Mara... satu nama yang berhasil menarik Ardan dari gelap dan kesunyian. Ardan tahu, sejak menatap mata hitam itu dulu, dia sudah jatuh pada pesona gadis berusia 20 tahun itu. Ardan tersenyum kecil, entah kenapa senyuman yang Maura keluarkan selalu berhasil menarik senyum di bibir Ardan untuk keluar juga. Bahkan, Maura bisa membuatnya menjadi sosok yang berbeda.
"Sayang, lihat!" Ardan langsung mendekat ke arah gadisnya dan melihat apa yang ditunjuk sang gadis.
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa sih... hanya ingin agar kamu kesini saja,"
Ardan terkekeh geli dengan tingkah istrinya ini. Dia mengecup kening sang istri dengan sayang. Mereka berkeliling di area wisata itu. Maura nampak sangat senang.
"Aku mau kesana!" Ujar Maura menunjuk sebuah tempat yang seperti lorong.
"Yakin?"
Maura mengangguk. Akhirnya Ardan juga mengangguk. Maura nampak antusias melihat beberapa reptil yang diletakan dalam kaca. Meski terkadang Maura bergidik dan bersembunyi di balik punggungnya saat ular di kaca itu nampak mendekati kaca.
"Lumayan ramai juga ya," gumam Maura.
Ardan masih mengikuti kemana sang istri berjalan sampai sang istri berhenti dan berbalik.
"Kenapa sayang?" Tanya Ardan.
"Aku mau ke mall. Mau makan,"
Ardan mengangguk. Aedan menggenggam tangan Maura dan berjalan keluar dair tempat wisata itu. Ardan meminta Varrel supirnya untuk mengantar mereka ke mall terdekat.
Maura menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di mall dan tertawa bersama Ardan. Mereka makan siang, membeli beberapa pakaian dan juga membeli perlengkapan rumah tangga untuk memenuhi apartment baru mereka.
Brukk!
"Aw!"
Ardan langsung menangkap Maura saat istrinya terhuyung dan hampir terjatuh akibat bertabrakan dengan seseorang. Ardan ingin meneriaki orang yang menabrak istrinya tapi, orang itu sudah hilang.
"Kamu tidak apa, Mara?"
Maura mengangguk. Dia berdiri dan merangkul pinggang Ardan.
"Ada yang sakit?" Tanya Ardan lagi.
"Tidak apa, Ardan. Hanya sedikit terkilir sepertinya tapi, tidak apa kok,"
"Kita pulang saja kalau begitu,"
Maura mengangguk. Ardan memapah sang istri dengan perlahan. Sungguh! Jika bukan karena Maura menggerutu, Ardan pasti sudah menggendong istrinya alih-alih memapahnya seperti ini. Mereka melihat mobil mereka sudah sampai di lobi. Ardan segera membantu Maura naik, disusul dirinya yang juga naik.
"Kamu ngantuk sayang?" Tanya Ardan.
Perjalanan pulang memang masih jauh dan keadaan jalan mulai macet lantaran sudah memasuki jam pulang kantor. Dia melihat Maura mengangguk kecil. Ardan langsung mengangkat badan Maura ke pangkuannya dan mengusap punggung sang istri dengan lembut.
"Tidurlah, sayang. Aku menjagamu,"
Belaian tangan Ardan membuat kantuk menyerang Maura. Perlahan tapi pasti, Maura terlelap dengan napas yang sangat teratur. Ardan mencium puncak kepala Maura dan membiarkan sang istri terlelap di pelukannya.
.............
"Ardan!!"
Ardan terkejut dan hampir saja terjungkal lantaran tidak siap menangkap sang istri yang berlari menubruk dirinya. Ardan ingin menegur istrinya namun, dia urungkan saat mendengar isakkan dari bibir sang istri serta tubuh gemetar istrinya yang membuatnya tidak tega.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
RomantizmCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...