Di sini Nida sekarang, di tepi sungai yang letaknya cukup jauh dari kota. Bersama seseorang yang selalu bisa dia andalkan, yang selalu ada saat Nida membutuhkan pertolongan. Dia orang pertama yang akan membantu Nida tanpa pamrih.
"Gimana sekarang? Udah enakan?" tanyanya sambil mengusap kepala Nida yang sedang terfokus pada pemandangan sungai.
"Lumayan."
"Kenapa lagi sih emangnya? Siap cerita gak? Kalau belum siap juga gapapa kok, asal jangan sedih lagi ya."
"Jack.."
"Kenapa sama Jack?"
"Dia ngingetin gua sama kejadian dulu, kejadian di mana seharusnya gua gak boleh ingat itu. Gua takut." Nida menundukkan kepalanya.
Orang itu merangkul Nida, membawanya ke dalam dekapannya. "Jangan lemah kayak dulu lagi ya, gua gak mau ada Nida yang ketakutan di balik pintu kamar selama berbulan-bulan cuma karena pria brengsek kayak Theo."
"Makasih, Han. Lo emang yang selalu ada buat gua."
Namanya Hanif, teman Nida dari dulu meski selalu beda sekolah. Kenal mereka pun gak sengaja.
Mau diceritain?
Jadi, waktu itu ada pertandingan basket antar sekolah yang dimainkan oleh alumni. Sekolahnya Nida dan sekolahnya Hanif memang musuhan sejak lama, apalagi kalau urusannya basket. Yang mewakili sekolah Nida waktu itu ada Theo, yang saat itu udah pacaran sama Nida tapi belum tunangan. Lawannya adalah tim basket Hanif dan teman-temannya.
Sekolah Nida menang, Nida dan yang lain turun ke lapangan. Nida terkenal elegan, tapi saat bahagia dia lompat-lompat, tetap dengan keanggunannya.
Theo memeluk Nida karena terlalu bahagia, dan di situ Hanif mengenal Nida, tapi Nida belum mengenal Hanif, cuma sebatas kenal wajah.
Malam itu, Hanif ketemu Nida di jalan sepi dengan bajunya yang sobek seperti habis tertabarak, matanya sembab, dan masih sesenggukan. Hanif mencoba bertanya, tapi Nida malah semakin takut sampai akhirnya pingsan. Hanif membawa Nida pulang ke rumahnya. Dia tahu alamatnya karena setelah pertandingan waktu itu, Hanif langsung cari tahu segalanya tentang Nida. Dari situ keluarganya Nida kenal Hanif dan sangat berterima kasih karena menemukan Nida dan membawanya pulang.
Saat itu, keadaan Nida sangat kacau. Dia gak mau keluar kamar, bahkan untuk makan. Hanif yang masuk ke kamarnya, membawa makanan, minuman, obat, dan bahkan menyuapi sahabatnya. Meski sekarang beda sekolah, Hanif tetap melindungi Nida.
l i m e r e n c e
Di sisi lain, Kayla sedang kesusahan mengikat tali sepatunya. Theo yang kesal karena Kayla terlalu lama, akhirnya berjongkok untuk membantu mengikat tali sepatu pacarnya.
"Lagian ngapain sih kita ke sini, Theo? Aku kira kamu mau ajak aku jalan-jalan," gerutu Kayla sambil menyamakan langkah dengan Theo.
"Ya ini kan jalan-jalan sayang."
"Ya tapi gak ke sini juga dong." Kayla cemberut, bad mood karena Theo mengajaknya ke tempat yang menurutnya biasa saja.
"Uwu gemes banget ih sama pacar aku satu ini." Theo mencubit gemas pipi Kayla, membuatnya mengaduh kesakitan.
"Eh ada sungai, ke sana yuk, Kay!" Theo menggenggam jemari Kayla, menuntunnya ke arah sungai.
"Cuma sungai, apa bagusnya sih segala diliatin." Kayla memutar bola matanya malas.
"Nida paling suka suasana tenang dan bersih kayak gini."
Kayla menatap Theo tak percaya, ia masih membahas tentang mantannya. "Itu dia bukan aku, beda!"
"Ya makanya, gak ada yang bisa nyamain Nida."
"Theo! Kamu ngomong gitu di samping aku loh, yang notabene pacar kamu."
Theo menghadap Kayla. "Iya sayang iya, maaf ya."
Kayla tidak menjawab, hanya mempoutkan bibirnya. Tanpa sengaja, dia melihat seseorang.
"Theo, ke situ yuk!"
Kayla menarik Theo ke arah orang tersebut, membuat Theo terkejut karena bertemu kembali dengan sosok yang memukulnya habis-habisan tanpa sebab beberapa tahun lalu.
"Theo!"
Bersambung,
Limerence.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE (revisi)
Fanfiction"Terimakasih teruntuk perjalanan kisah cinta yang diluar akal." Ansen Theo Edison (Kim Taehyung), laki-laki berparas tampan yang mempunyai harta melimpah. Semua keinginannya harus terpenuhi, apa pun caranya, ia harus dapatkan. Termasuk cinta dari du...