Out Of Character

18.6K 1K 13
                                    

"Mara?" Ardan memanggil istrinya.

Dia mengitari seisi rumah dan tidak menemukan keberadaan istrinya. Ardan mengerutkan keningnya. Ardan kembali memanggil sang istri sampai dia menemukan memo kecil di atas meja makan.

"Aku ke pasar dengan bi Inah. Arman dan Natasha pergi ke rumah sakit untuk check up rutin

Ttd. Your wife,"

Ardan tersenyum kecil. Dia membuka kulkas dan mengambil buah jeruk dari kulkas. Dia membawa beberapa buah jeruk itu ke ruang keluarga dan membuka jeruk itu. Ardan menunggu Maura kembali sambil memakan jeruk-jeruk di tangannya dan menonton televisi.

"Sudah memasuki bulan ke-lima. Besok sudah waktunya Mara check up," gumam Ardan.

Ardan menghubungi Jim dan meminta asistennya itu untuk mengatur ulang jadwalnya. Dia ingin menemani istrinya ke dokter kandungan besok. Telinga Ardan mendengar suara tukang bakso yang lewat di depan rumahnya. Dengan cepat Ardan keluar dan memanggil tukang bakso itu.

"Tunggu sebentar ya pak, biar saya ambil mangkuk dulu," ujar Ardan pada tukang bakso itu.

Tak lama, Ardan keluar dengan mangkuk di tangannya. Dia membeli bakso untuk dia makan. Saat menunggu bakso pesanannya jadi, tukang jajanan lain lewat di depannya. Yang tentu saja menarik dirinya untuk membeli jajanan itu. Ardan memanggil tukang itu dan terus begitu sampai akhirnya meja ruang keluarga penuh dengan camilan.

Pukul setengah lima Alvaro bersama dengan Arman dan Natasha sampai di rumah. Mereka cukup terkejut melihat meja ruang keluarga penuh dengan jajanan.

"Astaga!" Ujar Arman.

"Kenapa?" Ardan bertanya dengan heran.

"Ini nggak salah, kak?"

"Nggak. Emangnya kenapa?"

"Banyak banget,"

"Lagi pingin,"

Hanya dua kata dan mereka bertiga langsung mengangguk maklum. Mereka memahami kalau Ardan memang tengah mengidam. Tapi, mengidam ala Ardan adalah membeli apa yang tiba-tiba dia inginkan dan apa yang dia inginkan biasanya adalah sesuatu yang kebetulan lewat di depan rumah mereka atau di depan matanya.

"Minta gorengannya ya," tanya Arman.

Plak!

Ardan menepis tangan Arman. "Enak aja! Beli sendiri sana!" Ujar Ardan seperti anak kecil yang akan direbut makanannya.

Arman terkekeh. Kapan lagi bisa melihat kakaknya seperti anak sekolah dasar kelas tiga? Tentu saja dia tidak akan melewatkannya.

"Arman, jangan ganggu kakakmu! Biarkan saja dia memakan itu," ujar Alvaro.

Jelas saja Alvaro membiarkan Ardan. Semua orang juga akan membiarkan Ardan mengemil dan memakan apapun. Mereka justru malah senang. Pasalnya, sejak Maura terindikasi mengandung sampai dua hari yang lalu, Ardan mengalami sulit makan. Karena itulah, saat ini mereka senang karena melihat Ardan bisa makan tanpa mengeluarkan isi perutnya.

"Kakak... kakak...." ujar Arman pelan.

"Besok-besok kalau kakak lagi beli beginian beliin aku juga sih, kak. Kangen tahu sama makanan pas jaman SD,"

Ardan hanya mengangguk sambil memakan bakso di mangkuknya.

"Eh, dek," panggil Ardan tiba-tiba. Panggilan itu jujur saja membuat Arman hampir menangis. Sudah sangat lama Ardan tidak pernah memanggil adik kembarnya dengan panggilan kecil seperti itu.

"Hah? Kenapa?"

"Biasanya tukang kembang tahu itu lewat jam berapa?"

"Hah?"

[DS #1] His PossessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang