"Sayang!"
Panggilan bernada panik itu membuat Ardan refleks menoleh. Dia berdiri dan membiarkan Maura duduk di sebelah ranjang rawat Tony.
"Bagaimana keadaannya?" Tanya Maura.
"Arsen bilang trauma ringan,"
"Hah?"
"Tenang saja, Arsen akan membiarkan psikolog untuk menemani Tony selama tiga hari terhitung sejak tadi sore,"
"Apa kata psikolog itu?"
"Trauma Tony tidak parah. Dia mungkin sebenarnya dikatagorikan shock saja. Dia memang ketakutan tapi, itu akan hilang dengan sendirinya saat dia yakin dirinya baik-baik saja. Jadi, aku rasa untuk beberapa hari ke depan, aku akan mengajak Tony berlibur ke luar negeri,"
"Berlibur?"
Ardan mengangguk. "Aku dengar Dion, Johan dan Ken juga akan diliburkan dari sekolah selama beberapa hari. Mereka berempat terlalu shock untuk kembali ke sekolah,"
Maura mengangguk paham. "Lalu, kamu akan menemaninya?"
"Iya. Aku akan menemaninya terus sampai Tony benar-benar merasa aman,"
"Kapan kalian berangkat?"
"Mungkin hari senin. Sebab, hari sabtu ini kita mendapat undangan dari keluarga Ratmadiatmaja. Kita tidak bisa menolak,"
"Baiklah,"
"Tapi, kalau Tony masih belum sehat, kita tidak akan datang ke acara itu,"
Maura tersenyum. Dia mengusap punggung tangan putranya dengan penuh sayang. Maura masih menatapi wajah anaknya yang penuh lebam itu. Ardan memilih memperhatikan anak dan istrinya sambil bersandar di sisi jendela.
"Eh? Tony, kamu sudah bangun, nak?" Ujar Maura saat melihat putra mereka membuka matanya.
"Mama?"
"Iya sayang. Kamu mau apa? Biar mama ambilkan,"
Tony menggeleng kecil. Dia hanya menatap ibunya dan memejamkan mata saat Maura mengusap helaian rambutnya. Tony menggeser kepalanya dan menyandarkannya di tubuh ibunya. Tony ingin mencari kenyamanan dari sosok ibunya.
"Jangan takut, sayang! Mama disini. Papa juga disini. Kami akan melindungimu,"
Ardan duduk di sebelah kaki putranya. Dia tersenyum saat melihat putranya tersenyum padanya.
"Kamu mau makan? Biar mama suapi,"
"Nanti saja ma. Tony masih kenyang,"
"Lalu, kamu mau apa?"
Tony diam dan memilih menyamankan diri dalam pelukan ibunya. Ardan melihat mata putranya masih nampak menerawang jauh.
"Entahlah, Tony tidak tahu,"
............
Seperti janjinya, Ardan menemani Tony kemanapun anak itu pergi. Ardan tidak pernah meninggalkan putranya bahkan jika dia ingin ke kamar kecil saja, dia akan menyuruh Jim untuk menemani Tony sejenak. Seperti sekarang misalnya, Ardan meminta Jim menemani Tony sementara dirinya berbincang dengan dokter dan Arsen tentang Tony juga hasil visum yang baru saja keluar.
"Copy-annya sudah dikirim ke kantor polisi. Mungkin mereka akan segera kemari untuk meminta aslinya," ujar Arsen.
Ardan mengangguk.
"Kak, kakak mau Albern dan Zack menemani Tony?"
"Tidak usah. Mereka sedang sekolah. Jangan mengganggu mereka untuk hal seperti ini! Mungkin nanti hari Sabtu saja. Izinkan Zack meningap di rumah kami hari Sabtu ini,"
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
RomanceCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...