"Apa yang dilakukan Carrel padamu?" Pertanyaan itu membuat badan Maura tersentak.
Ardan mengusap punggung gadisnya dengan lembut. Dia merasakan badan gadisnya tersentak tadi. Ardan penasaran namun, takut menanyakan lebih lanjut. Dia takut gadisnya semakin menangis nanti.
"Ardan..." Maura memanggilnya dengan suara serak.
"Hm?"
'Nah, kan! Sudah hampir menangis! Sialan kau Carrel! Apa yg kau kalukan pada gadisku?!'
Maura merapatkan diri pada Ardan. Dia memberikan ponselnya pada Ardan. Sempat mengernyit, tak urung Ardan mengambil ponsel itu. Ardan membukanya dengan sebelah tangan sementara sebelah lagi masih memeluk Maura dengan erat.
Ardan membuka kotak pesan dan menemukan nomor tanpa nama disana. Ardan membukanya dan mendapati tulisan disana berisi kalimat-kalimat ancaman dan kalimat yang melecehkan Maura.
"Carrel mengirimnya padaku," cicit Maura dalam pelukan Ardan.
Ardan memberikan ponsel itu pada Jim untuk dicaritahu dimana letak keberadaan Carrel. Tangan Ardan menaikan Maura ke dalam pangkuannya. Dia mengusap punggung dan rambut Maura dengan lembut.
"Naikan kakimu, sayang," ujar Ardan.
Maura menurut. Dia melepaskan sepatunya dan menaikan kakinya. Sementara badannya berada di pangkuan Ardan dan dirinya tengah bersandar nyaman pada badan tegap itu. Maura menyelipkan kepalanya di lekuk leher Ardan. Dia menghirup wangi sampo dan cologne Ardan sebanyak mungkin untuk dirinya.
"Bagaimana dia bisa mendapat nomormu, sayang?"
Maura mengeratkan tangannya pada jas Ardan. Meremas jas itu hingga mungkin akan meninggalkan kusut nantinya. Ardan hanya mengusap lembut rambut dan punggung Maura memberikan ketenangan pada gadisnya.
"Dia mendatangiku kemarin. Di depan kelas. Dia menarikku ke taman belakang dan mengambil ponselku," ujar Maura.
"Apa dia melakukan sesuatu padamu?"
Maura mengangguk kecil. Maura menjauhkan badannya dari Ardan. Menarik turun leher kaus turtleneck miliknya. Ardan bisa melihat bekas keunguan di leher Maura. Tiga. Ardan menggeram kesal. Gadis yang selalu dijaganya tanpa pernah dia jamah, ditandai oleh lelaki seperti Carrel.
'Berani-beraninya Carrel menandai Maura!'
Ardan menyentuh luka keunguan itu dengan perlahan.
"Apa sakit?" Tanya Ardan.
Tatapan mata Ardan menatap ke manik hitam milik Maura dengan dalam. Ardan melihat kedua manik hitam itu berkaca-kaca. Setetes air mata turun dari manik hitam itu. Ardan menghapusnya perlahan.
"Maafkan aku, sayang. Aku minta maaf,"
Maura menangis dengan keras, membuat kaget Farrel dan Jim di depan. Jim tahu Maura gadis yang sangat lembut dan perasa. Jelas saja gadis itu menangis dengan keras saat ini. Maura seolah mau mengadu pada Ardan tentang betapa takutnya dia saat Carrel menariknya, betapa sakitnya lehernya saat Carrel menggigit dan menghisap leher itu demi meninggalkan bekas disana.
Ardan memeluk erat Maura. Dia benar-benar merasa bersalah pada gadisnya. Ardan mengelus bagian belakang kepala Maura dengan sangat lembut.
"Ssshh... tidak apa, sayang. Ada aku. Jangan takut lagi!"
Maura masih menangis dia menyembunyikan wajahnya di lekuk leher Ardan. Menangis disana dengan keras. Ketakutannya selama beberapa hari ini membuatnya menangis dengan keras saat menemukan sosok yang bisa melindunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
RomantizmCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...