"Ra, jangan mengikuti aku terus..." ujar Ardan ketika dia mulai jengah.
Bayangkan saja sudah selama dua jam Maura terus mengekorinya kemana pun dia pergi. Bahkan Maura menunggu di depan kamar mandi hanya demi agar tidak diganggu oleh Arseno.
"Tapi kan..."
"Ra! Jangan berlebihan! Dia itu adikku!! Dia tidak akan melakukan sesuatu di luar batasnya!!!"
Maura terlonjak kaget saat suara Ardan begitu keras membentaknya. Maura menelan ludahnya perlahan.
"M-ma..af..." gumam Maura terbata.
Maura langsung mundur perlahan saat Ardano melangkahkan kaki ke arahnya. Maura mendengar derap langkah dari belakangnya yang berjalan mendekat.
"Ada apa?" Suara penuh wibawa itu membuat Maura sedikit bergenjit.
Maura menenangkan dirinya. Dia menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
"Ardan, ada apa?"
Belum sempat Ardano menjawab, Maura sudah lebih dulu membalik badannya.
"Nggak ada apa-apa om." Ujar Maura dengan suara yang agak serak.
Mana mungkin Alvaro percaya dengan ucapan anak itu ketika wajahnya justru nampak pucat dan tangannya sedikit gemetar.
"Om, Maura baru ingat. Maura ada janji sama teman Maura. Maura pulang dulu ya om. Permisi." Ujar Maura secepat mungkin agar suaranya yang bergetar tidak terlalu terdengar.
"Kamu pulang sendiri? Ardan?" Tanya Alvaro pada dua sejoli di depannya.
"Om. Biar Maura pulang sendiri saja. Ardan ada urusan lain. Maura pamit dulu om."
Maura segera melangkahkan kakinya keluar. Dia mengambil tasnya di ruang tamu. Tanpa menghiraukan panggilan Natasha dan Alesha, dia bergegas keluar dari rumah besar itu. Bahkan tanpa pamit pada orang yang ada di ruang tamu.
Arseno sempat berpapasan dengan Maura ketika Arseno hendak masuk ke dalam rumahnya.
"Lo mau pulang?" Tanya Arseno yang justru diabaikan oleh gadis itu.
Arseno mengernyit melihatnya. Sampai saat gadis itu melewatinya, Arseno langsung membelalakan matanya. Dia menoleh dan melihat gadis itu berlari ke arah keluar komplek. Arseno langsung masuk ke dalam rumahnya.
Bugh!
"Astaga!"/ "ARSEN!"
Alesha dan Alvaro terkejut saat melihat Arseno yang meninju wajah Ardano dengan kerasnya. Armano juga langsung berdiri dan menahan tangan kembarannya.
"Lo kenapa?" Tanya Armano pada adiknya.
"Lo bener-bener brengsek kak! Malu gue punya kakak kayak lo!"
Ardano melirik Arseno dengan tajam, dia mengusap sudut bibirnya yang sedikit berdarah. Tinjuan Arseno tidak bisa dibilang pelan juga.
"Maksud kamu apa Arsen?" Tanya sang ayah.
"Kalau lo mau marah, marah sama gue! Gue yang ngegodain Maura sampai dia takut sama gue!"
Semua orang disana mulai tahu asal dari kemarahan Arseno. Arseno masih berusaha lepas dari pegangan Armano. Dia masih berusaha meninju kakak tertuanya itu.
"Arsen! Selesaikan baik-baik!" Suruh Alvaro akhirnya.
"Harusnya papi bilang itu ke dia! Bukan ke Arsen! Papi nggak pernah ngajarin kita buat bikin perempuan nangis!"
Armano langsung menatap ke arah kakaknya begitu juga Alesha dan Alvaro. Mereka bertiga menatap ke anak tertua di rumah itu. Ardano sendiri nampak kaget dengan ucapan adiknya.
"Maksud kak Arsen, kak Aura nangis?"
Arseno tidak menjawab.
"Kenapa bisa?"
"Tanya sama kakakmu itu!"
Ardano tidak menjawab apapun. Dia langsung melangkah melewati kedua kembarannya dan berjalan menuju pintu keluar.
"Kak..." panggil Armano
Ardano menoleh dan saat itu sebuah kunci mobil terlempar ke arahnya. Ardano menangkap kunci itu dan segera berangkat menggunakan mobil Armano ke kontrakan Maura. Setengah jam perjalanan dia sampai di kontrakan Maura.
"Maura..." Ardan mengetuk pintu kontrakan itu dan memanggil Maura.
"Maura..." Ardan melakukannya lagi.
Sampai ketukan yang entah sudah berapa kali dan panggilan yang juga sudah sangat banyak dia lontarkan, pintu kontrakan itu tidak juga terbuka.
"Mas, maaf. Dek Maura belum pulang sejak tadi pagi. Kan tadi pagi, mas-nya yang menjemput Maura." Ujar aeorang ibu yang tinggal di sebelah kontrakan Maura.
Ardano langsung pergi dari kontrakan itu setelah mengucapkan terima kasih pada ibu itu. Ardano menyusuri sepanjang jalan yang mungkin dilewati Maura. Dia mencari keberadaan gadis itu. Dia menyesal sudah membentak Maura. Padaha, sudah jelas Maura cukup takut padanya karena kejadian salah paham saat awal pertemuan mereka.
"Sialan!" Umpat Ardano.
"Kemana kamu Ra?" Ardano menggumam. Dia terus berjalan perlahan dan mencari di mana gadisnya.
Lelah mencari, Ardano memarkirkan mobilnya di depan sebuah ruko kosong. Dia berjalan ke salah satu taman yang ada di area itu. Hanya taman kecil yang biasanya cukup ramai. Tapi, berhubung cuaca hari ini agak mendung dan lagi, sudah hampir malam, taman itu dan jalan di sekitarnya menjadi sepi.
"Lepas!"
Suara jeritan itu terdengar sangat familiar di telinga Ardano. Ardano mempercepat langkah kakinya. Dia melihat gadisnya tengah meronta saat dua orang pria memegang kedua pergelangan tangannya.
"Lepas!!"
Ardano marah melihat itu. Dia langsung mendekat dan menghajar salah satu pria yang menahan Maura. Melihat temannya dipukuli oleh Ardano, pria yang satu lagi menghempaskan tangan Maura dengan keras dan menyerang Ardano. Tentu saja mereka semua berakhir babak belur di tangan Ardano
"Pergi kalian! Berani kalian mengganggu gadisku lagi, aku habisi kalian!!!" Ujar Ardano dengan keras dan kedua pria itu pergi.
Ardano berbalik dan melihat Maura terduduk di dekat sebuah pohon. Dia menekuk kedua lututnya dan memeluknya erat.
"Maura..." panggil Ardano
Gadis itu terdiam tanpa menjawab. Suara isakan kecil membuat Ardano terkejut dan langsung ikut berjongkok di depan Maura. Dia mengangkat wajah Maura untuk melihatnya.
"Maura..." panggil Ardano dengan lembut.
"Kita pulang ya..."
Maura menurut. Dia membiarkan Ardano menggendongnya dan membawanya ke dalam mobilnya.
"Maura..."
Maura sedikit lebih tenang. Dia mengusap airmatanya. Dia menoleh ke arah Ardano.
"Maaf, sudah merepotkan anda lagi." Ujar Maura dengan sopan.
Ardano mengernyit tidak suka saat gadis itu sangat formal padanya. Maura diam saja bahkan saat mobil Ardano mulai melaju membelah jalanan yang sepi itu menuju ke kontrakannya.
"Lain kali jangan keluyuran saat hari mulai gelap,"
Maura mengangguk.
"Saya mengerti, maaf sudah merepotkan anda,"
Maura langsung bergegas melepaskan sabuk pengaman saat mobil itu berhenti di depan kontrakannya.
"Terima kasih sudah menolong dan mengantar saya. Maaf sudah merepotkan anda. Saya permisi,"
Maura langsung keluar dan masuk ke dalam kontrakannya bahkan sebelum Ardano menjawab ucapannya.
"Maaf,"
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
RomanceCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...