Ketemu!

24.3K 1.2K 10
                                    

Ardan menunggu kabar dari Jim yang dia tugaskan menyelidiki dan mengawasi daerah sekitar rumah Cavalier. Ardan mengurung dirinya di apartment-nya. Berkali-kali Ardan mencoba menghubungi ponsel gadisnya tapi, selalu berakhir pada kotak suara.

"Bagaimana Jim? Sudah ada kabar?"

Jim menggelengkan kepalanya perlahan. Ardan menutup matanya dan menghembuskan napasnya dengan gusar.

'Jika tidak di rumah Cavalier dimana gadisku?' Pikir Ardan.

Ardan menyuruh Jim keluar. Dia membaringkan badannya di ranjang miliknya. Seharusnya hari ini dia menikah dengan gadisnya. Akan tetapi, semua rencana itu hancur berkeping-keping karena ketidakpekaannya.

Drrrt...drrrt...drrrt...

Kening Ardan berkerut saat melihat panggilan dari nomor yang tidak dia kenal. Sempat terpikir untuk menjawab tapi, dia urungkan. Ardan meletakan kembali ponselnya dan panggilan itu terus masuk kesana tanpa jeda. Akhirnya, Ardan mengaktifkan mode senyap di ponselnya dan dia memutuskan beristirahat untuk hari ini.

'Mi, bantu Ardan temukan Maura, mi... Ardan mohon...,' doanya dalam hati.

..........

Ardan mengerutkan keningnya saat sinar matahari masuk melalui celah jendela. Dia membuka matanya dan mengerjapkannya. Ardan bangkit dan mengambil ponselnya. Dia cukup terkejut melihat 38 panggilan tidak terjawab dan satu pesan di ponsel itu. Dengan penasaran, Ardan membuka pesan itu. Tulisannya tidaklah jelas banyak kata yang tidak seharusnya ada disana.

Akan tetapi, Ardan justru langsung membuka matanya dengan kesadaran penuh.

"Maura...," panggilnya.

Ardan yakin. Dia sangat teramat yakin pesan dan panggilan itu berasal dari Maura. Ardan pernah belajar di sekolah kepolisian walau tidak sampai lulus. Sewaktu tinggal di US, dia memilik banyak teman yang berprofesi sebagai polisi. Dia tahu jenis pesan yang dikirimkan seseorang, dan Ardan yakin pesan yang dia dapatkan itu berasal dari Maura.

Ardan segera membersihkan badannya. Dia memakai stelan kerjanya seperti biasa dengan semua yang berwarna hitam dan dasi biru gelap. Ardan menghubungi Jim dan meminta Jim untuk menjemputnya di depan apartment.

Ardan mengeluarkan laptopnya dan mulai mencari keberadaan gadisnya. Memiliki perusahaan jasa keamanan membuat dia bekerjasama dengan polisi di berbagai daerah di Indonesia. Ardan meminta bantuan dari beberapa polisi untuk melacak nomor yang sejak semalam sudah menghubunginya.

Mendapat apa yang dia inginkan, Ardan berangkat kesana bersama dengan beberapa polisi. Jika saja dia tidak sedang berada di Jakarta, dia akan turun tangan sendiri dan menghajar siapa pun dalang dari penculikan gadisnya. Tapi sayangnya, Indonesia adalah negara hukum. Meskipun Ardan mampu dan sanggup melawan mereka sendiri, dia tetap harus tunduk pada peraturan. Karena itu, dia membawa polisi untuk ikut bersamanya.

"Tuan, kami sudah berjaga disini sejak kemarin. Tidak ada hal yang mencurigakan disini."

Ardan mengangguk kecil. Mobil miliknya terparkir apik tak jauh dari rumaj besar Cavalier. Ardan duduk dan menatap ke arah rumah besar itu. Dia yakin Cavalier menyembunyikan gadisnya. Nomor itu tersambung dari rumah Cavalier tapi, tidak ada bukti kuat atas hal itu sehingga dia harus rela menunggu lebih lama sebelum penggerebekan.

Ardan tersentak saat ponsel di saku bagian dalam jasnya kembali bergetar. Ardan segera mengeluarkan ponselnya dan melihat nomor yang sama menghubunginya. Kali ini, Ardan mengangkat panggilan itu.

"Mmmpphhh...!" Suara itu terdengar lebih dulu di telinga Ardan sebelum dirinya sempat mengucapkan halo.

"Maura," Ardan memanggil gadisnya.

Hanya teriakan dengan suara mulut yang tersumpal yang terdengar oleh Ardan.

"Sayang, aku matikan dulu sambungan ini. Aku akan menghubungimu, okey?"

"Mmmpp!!"

"Ssshh... aku janji akan langsung menghubungimu. Aku janji sayang...," Ardan berujar.

"Jika kamu setuju ketuk saja layarnya satu kali," ujar Ardan lagi.

Suara ketukan itu terdengar. Ardan memutus panggilan itu hanya untuk menghubungi nomor tersebut kembali. Ardan tahu, jika dia membiarkan nomor itu yang menghubunginya, bukan hal yang mustahil jika panggilan itu akan terputus nanti karena kehabisan pulsa.

"Maura..," Ardan memanggil gadisnya saat panggilannya tersambung.

"Jangan matikan ponselnya, sayang! Dimana pun kamu menyembunyikan ponsel itu, jangan mematikannya...," Ardan menasihati.

Ardan baru akan berujar jika saja, tidak ada suara ribut dan pintu yang terbuka yang terdengar oleh Ardan. Ardan langsung menghidupkan mode mute di ponselnya. Dia juga memanggil polisi yang ikut bersamanya.

Mereka mendengarkan suara bentakan dan cacian dari mulut seorang pria yang mereka duga adalah Cavalier. Polisi bahkan merekam panggilan itu sebagai barang bukti. Merasa cukup mendengar semuanya, Ardan meminta para polisi itu segera bertindak. Tentu saja dengan sedikit ancaman bahwa dia akan melakukannya sendiri, jika para polisi itu tidak bergerak.

Ardan menyaksikan para polisi itu turun untuk masuk ke rumah Cavalier, mengamankan situasi. Ardan turun dari mobilnya dan masuk ke dalam rumah itu bersama komandan polisi. Dia menapakan kakinya di rumah megah itu. Salah satu polisi mengarahkannya ke salah satu pintu disana. Sebuah pintu yang menuju ke halaman belakang.

"Dimana dia?" Tanya Ardan saat rasa penasarannya tidak bisa lagi dia bendung.

"Salah satu pelayan mengatakan nona, disekap di paviliun."

"Pelayan itu sudah diamankan?"

"Sudah, pak Deo."

Ardan mengangguk. Dia menoleh ke arah Jim.

"Minta dia bekerja untukku, Jim," titah Ardan.

Kaki Ardan melangkah semakin dekat dengan paviliun. Tepat saat dia masuk saat itu sosok yang sudah dua hari dia cari tengah duduk di kursi kosong dengan kedua tangan yang memeluk dirinya sendiri. Terlihat sekali, gadisnya sangat ketakutan.

Ardan mempercepat langkah kakinya. Dia berhenti tepat di depan Maura dan berlutut di depan gadis itu. Tangannya langsung memeluk tubuh mungil itu dalam dekapannya.

"Astaga, Maura! Aku sangat mengkhawatirkanmu, sayang...,"

[DS #1] His PossessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang