. Yang penting buburnya nggak polos seperti ini,"

Ardan terkekeh. Dia menyuapkan lagi bubur itu ke mulut Tony. Ah... Ardan jadi ingat ketika anak itu masih balita, Ardan juga menyuapinya seperti sekarang. Anak keras kepala seperti Tony dan Ella, selalu manja padanya. Memintanya menyuapi mereka makan, tidak peduli saat itu Ardan harus menghadiri rapat. Kalau pangeran dan putri kecilnya sudah merengek, Ardan akan menyuapi mereka. Ardan bahkan pernah menyuapi Ella dan Tony sambil memimpin rapat direksi dari hotel pemberian ayahnya. Alvaro sampai terbahak geli waktu itu.

"Papa kenapa senyum-senyum?"

"Hah? Tidak..." Ardan menggeleng kecil.

"Papa hanya teringat saat dulu menyuapi Ella dan kamu di ruang rapat,"

Tony mengingat-ingat kejadian yang ayahnya katakan. Dia terkekeh saat mengingatnya.

"Benar juga! Papa menyuapiku saat papa sedang memimpin rapat. Opa sampai tertawa melihat papa,"

"Iya benar,"

"Papa dapat hadiah ceplak tanganku di baju papa..."

Baik Tony dan Ardan tertawa terbahak bersama. Mereka berdua sangat dekat dan Maura senang dengan itu. Anak-anak mereka dekat dengan mereka berdua. Mereka menganggap Maura dan Ardan tidak hanya sebatas orangtua mereka, tapi juga sebagai sahabat tempat berbagi semua rasa.

"Cepat sehat, nak. Papa mau mengajakmu main bola lagi,"

"Boleh. Nanti kalau Tony menang papa harus belikan Tony, mama, kak Ella dan Nia hadiah,"

"Kalau papa yang menang?"

"Ya, papa dapat hadiah ciuman dan pelukan dari mama, kak Ella dan Nia,"

"Curang kamu! Papa disuruh membelikan hadiah sementara kamu tidak,"

"Lah? Kan uang papa sama Tony lebih banyak papa. Jadi kalau papa kalah hukumannya belikan kami hadiah,"

[DS #1] His PossessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang