"Ardan..."
Panggilan itu membuat Ardan membuka matanya. Dia berjalan menuju ke pintu dan membuka pintu kamar itu.
"Kenapa sayang?"
"Opa memesan makanan kesukaanmu. Ayo turun! Kita makan bersama-sama,"
Ardan mengangguk. Dia turun ke bawah dan menemukan keluarganya sedang bercengkrama sambil membuka makanan ringan yang biasanya Ardan sukai. Ardan tersenyum melihat makanan itu. Dia rindu ibunya. Dulu, ibunya sering membuatkannya makanan itu. Makanan rumah yang sederhana tapi, Ardan menyukainya.
Ardan berjalan di belakang Maura menuju ke halaman kembali. Langkah kakinya berhenti saat dia sudah dekat dengan meja makan besar itu. Ardan menarik pinggang Maura dan menundukkan kepalanya dia meletakan hidungnya di bahu Maura dan membuat Maura terkejut.
"Kenapa?" Tanya Maura.
"Sebentar saja. Wangimu menenangkanku, Mara,"
Maura mengangguk. Beberapa menit berikutnya Ardan mengangkat kepalanya dan kembali berjalan bersama Maura ke dekat keluarganya.
"Ayo makan, nak! Ini camilan kesukaanmu, kan?"
Ardan mengangguk. Alesha membukakan bungkus makanan itu dan saat itu juga Ardan menutup mulut dan hidungnya dengan tangannya.
"Maaf," ujar Ardan pelan sebelum dia kembali ke dalam dan memuntahkan isi perutnya ke wastafel di kamar mandi.
Berdiam di kamar mandi selama lima menit, Ardan kembali ke luar dengan wajah setengah basah dan begitu dia sampai di dekat meja dia kembali merasakan perutnya bergejolak. Dia kembali menutup mulut dan hidungnya dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya memegangi perutnya yang mual.
"Kak, kakak tidak apa-apa?" Tanya Arsen yang mulai khawatir pada kakak sulungnya.
Ardan mengangguk kecil. "Bisa kalian menutup itu?"
"Kenapa? Bukannya itu kesukaanmu, kak?"
"Hn, tapi tidak saat ini. Perutku mual mencium baunya,"
Semua orang disana terkejut. Ardan membenci bau mac and cheese? Dia selalu menggilai makanan itu. Ardan bisa menghabiskan semangkuk besar mac and cheese dalam sekali makan. Mereka cukup heran dengan Ardan.
"Ah!" Suara Alexander membuat semua orang menoleh ke arah mereka.
"Kenapa kau Alex?" Tanya Agatha.
Alexander hanya tersenyum dia mendekati Maura dan mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Maura.
"Selamat," ujarnya membuat Maura dan Ardan bingung.
"Selamat untuk apa?" Tanya Alvaro heran.
"Selamat menjadi orangtua!" Ujar Alexander sambil terkekeh.
Seketika itu Bianca, istri Alexander sekaligus ibu dari Amanda terbahak geli.
"Ah, benar juga! Keadaan Ardan saat ini benar-benar mirip denganmu dulu, Alex," ujar Bianca.
"Maksud kalian berdua apa?" Tanya Sandra, ibu Alvaro.
"Tante, selamat menjadi buyut," ujar Alexander.
"Hah?"
"Dulu, sewaktu Bianca mengandung Amanda. Bukan dia mual-mual dan ngidam. Tapi, aku," ujar Alexander.
"Lalu?" Tanya Sandra masih belum paham maksud Alexander.
Alexander menatap Ardan yang sedang menahan rasa mual di perutnya. Alexander dengan usilnya memberikan manisan mangga pada Ardan. Makanan yang paling Ardan hindari.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
RomanceCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...