Ardan mengernyitkan keningnya. Dia sedikit merenggangkan badannya setelah duduk diam di pesawat komersil selama tujuh jam lima belas menit. Ardan menoleh ke samping dan mendapati gadisnya tengah berjalan dengan mata setengah terbuka. Gadis itu memang terlelap selama perjalanan tadi.
Ardan terkekeh geli. Dia merangkul bahu gadisnya dan menarik kepala gadis itu untuk bersandar di badannya. Seluruh badan Maura bersandar dengan posisi menyamping di badan Ardan. Untung saja, pemandangan seperti itu sudah biasa di Sydney. Maura mengeluarkan ponselnya dan menghubungi kakeknya via applikasi.
"Grandpa, bisa aku minta tolong?"
"Hn. Aku sudah sampai di Sydney, bisa tolong jemput aku?"
"Aku rasa, aku akan langsung ke tempat papa saja,"
"Hn, see you grandpa,"
Ardan masih sibuk membelai rambut panjang Maura yang tengah bersandar manja padanya. Maura memang bukan keturunan asli Indonesia akan tetapi, dia mewarisi mata ibunya yang berwarna hitam. Maura memasukan ponselnya ke dalam saku celananya. Dia memeluk Ardan dan bersandar nyaman disana. Membiarkan parfum Ardan memenuhi indra penciumannya.
"Masih mengantuk?" Tanya Ardan.
"Hn. Masih,"
Ardan mengusap rambut itu dengan sayang. Dia benar-benar memperlakukan Maura seperti seorang tuan putri. Ardan menarik koper miliknya lalu, dia menyuruh Maura duduk di atas kopernya dan bersandar padanya. Maura menurut. Dia memejamkan matanya dan menikmati elusan sayang di puncak kepalanya.
"Excuse me,"
Ardan mendongak saat melihat seseorang memanggilnya dan sudah berdiri di depannya.
"Ya?"
"Kami menjemput anda atas suruhan tuan Calvin Reinner,"
Ardan mengangguk kecil. Dia menggendong Maura dan membiarkan kopernya di bawa oleh pria yang berusia tiga puluhan itu. Maura membuka matanya dan mengerjapkannya beberapa kali.
"Mereka sudah datang?"
"Hn, sudah,"
Maura membuka matanya sempurna. Saat Ardan memasukannya ke dalam mobil, matanya melihat supir yang sudah lama bekerja untuk keluarganya.
"Good afternoon uncle Ben," sapa Maura pada supir itu.
"Good afternoon young lady, is that your boyfriend?"
Maura mengangguk kecil dengan wajah merona. Ardan sendiri menyapa pria tua itu seadanya. Dia duduk dengan tangan merangkul pinggang Maura erat. Membelah perjalanan selama tiga puluh lima menit dan mereka tiba di rumah sakit. Tempat Raditya Calvin dirawat.
Maura berjalan dengan Ardan di sisinya. Sejujurnya Ardan pernah datang sekali ke rumah sakit ini. Waktu itu dia menemani temannya untuk menjenguk kekasih dari temannya itu. Ardan membuka pintu bagi Maura dan masuk ke dalam kamar rawat itu bersama dengan gadisnya.
"Papa!" Panggil Maura dengan senang.
Pria yang di rawat dalam ruangan itu menoleh dan tersenyum. Dia menyambut Maura dengan pelukan hangat dan sebuah kecupan di pipinya.
"Putri papa sudah semakin besar," ujarnya.
Dia -Raditya Calvin- menoleh ke arah Ardan. Pria itu memperhatikan Ardan dengan teliti.
"Mara, dia siapa?" Tanya Raditya pada putrinya.
"Itu..."
"Teman yang waktu itu kamu bilang sakit itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
RomansaCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...