Tiga hari... ya, sudah tiga hari sejak terakhir kali Ardano mengantar Maura pulang ke kontrakannya. Setelahnya Maura seperti melarikan diri darinya dan tidak pernah mau bertemu dengannya. Jika Ardan ke kontrakan, tetangganya akan mengatakan Maura sudah berangkat atau belum pulang. Sedangkan jika dia pergi ke kampus, Alesha akan bilang Maura tidak ada kelas atau bahkan sedang mengikuti jam kuliah.
"Sha... tolong jangan bohong sama kakak!" Ujar Ardano pada Alesha.
Memang hari ini Ardano kembali ke kampus Maura dan justru malah bertenu dengan adiknya yang baru saja mau pulang dengan Natasha.
"Alesha nggak bohong kak. Tanya aja kak Natasha kalau tidak percaya..."
Ardano langsung menatap gadia di sebelah Alesha.
"Maaf, kak. Maura sudah pulang duluan. Dia bilang ada urusan makanya dia pulang duluan tadi..."
Ardano menghembuskan napasnya berat. Bagaimana bisa jadi seperti ini? Ardano melangkahkan kakinya memasuki mobil pribadinya. Dia duduk disana dan menghela napasnya. Ardano memutuskan keluar dari area kampus dan berhenti di sekitar kampus itu. Dia menyandarkan kepalanya di kursi mobilnya.
"Hhh... kemana kau Maura?"
Ardano memijat pangkal hidungnya sejenak dan bermaksud melajukan mobilnya kembali. Baru saja Ardano mau merubah persneling mobilnya dan saat itu dia melihat Maura melewatinya dan menumpang si sebuah angkot. Ardano langsung mengikuti angkot tersebut dan menunggu dimana gadis yang dia cari turun.
"Apa-apaan? Dia kesini mau apa?" Tanya Ardano heran.
Dia memutuskan menunggu di dalam mobilnya. Sekian jam menunggu, kening Ardano mulai mengerut heran. Sosok yang sedari tadi masuk ke dalam tak kunjung keluar. Tidak mau menyerah, Ardano terus menunggu sampai hari agak malam. Dan tepat pukul sepuluh malam, sosok itu baru keluar.
"Jam sepuluh?"
Ardano lantas menggelengkan kepalanya. Terlebih saat melihat gadis itu berjalan sendirian menaiki angkot dan turun di depan gang. Ardano tahu betul jalan menuju kontrakan Maura agak sepi kalau sudah malam begini. Baru saja Ardano berujar dan gadis itu sudah diganggu oleh beberapa pemuda yang sudah mulai mabuk.
Plak!
Mata Maura terbelalak kaget. Dia terkejut melihat tangan pemuda yang hampir memegangnya ditepis kasar oleh sebuah tangan dari belakang badannya. Terlebih sekarang pinggangnya tengah dirangkul dengan cukup kuat oleh seseorang.
"Jangan mengganggunya!" Ujar orang di belakang Maura dengan penuh penekanan.
Maura tahu siapa pemilik suara tegas di belakangnya. Dia sering mendengar suara itu selama dua bulan belakangan dan sudah tiga hari dia tidak mendengarnya. Ardano. Satu nama itu terus berkelebat di kepala cantik Maura.
"Ayo pulang!" Ajak Ardano pada Maura. Ardano memasukan Maura ke dalam mobilnya dan melajukan mobilnya menjauh dari tempat itu.
"Aku kan sudah bilang. Kamu jangan pulang terlalu malam lagi!" Ujar Ardano.
"Iya saya masih ingat. Terima kasih, sudah menolong saya."
Ardano langsung menepikan mobilnya dan mengunci pintu mobilnya. Dia menoleh ke arah Maura dan itu membuat Maura menunduk.
"Maura..." panggil Ardano.
Maura sedikit bergenjit saat melihat tangan Ardano terulur ke arahnya. Maura bahkan merapatkan matanya karena takut.
"Maaf..." ujar Ardano.
Maura mendongakan kepalanya dengan cepat saat mendnegar ucapan Ardano.
"Maaf. Aku tidak bermaksud membentakmu. Tapi, kamu tahu, Arsen itu tidak berbahaya seperti yang kamu pikirkan. Lagi pula, kamu harus mengenal dan berteman dengan semua adikku..."
Maura mengangguk patuh. Ardano sempat berhenti dan mengingat ulang apa kalimat tadi dia ucapkan dengan nada tegas atau tidak.
"Maura, jangan kabur-kaburan seperti kemarin-kemarin! Kalau ada masalah yang kamu tidak suka, beritahu aku. Kita bicarakan sampai selesai, okey?"
Maura kembali mengangguk lagi. Dia tidak berani menatap Ardano dan Ardano tahu itu. Ardano menarik pelan lengan Maura hingga badan mungil itu menabrak badannya.
"Maaf. Kemarin aku sudah kasar padamu. Maaf." Ujar Ardano tulus.
Maura langsung menangis dengan keras dan memukul kecil dada Ardano. Ardano mendiamkan saja apa yang Maura lakukan. Tidak masalah jika gadis iu memukulinya sampai besok pagi sekalipun. Dia memang salah. Setelah beberapa saat Maura sudah tidak terisak lagi. Dia juga sudah berhenti memukuli Ardano.
"Sudah lebih baik?" Tanya Ardano pelan sembari menjauhkan badannya.
Tangan Ardano mengusap kedua belah pipi Maura dengan perlahan.
"Maafkan aku ya?"
Maura mengangguk kecil.
"Terima kasih..." Ardano mengecup kening Maura dengan lembut.
Maura terkaku saat bibir Ardano mendarat di keningnya. Maura cukup terkejut. Ditambah lagi kini jantungnya mulai berdegup dengan tidak karuan juga rasa panas yang merambati kedua pipinya.
"Ayo kita pulang!" Ajak Ardano.
Ardano melihat Maura merona, dia tidak ingin membuat Maura malu dan semakin merona. Jadi, Ardano melajukan kembali mobilnya menuju ke kontrakan Maura.
"Terima kasih sudah mengantar." Ujar Maura.
Ardano tersenyum dan mengangguk kecil. Maura segera keluar dari mobil Ardano dan tepat saat dia hendak menutup pintu, Ardano memanggilnya.
"Ya?" Maura membungkukan badannya untuk melihat Ardano.
"Besok pagi aku jemput."
Maura mengangguk dan mengucapkan "selama malam..." lalu, dia menutup pintu mobil Ardano dan bergegas masuk ke kontrakannya.
Ardano tanpa sadar menarik kedua sudut bibirnya. Dia merasa penantian selama hampir sepuluh jam tanpa makan-nya terbayar saat Maura memaafkannya. Ardano mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Jim, cari tahu kegiatan Maura selama tiga hari ini dan kirimkan padaku!"
Ardano menutup panggilan itu tanpa mendengar jawaban anak buahnya. Dia yakin asistannya akan mengatakan iya pada semua perintahnya. Ardano melajukan mobilnya menuju ke apartment ibunya. Dia membaringkan badannya sesaat sesudah dia sampai dan membersihkan badannya.
Ardano baru mau tidur saat sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia melihat ada satu buah pesan dan satu buah e-mail masuk. Ardano membuka e-mail nya lebih dulu.
"Bekerja? Dia bekerja menjadi kasir disana?"
Ardano menggelengkan kepalanya dan memilih membuka pesan di ponselnya. Bibirnya melengkung ke atas saat membaca pesan itu. Pesan dari gadis yang baru saja dia antarkan pulang. Isinya tidak banyak namun cukup membuat Ardano tersenyum.
"Trims sudah menolong dan mengantarku pulang. Oh, aku belum sempat mengatakan ini tadi. Aku minta maaf sudah bersikap kekanakan kemarin dan sudah membuatmu repot. Umm... selamat malam dan semoga tidurmu nyenyak..."
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
RomanceCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...