Dimitra's Family Goals

18.6K 1K 17
                                    

Ardan duduk di mejanya saat sebuah panggilan dari salah satu anak buahnya masuk ke ponselnya. Ardan mengangkat panggilan itu dan langsung segera keluar dari ruangannya.

"Jim, siapkan mobil! Kita ke rumah sakit sekarang,"

Jim langsung berlari dan meminta supir untuk segera bersiap. Dilihat dari raut wajah Ardan, Jim khawatir pada keadaan Arman. Ardan meminta supirnya untuk keluar. Ardan mengemudikan mobil itu sendiri dan melajukan mobil itu dengan cepat menuju rumah sakit. Memakan waktu cukup lama mengingat jalanan Jakarta selalu macet.

Begitu sampai di rumah sakit, Ardan langsung masuk berlari dari parkiran sampai menuju ke kamar rawat Arman. Dia mendengar perdebatan itu dari jauh. Disana juga ada sang ayah yang sedang menenangkan Arsen.

"Kakak!" Alesha berteriak memanggilnya.

"Ada apa?"

"Kak lihat apa yang dilakukan si bodoh ini!" Ujar Arsen dengan nada tinggi.

"Kenapa? Bicarakan baik-baik Arsen,"

"Dia menjadi pembunuh kak!"

"Maksudmu apa?" Tanya Ardan lalu, dia menatap Arman meminta penjelasan.

"Aku tidak tahu kak, dia tiba-tiba masuk dan mengatakan aku adalah pembunuh dan itu dia katakan berkali-kali! Dasar adik durhaka!" Ujar Arman yang berujung adu mulut diantara kedua anak itu.

Ardan mulai pusing dengan perdebatan kedua adik kembarnya. Bahkan sang ayah akhirnya hanya memilih duduk di sisi lain ranjang rawat Arman sambil memijat pangkal hidungnya. Ardan berjalan menjauh dan itu menarik perhatian Alvaro. Terlebih Ardan tiba-tiba mengambil kursi lipat di sudut ruangan.

"Ardan kamu-" ucapan Alvaro terpotong saat Ardan membuka kursi itu dan menarik Arsen duduk disana sementara dirinya duduk di tengah-tengah.

Antara ranjang rawat Arman dengan kursi Arsen. Ardan duduk bersedekap disana. Alvaro menghela lega setelah tadi dia mengira Ardan ingin memukul Arsen dengan kursi atau dia ingin melemparkan kursi di tangannya entah kemana untuk melampiaskan kemarahannya.

"Kalian sudah besar! Jangan seperti anak kecil! Memalukan! Suara kalian terdengar sampai ke ujung lorong," ujar Ardan perlahan.

"Arsen, apa maksud ucapanmu itu? Arman membunuh siapa? Dan bagaimana hal itu bisa terjadi saat Arman duduk di ranjang itu hampir selama 24 jam setiap hari?" sambung Ardan.

"Dia memang tidak membunuh. Tapi mulutnya sudah membunuh seseorang,"

"Kau!-"

Ardan menahan kedua anak itu dengan tangannya. Dia menarik napasnya dalam-dalam dan menoleh ke arah Arsen.

"Arsen, kamu tahu kan, saudara kembar kita yang satu itu agak bodoh?" Ujar Ardan.

"Kak!" Arman protes tidak terima.

"Percuma kalau kamu bicara seperti itu, dia tidak akan mengerti,"

Arsen mendengus. Dia berdiri dan keluar dari ruangan itu. Untuk beberapa saat keheningan melanda ruangan itu dan saat Arsen kembali dia melemparkan sebuah map ke ranjang rawat Arman tepat di pangkuan pria itu.

"Apa ini?" Tanya Arman.

"Kau bodoh tapi, tidak buta, kan? Buka dan baca sendiri!" Ujar Arsen ketus.

Arman membuka map itu, Ardan, Alvaro dan Alesha merapat ke dekat Arman untuk membaca isi map itu.

"Untuk apa kamu memberikan ini pada Arman, Arsen?" Tanya Alvaro saat yang dia lihat hanya data kesehatan seseorang dan juga jadwal periksa juga keterangan lain mengenai orang itu.

[DS #1] His PossessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang