"Ella," Maura memanggil putrinya yang sedang memakan makanannya.
"Ella masih marah pada papa?"
Anak berusia tiga setengah tahun itu mengangguk kuat. Maura tersenyum saja.
"Ella, sini sayang,"
Arabella berlari ke arahnya. Maura menarik kursi kosong di sebelahnya dan membiarkan Arabella naik ke atas kursi itu.
"Ella tahu, kan papa itu sayang pada Ella?" Tanya Maura.
Ella mengangguk.
"Ella, papa tidak mengajakmu karena mungkin saja tempat yang tadi siang papa datangi itu berbahaya. Papa takut kamu terluka, sayang,"
Ella masih diam saja. Bibirnya mengerucut membuat Maura gemas sendiri. Ingin mencubit kecil pipi tembam anaknya. Anak itu terlalu menggemaskan. Tapi, Maura ingat dia harus mendamaikan putrinya dengan Ardan.
"Ella tidak kasihan sama papa?"
"Kenapa?" Tanya Ella.
"Papa tidak makan dari tadi siang karena Ella mengambek pada papa. Padahal, tadi pagi papa hanya sarapan roti saja,"
Alis Ella berkerut. Maura tahu anaknya juga sangat menyayangi Ardan.
"Ella, jangan marah pada papa lagi, ya?"
"Ella mayah!"
"Ella sayang, coba kamu pikirkan. Kalau kamu ngambek pada papa, papa tidak akan mau makan. Lalu, kalau kamu marah pada papa untuk waktu yang lama, itu artinya papa tidak akan makan apapun. Kalau papa sakit Ella tidak sedih?"
Maura melihat kening Ella semakin berkerut dalam. Maura tahu sebenarnya kemarahan Ella sudah mulai menghilang.
"Ella masih mayah!"
Maura menghela kecil. Dia mengangguk dan mengajak Ella untuk bertukar pakaian. Ella menurut. Dia berganti pakaian dengan ditemani oleh Maura. Selesai berganti pakaian, Ella dan Maura berjalan ke kamar Maura.
Maura mengerutkan kening saat melihat Ardan tidak ada di ranjang mereka. Saat Maura menoleh ke sudut kamarnya, dia melihat Ardan terlelap di sofa dengan posisi tidak nyaman. Mengingat sofa itu berada di seberang ranjang dan berada di antara meja kerja dan lemari pakaian mereka.
"Ella naik ke ranjang dulu, sayang. Mama, mau berikan papa selimut dulu,"
Maura membuka lemari dengan perlahan. Dia mengambil selimut dan menyelimuti Ardan. Maura juga mengecup kening suaminya. Dia bisa merasakan kening Ardan sedikit berkerut tanda suaminya tidur dengan banyak pikiran.
"Mimpi indah, sayang," gumam Maura.
Maura naik ke ranjang dan menarik selimut untuk menyelimuti putrinya.
"Ella jangan marah pada papa lagi, ya?" Ujar Maura dan Ella menggeleng kuat.
'Keras kepala!' Batin Maura.
"Ya sudah. Ayo tidur! Ini sudah malam," ujar Maura dengan lembut.
Ella memejamkan matanya. Dia terlelap dengan cepat di pelukan ibunya.
"Mimpi indah, Ella," gumam Maura disertai kecupan hangat di kening putrinya.
............
02.00 am,
Ella terbangun karena suara guntur yang menggelegar. Ella takut. Biasanya ayahnya akan memeluk dirinya erat kala suara guntur menggelegar seperti itu. Ella menyembunyikan kepalanya di bantal. Dia takut tapi, tidak berani membangunkan ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
RomansaCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...