"Kak... Kak Ardan..."
Ardano membuka matanya dan mengerjapkan mata itu beberapa kali. Suara lembut perempuan yang hampir sama dengan suara sang ibu membuat Ardano tersenyum simpul
"Sudah pulang dek?"
"Sudah. Barusan saja. Nih kak minum dulu..."
"Thanks" Ardano meminum jus jeruk yang tersodor di depannya, dia bahkan menandaskan isinya dalam beberapa tegukan besar
"Arsen sudah datang?"
Anak itu menggeleng
"Oh iya kak, besok kakak sibuk apa nggak?"
Ardano mengerutkan dahinya
"Kenapa?"
"Nggak, besok ada acara di sekolah Alesha. Kalau kak Arsen sih belum tahu deh bisa datang apa nggak yang jelas kalau kak Arman tadi Alesha sudah tanya dan dia nggak bisa datang"
"Papi?"
Anak itu -Alesha- menggeleng. Ardano menarik napasnya dalam-dalam dan menepuk puncak kepala adik bungsunya pelan
"Jam berapa acaranya?"
"Jam sembilan. Kalau pakai molor jadi jam sepuluhan"
"Molor?"
"Kakak kayak nggak tahu kebiasaan orang sini saja!"
Ardano terkekeh. Benar juga kata adiknya, kalau membuat janji dengan orang sendiri justru harus satu jam sebelum rencana awal agar tepat pada jadwalnya. Berbeda jika berjanji dengan orang Amerika atau Eropa yang lebih banyak tepat waktu
"Okey, kalau begitu"
"Kakak bisa datang?"
"Kakak usahain"
Alesha langsung memekik girang dan memeluk kakaknya erat-erat. Alesha memang belum lulus SMA. Mungkin saja acara yang dimaksud Alesha adalah acara perpisahannya dengan teman-teman se-sekolah
"Arman sudah datang kan?"
"Sudah sedang ngobrol dengan grafik-grafik aneh. Alesha nggak ngerti"
Ardano terkekeh geli. Adiknya memang sangat menggemaskan. Ardano memeluk adik bungsunya. Dia masih ingat betul pesan sang ibu
"Ardan, Arman, Arsen... Sini nak, mami mau ngomong"
"Kenapa mi?" Ardano mewakili adik-adiknya bertanya pada sang ibu
"Janji sama mami, kalian harus sayang sama Alesha..."
"Kita sayang kok mi, sama Alesha"
"Janji, apapun yang terjadi sama mami, itu bukan salah Alesha. Jadi, kalian harus menyayangi dan melindungi Alesha. Ngerti?"
Ardano, Armano, dan Arseno mengangguk mantap
"Kita janji mi" ujar mereka kompak dengan tangan membetuk huruf V
'Ardan janji mi, Ardan bakal melindungi adik-adik Ardan dan papi...' Batin Ardano
"Ayo ke depan. Siapa tahu Arsen sudah datang"
"Kak Arsen datang cepat? Mana mungkin kak" cibir Alesha
Ardano hanya terkekeh
"Manusia super sibuk kayak dia lagi bisa dateng cepet. Hebat banget deh kalau bisa gitu..."
"Siapa tahu kan dek"
"Iya juga sih"
Alesha mengalungkan tangannya ke lengan sang kakak yang kokoh bagai beton, mereka berjalan keluar dari kamar itu. Dan benar saja disana sudah ada Arseno yang tengah duduk sambil menyilangkan kakinya
"Ini dia yang dari tadi ditungguin" sindir Arseno
Pletak
"Dasar nggak sopan! Yang ada dari tadi gue nungguin kalian sampe ketiduran!" Gerutu Ardano
"Sudah-sudah!!" Alvaro angkat bicara sebelum ada perang dunia ke tiga di ruangannya
"Jadi, papi mau ngomong apa?" Ardano bertanya to the point
"Siapa yang mau pegang perusahaan ini?"
Tanpa babibu, Ardano dan Arseno menunjuk ke arah Armano
"Lah?!" Ujar Armano
"Cuma lo doang yang paling potensial buat posisi itu" ujar Ardano dan diangguki oleh Arseno
"Ogah ah pi. Arman masih seneng di kantor cabang"
"Lalu, kantor pusat gimana?"
"Papi yang pegang kalau gitu" triplets menyahut kompak
Alesha terkekeh geli. Sedangkan Alvaro merasa dia hanya berdebat kusir saja dengan putra-putranya. Tak ada solusi
"Ya sudah, papi pegang dulu kantor pusat. Tapi, tahun depan salah satu dari kalian harus pegang kantor ini"
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
RomantiekCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...