Perdebatan

19.8K 1K 17
                                    

"Carrel disini, dia menyuruh orangnya untuk mengejar kami kesini,"

Ucapan Ardan membuat semua orang menatapnya. Harry malah menghela kecil.

"Kalian sudah tahu?" Tanya Ardan.

Mereka semua mengangguk. Ardan langsung mengangguk kecil.

"Kami menunggumu yang tidak bangun-bangun selama dua hari. Yang benar saja! Kalau kami harus menunggumu tanpa melakukan apapun, orang itu pasti sudah lari," omel Arman.

"Biarkan saja Arman," ujar Ardan pelan.

"Apa? Kak! Kepalamu ini terbentur atau apa?!"

"Biarkan saja dia Arman. Jangan membantuku mengurusnya!"

"Kak!!!"

Ardan melupakan rasa sakitnya dan kali ini dia menarik kerah baju Arman dengan keras.

"Dengar Arman! Carrel bukan orang yang bisa dengan mudah kau tangani! Kau tidak mengenalnya dan tidak tahu seberapa liciknya dia!! Kalau dia tahu kau membantuku menyelidikinya dan sesuatu terjadi padamu, apa yang harus aku lakukan, hah?!!" Bentak Ardan emosi.

Arman tersentak kaget. Dia tidak pernah melihat kakaknya semarah ini padanya. Kesalahan apapun yang dia buat selalu dapat dimaafkan oleh kakaknya.

"Kau tidak pernah merasakan rasa bersalah Arman!!! Tapi aku mohon dengan sangat padamu, jangan membuatku merasakan perasaan bersalah karena dia melukaimu ataupun Natasha!!"

Perkataan Ardan menyentil Arsen, Alvaro dan Arman. Maura dan Harry yang tahu cerita empat belas tahun silam pun, paham arti ucapan yang baru saja Ardan katakan. Maura mengusap lengan Ardan yang menarik kerah baju Arman.

"Jangan marah lagi! Setahuku, kalau kamu marah atau emosi, bukankah itu akan membuat lukamu semakkn sakit?" Bujuk Maura.

"Biarkan Maura! Anak ini sesekali harus diberitahu kapan dia harus berhenti!!" Ujar Ardan.

"Arman tidak akan melakukannya. Dia tidak akan melakukan hal yang membuatmu menanggung rasa bersalah,"

Maura menoleh ke arah Arman dan meyenggol lengan Arman. Arman yang sejak kakaknya mengatakan isi hatinya itu melamun, jadi tersentak kaget.

"Kak Arman tidak akan melakukannya, kan?" Tanya Maura.

Arman hanya bisa mengangguk kaku. Maura langsung melepaskan tangan Ardan dari leher Arman.

"Sudah ya, jangan marah lagi! Lebih baik kamu istirahat yang cukup agar lebih cepat pulih,"

Ardan duduk dan bersandar kembali di ranjangnya. Arsen berdeham kecil. Dia mengajak ayah dan kakak kembarnya juga Harry untuk keluar.

"Darimana kalian tahu Carrel Maxton yang melakukannya?" Tanya Ardan.

Keempat pria disana terdiam di ujung pintu. Mereka tahu hal itu dari Arman. Mereka jadi bingung harus menjawab apa.

"Dari siapa?" Tanya Ardan lagi.

Masih tidak ada jawaban. Ardan meminta ponselnya pada Maura. Dia menghubungi seseorang dari ponselnya.

"Siapa yang kemarin menyelidiki pelaku penembakanku?"

"Adik anda tuan,"

"Siapa?"

"Tuan Gio,"

Krkk...

Krakkk!

Ponsel di tangan Ardan rusak seketika saat Ardan meremasnya dengan kuat.

"Jangan pulang ke Indonesia dan jangan pergi kemana pun Arman!!!" Ujar Ardan.

[DS #1] His PossessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang