Ardano melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota yang mulai lengang. Dia memacu mobilnya dengan kecepatan sedang dan sampai di area pelabuhan sekitar pukul satu pagi. Dia memberhentikan mobilnya sejenak.
"Dimana Jim?" Tanya Ardano tanpa basa-basi pada penjaga pelabuhan uang masih anak buahnya.
"Pak Jim ada di gang ketiga sebelah kanan tuan."
Ardano mengangguk. Dia melajukan mobilnya ke arah menuju ke kontainer miliknya. Ardano memarkirkan mobilnya tepat di depan kontainernya saat melihat anak buahnya sedang berdiri di ujung gang yang terbuat dari kontainer.
Suara sepatu kulit yang beradu dengan lantai semen, membuat suasana yang sudah mencekam semakin bertambah mencekam. Malam sudah larut, seluruh penduduk Jakarta bahkan sudah terlelap, tapi tidak bagi dirinya. Baginya sekarang adalah waktu yang paling bagus untuk berkerja dan berbisnis
"Dimana dia?" Tanya-nya dengan suara dingin dan nada datar
"Di dalam tuan..."
Dia berjalan masuk ke dalam sebuah kontainer, angin laut di malam hari yang seharusnya cukup menyegarkan justru menjadi seperti angin badai yang menyeramkan. Mata elang itu menatap seseorang yang tengah duduk di tengah-tengah kontainer dengan keadaan terikat dan kepala yang dimasukkan ke dalam karung
Dia memberi tanda pada anak buahnya untuk membuka karung itu dari kepala orang di depannya. Mengangguk paham, salah satu dari anak buahnya menarik karung di kepala orang itu hingga nampaklah wajah cantik yang kini sudah penuh dengan lebam. Mata elang itu melebar kaget ketika melihat siapa orang yang sudah berani melawannya
"Kau bilang apa tadi yang dia lakukan?" Tanya-nya
"Dia menghajar habis salah satu pegawai yang disewa oleh pak Cavalier, tuan" lapor sang sekretaris
Dia mendekati gadis itu dan mencengkram dagu sang gadis sebelum menarik dagu itu untuk menghadapkan wajah sang gadis padanya
"Berani juga kau melawanku"
Dia membuka pita perekat yang menyumpal mulut sang gadis
"Awh!" Pekik sang gadis saat pita perekat itu ditarik dengan sangat cepat sehingga menyisahkan perih di pipinya
Dia menatap gadis di depannya dengan tatapan yang amat datar. Sang gadis justru menunduk. Dia kembali mencengkram dagu sang gadis dan membawa wajah gadis itu untuk menatapnya
"Apa alasanmu melawanku?"
"Aku tidak melawanmu! Apa pula yang anda katagorikan melawan?!"
Dia mengeratkan cengkramannya, membuat perempuan itu meringis
"Aku bisa menghancurkan rahangmu ini dengan sekali tekan jika aku mau"
Dia merasakan gadis di depannya gemetar karena takut dan itu membuatnya tersenyum kecil
"Kenapa kau melawanku?"
"Aku tidak mengerti maksudmu. Aku tidak melawanmu"
"Kau menghajar pegawaiku hingga mereka masuk rumah sakit dan kau bilang kau tidak melawanku?"
"A-aku bahkan tidak tahu siapa yang kau maksud! Aku tidak bisa berkelahi. Bagaimana mungkin aku menghajar pegawaimu?"
"Masih berbohong, heh?"
"Aku tidak berbohong"
Dia menatap mata sang gadis. Mata hitam yang indah, tidak terlalu bulat tidak terlalu sipit
"Baiklah. Kita lihat berapa lama kau akan bertahan dengan pendirianmu itu"
Dia melepaskan cengkramannya dan berbalik menjauh. Meninggalkan sang gadis yang kini berteriak meminta di lepaskan
"Tuan?" Tanya sang sekretaris
"Aku ragu dengan apa yang kau laporkan, Jim"
"Tuan, saya tidak berani membohongi anda tuan"
"Aku tidak bilang begitu. Aku mau kau selidiki lagi kejadian ini dan untuk wanita itu..."
Dia berbalik sebelum dia memasuki mobilnya
"Lakukan saja apa yang diperlukan, jangan beri dia makan atau minum! Tapi jangan berani-berani menidurinya!"
"Dimengerti tuan"
Dia masuk ke dalam mobilnya dan membuka kaca jendelanya
"Aku mau laporanmu besok siang Jim"
Dia menutup kacanya dan menjalankan mobil itu membelah jalanan kota Jakarta yang mulai lenggang. Sepanjang perjalanannya dia teringat pada sang gadis yang dia tawan
"Dia berujar dengan yakin dan tatapan matanya begitu meyakinkan..."
Dia mengeluarkan rokok dari kantung jasnya dan menyalakan sebatang rokok
"Wanita yang menarik..."
......
Dua hari lewat masih belum ada petunjuk apapun. Jim seperti kehilangan bukti dan memilih mempercayai kalau gadis itulah pelakunya dan hanya bersandiwara. Jujur saja, hal it membuat Ardano sedikit kesal.
"Kakak!!" Pekikan yang memekakkan telinga itu terdengar oleh Ardano.
Dia yang sedang berbicara pada Jim langsung menoleh ke arah pintu. Adiknya ada disana. Di depan pintu ruangannya dan kini sedang berjalan dengan tergesa ke arahnya.
"Ada apa?" Ardano bertanya sembari berdiri dari kursinya.
Alesha langsung berdiri di depan kakaknya dan menarik jas milik kakaknya. Ardano khawatir sesuatu sudah terjadi pada adiknya.
"Ada apa Alesha? Apa ada yang mengganggumu di kampus?"
Alesha menggeleng.
"Lalu?" Ardano mengulurkan tangabnya untuk mengusap pipi Alesha.
"Ada apa?" Tanya Ardano
"Teman Alesha hilang kak."
"Hah?"
"Jadi gini, Alesha punya kakak senior yang setahun di bawah kak Natasha. Kak Natasha juga kenal kok sama temen Alesha itu. Soalnya, dia dulu temen kak Natasha. Nah, temen Alesha itu sudah hilang selama tiga hari kak..."
"Lalu?"
"Ish! Kakak!" Rengek Alesha.
Ardano mengerutkan keningnya.
"Aish! Alesha mau minta tolong kakak carikan teman Alesha!"
"Ohh..."
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
Roman d'amourCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...