Thank You, I Love You😚

19.8K 1K 23
                                    

"Tuan, anda yakin mau membatalkan acara malam ini?" Tanya Jim pada Ardan.

Ardan mengangguk. Dia membenahi meja kerjanya dan mengambil jasnya yang dia sampirkan di kursi.

"Kosongkan semuanya sampai setidaknya empat bulan ke depan,"

"Empat bulan, tuan?"

"Iya,"

Jim mengangguk paham. Dia mematuhi perintah tuannya. Ardan memakai jasnya dan segera keluar dengan Jim di belakangnya. Jim menghubungi Farrel untuk menyiapkan mobil. Begiu mobil tiba di lobi mereka langsung masuk dan mobil itu melaju ke salah satu rumah sakit.

Membelah jalanan ibu kota selama satu jam, mereka sampai di rumah sakit. Ardan dengan santai masuk ke dalam dan berjalan menuju ke ruang perawatan VIP.

"Sayang," panggil Ardan saat dia memasuki ruangan itu.

Maura menoleh dan tersenyum kecil. Ardan mendekati istrinya dan duduk di sebelah sang istri.

"Apa masih sakit?" Tanya Ardan.

"Tidak. Dokter bilang kemarin itu hanya kontraksi awal saja. Anak kita masih akan di dalam perutku sampai nanti malam atau besok pagi,"

Ardan mengangguk. Ardan mengusap perut buncit istrinya dan mencium perut itu. Ardan juga menempelkan telinganya disana. Dia merasakan pipinya terpukul sesuatu. Entah itu tendangan atau mungkin pukulan dari anaknya.

"Putri papa apa kabar hari ini?"

Maura terkekeh. Dia merasakan anaknya bergerak di dalam perutnya dengan sangat aktif. Memang sejak janin mereka bisa bergerak, janin di perut Maura itu selalu bergerak aktif jika suara Ardan sudah terdengar. Atau jika Ardan sudah mencium dan mengusap perut Maura.

"Dia sangat sayang padamu," ujar Maura.

"Dia pasti juga sayang padamu, Mara. Dia bahkan tidak mengizinkan mama-nya menderita saat mengandungnya,"

Maura terkekeh. Memang benar sejak awal sampai akhir masa mengidam, semua itu Ardan yang merasakannya. Bahkan suaminya berkali-kali harus merasakan jarum infus menancap di tangannya akibat kekurangan nutrisi.

"Putri kecil papa jangan nakal ya! Bersabar sebentar lagi, sebentar lagi kamu akan bertemu mama dan papa. Papa menunggumu disini, baby," ujar Ardan sambil mencium perut itu.

Dugh!

Pipi Ardan di tendang oleh bayi mereka. Ardan dan Maura tertawa bersama. Ardan mengusap perut itu dengan sayang sangat sayang.

"Okey-okey, papa tidak akan mengganggu tidur siangmu,"

Ardan bangun dan mencium pipi Maura dengan sayang.

"Mara,"

"Hm?"

"Aku tahu saatnya memang tidak pas. Tapi, aku mau bertanya padamu,"

"Apa itu?"

"Namamu. Kamu akan memakai nama Maura Raditya Calvin terus atau kamu mau memakai nama lamamu?"

"Nama lama?"

Maura terbelalak kaget. Dia menatap Ardan dan Ardan malah tersenyum kecil.

"Semuanya sudah kembali. Secara lengkap dan perlahan-lahan. Puncaknya kemarin malam, semua yang terlupakan sudah kembali,"

"Oh, ya Tuhan!" Maura memeluk Ardan.

Dia menangis dalam pelukan suaminya. Ardan mengusap punggung istrinya dengan sayang.

"Maura ataupun Tamara. Yang jelas aku sudah memenuhi janjiku,"

"Kalau aku bukan Tamara, bagaimana? Kau akan meninggalkanku?"

[DS #1] His PossessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang