54

556 57 12
                                    

Kayla dan Nida sudah dipindahkan ke ruang inap, mereka satu kamar, ituatas permintaan Theo dan juga Jack. Mereka juga sudah sadar, dan semua berucapsyukur akan hal itu. Beberapa dari teman-teman mereka sudah pulang ke rumahmasing-masing. Hanya tersisa Theo, Samuel, Jeffry, Jack, dan Niko.

Semoga rumah sakitnya gak roboh ya, bahaya aja kalo nyatuin mereka disaat keadaan kayak gini.

Jack sedang mengusap-usap punggung lengan kakaknya yang masih terbalut infus, sedangkan Samuel sedang menatap wajah Nida yang masih pucat. Jeffry dan Niko sedang berbincang-bincang dengan Kayla dan sesekali Kayla tertawa akibat lelucon konyol dari dua manusia tampan ini.

Theo?

Ia sedang memperhatikan mereka dari jarak dua meter. Theo mengangkat kakinya ke atas meja sembari melipat kedua lengannya di dada.

"Kakak sembuh nanti, Kookie bakal ajak kakak jalan-jalan."

"Kemana?" tanya Nida dengan suara yang masih sangat serak.

"Kemana aja sesuka kakak, kalo kakak bahagia kookie ikut bahagia."

Nida tersenyum, ia bersyukur bisa memiliki adik yang baik seperti Jack.

"Da.. " panggil Samuel dengan lembut.

"Iya?"

Gimana Samuel gak jatuh cinta sama wanita ini?

Tatapan mata Nida seakan menyihir Samuel dalam sekejap, jantung Samuel berdetak semakin cepat. Samuel mengambil napasnya terlebih dahulu, ia mengusap kepala Nida dengan lembut. "Cepet sembuh ya."

Lagi-lagi Nida tersenyum, tapi kali ini ia menampilkan senyum mirisnya.

Mengapa sampai sekarang ia belum bisa mencintai sosok pria seperti Samuel?

Sudah tampan, mapan, baik lagi.

Lantas, apa masih kurang?

"Kak."

"Iya Da?"

"Makasih." ucapnya sembari tersenyum hangat.

Theo yang menyaksikan semua itu segera berdecak sebal, hatinya terasa panas.

Kini giliran Kayla yang sedang bersama dua pangeran tampannya.

"Lo juga Kay, cepet sembuh."

"Iya kak, lo bawel banget dari tadi cuma ngomong cepet sembuh cepet sembuh."

Niko mencubit pelan pipi Kayla. "Lo lagi sakit gini aja masih ngegemesin. Pen gw bawa pulang rasanya."

Jeffry berdehem. "Gimana? Gimana? Sorry bang, Kayla ntar pulangnya ke rumah gw."

Niko memberikan tatapan mautnya. "Enak aja! Kayla punya gw! Jauh-jauh deh lo dari punyanya gw!"

"Dih dih, Kayla itu punya gw."

"Punya gw anjir!"

"Gw lah!"

"Kayla punya gw bodo amat!"

"Kayla punya gw lah, titik!"

"Punya gw!"

"Gw!"

"Gw anjay!"

"Gw dibilangnya!"

"Gw!"

"Gw!"

Brak!

Theo menggebrak meja yang ada di hadapannya. Ia berjalan menuju ranjang Kayla, Theo mengecup singkat kening gadisnya itu. "Cepet sembuh, aku gak suka liat kamu begini."

Lalu Theo beralih ke Nida, ia mengusap kepala Nida, dan saat Theo akan mengecup keningnya, Jack sudah mendorong Theo terlebih dahulu.

"Gak usah sentuh-sentuh kakak gw!"

Theo memutar bola matanya malas. "Iya." Setelahnya Theo menatap Nida dengan dalam. "Kamu juga cepet sembuh, aku juga gak suka liat kamu kayak gini."

Theo menatap para laki-laki di situ satu persatu. "Buat lo-lo semua." ia menunjuk mereka. "Jagain cewek-cewek gw, awas aja sampe mereka kenapa-kenapa. Gw abisin lo!"

Ini kalo bukan di rumah sakit sudah dipastikan bahwa Theo pulang hanya tinggal nama. Mereka hanya bisa ucap istighfar saja dalam hati, kalo keras-keras takut Theo kebakar.

Eh--

"Ya udah gw cabut."

Theo mengambil kunci mobilnya yang terletak di atas meja, dan setelahnya ia segera beranjak pergi dari sana.

"Theo minta gw tendang sampe samudra kayaknya." kesal Namjon.

l i m e r e n c e

Sesampainya Theo di rumah, ia segera merebahkan tubuhnya. Rasanya, semua tulang Theo seperti ingin copot. Sepertinya ia sangat kelelahan. Ia menatap ke arah depan yang kebetulan terdapat kaca di sana. Dilihat-lihat matanya sembab juga.

"Yang penting Kayla masih ada, dan gw bahagia atas hal itu. Baik Nida mau pun Kayla juga sudah sadar sekarang, gw turut bersyukur akan hal itu."

Theo tersenyum manis,ia mengambil sebatang rokok dari saku bajunya, membakar ujungnya dan mengisaprokok tersebut perlahan.

Bersambung,
Limerence.

LIMERENCE (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang