Note:
Hai guys, sorry ya aku jarang up. Soalnya aku kmrn2 mau fokus buat sidang skripsi. Ini aku up segini dulu ya kakak2. Aku lagi nunggu hasil dulu ya kak. Klo memuaskan nanti malam aku up lagi...
Selamat membaca kakak,
................
Tidak pernah dalam benak Ardan terlintas pemikiran untuk kembali dan hari ini dia kembali. Kembali ke Jakarta. Setelah terbang selama 17 jam 40 menit. Ardan kembali menginjakan kaki di Jakarta.
"Langsung ke rumah sakit?" Tawar Maura dan pria itu mengangguk saja.
Maura memanggil taksi dan menyebutkan alamat rumah sakit dimana Arman dirawat. Ardan sendiri hanya diam dan menatap keluar jendela saja. Pikirannya berkecamuk dengan ucapan ayahnya di telepon tadi.
Satu setengah jam perjalanan dan mereka sampai di rumah sakit berbarengan dengan mobil milik Ardan yang juga baru berhenti di lobi.
"Tuan," panggilan itu membuat Ardan yang sedang menurunkan kopernya dari dalam bagasi terkejut.
Dia menoleh dan melihat wajah Jim yang menatap lega ke arahnya. Di belakangnya, Natasha dan Alesha muncul dan terkejut.
Ardan tersenyum kecil. Jim mengambil alih tugas mengeluarkan koper itu. Alesha sudah memeluk Ardan erat-erat. Gadis itu menangis keras di pelukan kakaknya.
"Alesha, sudah. Jangan menangis terus!" Pinta Ardan.
Alesha mengangguk namun enggan melepaskan kakaknya. Alhasil, Ardan harus menggendong Alesha dengan gaya bridal hingga mereka masuk ke dalam lift.
"Kakak kemana saja?" Alesha berujar sambil meminta turun dari gendongan kakaknya.
"Kak Arman memarahi kami semua saat dia sadar kembali setelah sempat sadar sebentar waktu itu. Lalu, setiap hari kak Arman marah-marah pada kami semua,"
Ardan diam saja. Tidak tahu harus menjawab apa. Maura menggenggam tangan besar Ardan dengan erat. Dia menguatkan suaminya untuk tidak menyalahkan diri sendiri terus menerus.
"Lalu, bagaimana keadaannya sekarang?" Tanya Ardan.
"Kemarin malam kak Arman sadar. Sepertinya tadi pagi dia dipindahkan ke ruang rawat,"
Ardan mengangguk. Mereka berjalan keluar lift dan memasuki pintu penghubung area ruang rawat dengan ruang tunggu. Ardan mengekori adiknya dan Natasha dari belakang. Matanya menatap lorong sepi itu. Tangannya terus digenggam oleh Maura dengan erat.
"Keluar!!!"
Sayup-sayup Ardan mendengar ucapan itu. Ardan tahu itu adalah suara Arman. Yang Ardan herankan, kenapa anak itu terdengar sangat marah?
"Aku bilang keluar!!! Kalian menyalahkannya, kan?!"
Kening Ardan mengerut saat mendengar ucapan itu. 'Menyalahkan? Siapa menyalahkan siapa?' Pikir Ardan.
"Kalian menyalahkan kakak, kan?! Kakak tidak mungkin pergi kalau kalian tidak menyalahkannya!!!"
Ardan terenyuh mendengar ucapan adiknya. Kembarannya itu terdengar sangat marah dan bahkan sepertinya anak itu melempar beberapa barang. Ardan bisa mendengar bunyi pecahan beberapa kali dari kamar itu.
"Keluar! Jangan pernah datang kesini! Pergi kalian!"
Ardan menghentikan langkah kakinya. Dia terlalu kaget dengan apa yang dia dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS #1] His Possession
RomanceCerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan Arogan yang pertama dari keluarga Dimitra. Putra sulung dari keluarga Dimitra yang kepintarannya di a...