Bab 22 - Part 1 - Standing Statue

795 84 14
                                    

Chayeon berdiri dengan sisa-sisa tenaganya. Ia tidak pernah seputus asa ini. Ia sudah tidak makan seharian, ia mencoba membuat tubuhnya dalam kondisi terlemah sebelum menenggak berbutir-butir obat sakit kepala untuk meracuni dirinya, namun tubuhnya tidak mau bekerja sama. Ia muntah. Ia memuntahkan seluruh isi perutnya, termasuk obat-obatan yang baru saja ia telan.

Mengapa Dewa begitu jahat padanya? Mengapa kematian tak kunjung datang saja menjemputnya?

Mengapa Dewa begitu jahat padanya? Mengapa kematian tak kunjung datang saja menjemputnya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chayeon merebahkan diri di tembok. Dengan tangis kecil, Chayeon memikirkan setiap ucapan yang ingin ia sampaikan pada sang Ibu. Mungkin, Ibunya saat ini tengah bersiap dan menantinya sekarang. Dengan senyum tipis, Chayeon membayangkan betapa terkejut Ibunya saat ladang uang yang dirawatnya sejak kecil telah pergi meninggalkannya.

Chayeon ingin pergi tanpa berpamitan. Layaknya Putri Duyung yang hanya menjadi buih dan dilupakan, ia ingin pergi tanpa dikenang. Tapi keinginannya untuk menyakiti satu orang tidak bisa ditahan. Ia mungkin menganggap ini akhir segalanya, jadi dengan tekad bulat, Chayeon menulis salam perpisahan pada sang Ibunda. Paling tidak... biarkan ia disimpan dalam kenangan satu orang, kenangan yang akan menghantui orang itu seumur hidup.

Ibu,

Tulis Chayeon dengan segala rasa putus asa yang bisa ia ungkapkan,

Sudah puas kau sekarang?

Aku selama ini membuatmu menangis. Jadi dengan pergi seperti ini, aku harap kau bahagia. Aku tahu kau sangat terluka karena pria itu. Pria yang kau sebut Ayahku. Tapi dia bukan Ayahku. Selamanya... hanya kau orangtuaku.

Kau bilang aku tidak tahu perasaanmu. Kau salah. Aku tahu. Apa kau pikir aku juga tidak terluka?

Hatimu tidak pernah sembuh, aku tahu. Kau hanya menyembunyikannya, aku tahu. Tapi aku mendukungmu. Aku bahagia saat kau juga bahagia.

Aku mencintaimu, Bu. Sangat. Tapi bisakah kau bayangkan hidup menjadi aku? Bisakah kau bayangkan bagaimana perasaanku?

Aku adalah orang yang yang paling dibenci di Sewon.

Aku adalah orang yang paling dibenci gadis-gadis di Itaewon.

Dan aku adalah orang yang paling kau benci di dunia ini.

Bu, aku mencintaimu. Putrimu ini mencintaimu. Tolong... jangan lupakan itu.

~ Im Chayeon ~

Chayeon terjatuh lemas setelah menumpahkan perasaannya. Ia menangis pedih. Ia ingin menyakiti Ibunya. Tapi ia tidak bisa. Ia ingin mengucapkan hal paling kejam, tapi ia berakhir memaafkan wanita itu.

SomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang